53 » Badai Pasti Berlalu

6.8K 1.6K 134
                                    

Happy reading
...


Rumah sakit.

Tempat yang tak asing lagi untuk diketahui khalayak umum, termasuk Juna. Setaunya, rumah sakit itu dikenal sebagai tempatnya merawat orang-orang sakit.

Setidaknya begitulah pemahaman Juna tentang tempat yang di pijakinya pagi-pagi buta hari ini. Bukan, bukan dirinya yang sakit. Melainkan kedua adiknya lah yang sakit.

Shaka dan Nanda.

Hatinya remuk serasa ditusuk ribuan jarum saat mendapat kabar bahwa Shaka masuk rumah sakit karena kecelakaan tunggal. Ditambah lagi dengan Nanda yang asmanya mendadak kambuh, serta tangis pilu bunda yang mengiris hati.

Di lorong rumah sakit yang jarang dilewati, Juna terduduk di lantai seraya menunduk dengan memejamkan matanya dan meremat surai legamnya yang telah memanjang. Meratapi keadaan kedua adiknya, terutama Shaka. Adiknya yang satu itu masuk ICU dan kritis sejak kemarin.

Dari keterangan dokter yang diterimanya, Shaka mengalami patah tulang pada bahu kiri, kaki kanan, dan luka robek parah pada tangan kirinya. Hah... Juna tak bisa membayangkan betapa tersiksanya Shaka dengan rasa sakit tersebut. Sementara Nanda, adiknya yang satu itu sudah baik-baik saja, meskipun sempat masuk ke UGD.

"Kenapa adek-adek gue harus ngalamin hal kayak gini?" bisiknya pada diri sendiri.

Tanpa aba-aba air mata Juna jatuh, namun isak tangisnya tak mau keluar karena ia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Dirinya tak mau terlihat lemah, tapi hatinya saat ini benar-benar rapuh. Se-galaknya Juna pada adik-adiknya, ia pasti tetap akan merasakan sakit.

"Hah..." Juna menghela napasnya perlahan, "Gue takut mereka pergi," katanya sebelum kembali menggigit bibirnya sendiri hingga berdarah.

Puk!

Sesuatu mendarat di atas kepala Juna.

"Keluarin aja suara lo, Jun. Cuma ada gue di sini."

Terdengar seperti sebuah perintah bagi Juna. Dan seketika tangisnya langsung pecah diikuti suara isak tangis yang menyayat hati bagi siapapun yang mendengar. Seperempat jam terlewati hanya terdengar isakan yang berasal dari Juna. Dirinya merasa sedikit lega setelah menumpahkan air matanya.

"Udah ngerasa baikan?"

Juna menoleh ke samping kanannya. Ia menemukan laki-laki berambut gondrong yang duduk sila seraya memainkan benda pipih persegi panjang.

"Lumayan," sahutnya parau.

"Bang Galih," Juna sedikit menurunkan jaket hitam yang berada di atas kepalanya. Dengan mata yang memerah, ia bertanya, "kok lo bisa tau kalau gue ada di sini?"

Galih, nama dari laki-laki yang tengah tersenyum kecil di samping kanan Juna. Ia menyimpan ponselnya di saku celana, kemudian menepuk pelan bahu si adik sepupu. "Gue udah khatam sama kebiasaan lo kalau lagi ada gunjang-ganjing gini pasti bakal  cari tempat yang sepi," jawabnya dengan santai.

"Tenang Jun, semua bakal bail-baik aja." Galih melipat tangannya di depan dada. 

"Bukannya gue mau sok bijak, tapi lo tau... selama manusia masih tinggal di bumi, kita bakal ketemu sama yang namanya cobaan. Tuhan nggak bakal kasih cobaan di luar batas kemampuan hambanya. Dan gue yakin, adek-adek lo itu mampu buat lewatin cobaan yang di kasih." Katanya dengan sorot mata teduh.

Meskipun samar, Juna mengukir senyum di wajah tampannya. Hatinya menghangat.

Ah... kalimat yang dilontarkan kakak sepupunya barusan ternyata berpengaruh pada perasaannya. Ini yang membuat Juna nyaman jika berdekatan dengan kakak sepupunya. Gahar secara penampilan, tapi hatinya lembut.

Fratrem | NCT DREAM 00 Line ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang