Happy Reading
...
Duduk di meja belajar sembari menggambar di sketchbook berwarna hitam dan tidur saat dini hari, bukanlah hal yang baru lagi bagi laki-laki bermulut pedas yang kerap disapa Kak Juna oleh adik-adiknya.
Arjuna Mahardhika Devanka. Si sulung dari kembar 4, yang memiliki surai hitam bergelombang serta proporsi badan lebih mungil ketimbang yang lain. Meskipun memiliki proporsi tubuh mungil, semua saudaranya tak menjadikan hal tersebut sebagai masalah. Justru yang menjadi masalah bagi mereka adalah amarahnya. Bukan karena main fisik, namun kata-kata yang ia ucapkan saat marah begitu menusuk hati.
Orangtua dan adik-adiknya tak heran mengapa Juna bisa bersikap demikian. Mereka maklum karena Juna terlahir dengan 'keistimewaan' yang jarang dimiliki orang-orang pada umumnya. Walaupun begitu, ia masih memiliki sisi lembut yang jarang ditunjukkan secara terang-terangan.
Dulu sewaktu Juna masih kecil, ia sering sakit karena belum terbiasa dengan 'keistimewaan' yang dimilikinya. Tapi, seiring berjalannya waktu, ia sudah terbiasa serta tidak sering sakit lagi seperti dulu. Hanya amarahnya saja yang gampang meledak.
Sebenarnya Juna pernah merasa tidak betah karena memiliki 'keistimewaan' tersebut. Menurutnya, 'keistimewaan' yang ada padanya sejak lahir lebih pantas disebut sebuah kecacatan dari pada sebuah anugrah. Namun, kini Juna sudah merasa biasa saja dan bersyukur dengan 'keistimewaan' yang dimilikinya. Ia mengambil sisi positifnya, yaitu bisa mendapat 'teman baru' saat mengalami sulit tidur.
Ya... mungkin karena terlalu sering sulit tidur, orangtuanya berinisiatif membawa periksa ke dokter. Takut jika terjadi sesuatu pada Juna. Dan saat di rumah sakit. Dokter menyatakan bila Juna mengalami yang namanya insomnia. Ketimbang harus mengkonsumsi obat resep dokter dalam jangka panjang dan menjalankan berbagai terapi yang membosankan, Juna lebih memilih alternatife lain dengan menggambar di sketchbook biru kesayangannya saat insomnia mendera.
Tentu saja Bunda dan Ayah menyetujui. Tapi dengan 1 syarat dari Bunda, Juna tidak diperbolehkan menggambar apapun itu yang menyeramkan. Jelas Juna senang bukan main karena diperbolehkan. Meskipun dengan berat hati ia menyetujui syarat dari Bunda.
Namun bukan Arjuna jika langsung menurut begitu saja. Tanpa sepengetahuan dari sang Bunda, Juna tetap menggambar hal yang dianggap 'menyeramkan' pada sketchbook warna hitam satunya yang ia sembunyikan di bawah bantal tidur.
Setelah diingat-ingat, Juna baru sadar jika dirinya mengalami insomnia dimulai saat duduk dibangku SMP, tepatnya saat kelas 8. Hah, jadi teringat masa lalu.
...
Masih teringat secara jelas di kepala Juna saat pertama kalinya mengalami insomnia.
Waktu itu untuk pertama kalinya Juna tidur jam di dinding menunjukkan pukul 3 dini hari. Padahal biasanya ia terlelap pukul 10 malam. Keinginan hati dan kenyataanya sama sekali tak sejalur. Ingin hati segera memejamkan mata dan menyelam ke pulau mimpi.
Namun apa daya, kenyataannya baru 30 menit menutup kelopak mata, Juna langsung terbangun tanpa adanya rasa kantuk sedikitpun. Dirinya jelas merasa frustasi. Dengan menghembuskan napas lelah, ia kembali mencoba memejamkan kelopak matanya dan berharap mendapat rasa kantuk.
Tapi, lagi-lagi gagal. Juna kembali membuka kelopak matanya dan terdiam sejenak. Diam agar tak melakukan hal di luar nalar yang bisa merugikan dirinya saat sedang dilanda frustasi.
Rasanya baru sebentar Juna membuka kelopak matanya dan terdiam, namun entah hanya perasaannya saja atau bagaimana, ia merasa sedang diperhatikan. Tapi oleh siapa? Seharusnya tidak ada siapapun dikamarnya, kecuali dirinya sendiri. Ya, seharusnya tidak ada siapapun. Setidaknya itulah kalimat yang Juna yakini, sebelum ia merasakan sebuah usapan lembut pada bagian belakang kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fratrem | NCT DREAM 00 Line ✓
Fanfiction[SUDAH DITERBITKAN] Bagian 1 Teman bermain. Sudah sering Juna, Shaka, Haikal, dan Nanda dikira remaja yang kebetulan bertemu, lalu berteman untuk bermain bersama. Tak masalah, wajar saja orang-orang di luar sana mengira begitu. Sebab, 4 remaja laki...