06 » Berkunjung Ke Gudang Lama

13.9K 2.5K 118
                                    

Jika dilarang, rasa ingin tahu malah semakin tinggi.

Kalimat tersebut sepertinya cocok untuk Juna. Semalam, Nanda menyarankan untuk tidak menolong perempuan yang ia lihat di gudang lama. Bukannya cuek seperti biasa, tapi Juna malah penasaran.

Katanya, seperti ada sesuatu yang mendorong Juna untuk menolong sosok perempuan itu.

Jika sudah berkata demikian, Shaka dan Nanda hanya bisa pasrah. Lain dengan Haikal yang tidak terlalu menggubris. Sebab, Haikal sama sekali tidak peka untuk hal yang seperti itu, jadi ya terserah.

...

Pukul 4 sore. Sekolah mulai sepi karena KBM yang telah berakhir sejak setengah jam yang lalu. Mungkin hanya ada sedikit anak yang masih di lapangan, karena harus latihan basket. Sisanya hanya numpang wi-fi.

Tapi, lain dengan 2 orang laki-laki yang kini telah berada didepan gudang lama sekolah.

Berbekal sketchbook dan pulpen hitam khusus, Juna menepati perkataannya untuk datang ke gudang lama.

Tentu dengan Nanda yang mengekor dibelakangnya. Dan kehadiran bungsu dibelakangnya bukan paksaan dari Juna, melainkan inisiatif dari adiknya sendiri. Walaupun sempat terjadi perdebatan alot antara Juna dan Nanda saat berada di kelas.

"Lo yakin, kak?"

Juna menghela nafas, "Kalo lo nggak mau ikut, gue bisa masuk sendiri."

Nanda diam tak bergeming. Sebenarnya bukan takut, tapi ia malas jika harus terlalu banyak berinteraksi dengan mereka yang menghuni gudang lama. Namun dilain sisi, dirinya khawatir dengan Juna. Mengingat kondisi kakaknya yang sering chaos, Nanda jadi tak tega.

"Oke, gue ikut masuk. Tapi, jangan lama-lama. Makin malem energinya makin kuat, gue nggak bisa." Final Nanda setelah menimbang banyak kemungkinan.

Juna mengangguk, "Iya. Gue juga tau."

"Jangan sampe ngelakuin medium ship, ya?"

Juna hanya berdehem. Dan bagi Nanda sendiri, jawaban yang diberikan kakaknya itu kurang memuaskan. Sebab, jawabannya bisa ya dan tidak

Kriet.

Juna membuka pintu dan melangkahkan kakinya secara perlahan. Sementara Nanda yang berada dibelakangnya hanya diam.

Tak!

Nanda menghentikan langkahnya. Melihat beberapa kerikil yang masuk melalui jendela di sampingnya.

Sengaja dilempar.

Nanda diam. Tak terkejut dengan kejadian yang ia alami.

"Dia mau ngapain sih, Nan?" Bisik Arini yang berada disamping kanan Nanda.

Nanda hanya mengangkat bahunya karena tak tahu, walaupun sebenarnya tahu.

Dari penglihatannya saat ini, Juna terlihat seperti mengikuti seseorang. Sudut ruangan. Entah mengapa, Nanda merasa hawa disini lebih dingin daripada bagian ruangan yang lain.

"Nan, deketan sini." Suruh Juna saat menoleh ke belakang.

Nanda menurut, ia mendekat ke kakaknya. Pasti energi yang diterima Juna terlalu kuat hingga menyuruhnya mendekat.

"Disini?" Tanya Nanda tiba-tiba.

Juna mengangguk sebagai jawaban iya. Dirinya diam sebentar untuk berinteraksi melalui batin.

Pelan tapi pasti, Juna mulai menggoreskan pulpen pada buku kesayangannya. Nanda tebak, pasti akan memakan waktu yang lama.

"Nan, dia nggak punya penjaga, ya?" Bisik Arini yang betah memperhatikan Juna berinteraksi dengan gadis berseragam sekolah.

Nanda menatap Arini. Dirinya melirik ke arah kirinya. Arini yang paham langsung menoleh. Oh, ternyata Juna juga memiliki penjaga. Tapi, kenapa sosok laki-laki yang bersandar di tembok itu hanya melihat Juna. Kenapa tidak mengekor seperti dirinya?

"Jangan." Ucap Nanda tanpa suara, saat melihat Arini ingin menghampiri sosok laki-laki tinggi yang menjadi penjaga kakaknya.

Arini menoleh dengan pandangan yang bertanya-tanya. Nanda hanya menggeleng. Enggan memberikan jawaban, sekaligus melarang.

"Kak." Panggil Nanda saat melihat Juna terdiam, lagi.

"..."

Juna diam, tapi dirinya menoleh ke adiknya. Memperlihatkan gambaran sosok Riana yang penuh dengan coretan hitam di seragamnya. Nanda yakin, coretan hitam yang kakaknya gores itu sudah pasti darah.

Nanda menatap Juna yang menatap kosong ke arahnya, "Udah?"

Juna mengangguk, "Tolong." Katanya lirih.

Mendengar kalimat yang diucapkan dengan nada yang kesakitan, serta suara yang hampir mirip perempuan, pasti yang didalam raga ringkih milik kakaknya ini bukan si pemilik asli.

"Kamu siapa?" Tanya Nanda lembut. Ia memegang pundak kakaknya agar si raga tidak pergi kemana-mana.

Juna mengetuk gambar pada sketchbook nya.

"Riana. Tolong." Bisiknya pada Nanda, sembari memegang perutnya sendiri.

"Kenapa? Perut nya sakit?"

Juna mengangguk, "Mereka jahat. Mereka pantas mati." Bisiknya dengan kilatan amarah pada sorot matanya.

"Mereka?" Beo Nanda yang mendapat anggukan dari kakaknya.

"Kamu dibunuh?" Tanya Nanda ragu.

Lagi, dirinya hanya mendapat anggukan. Dan tak berselang lama, Juna sadar. Ia menggerjapkan matanya.

"Lo nggak papa, kak?"

Juna menatap adiknya sebentar sebelum mengangguk.

Saat Nanda melepas rangkulannya, Juna hampir terhuyung dan langsung memegang lengan Nanda dengan kuat.

"Kaki gue rasanya lemes, perut gue sakit, terus leher gue rasanya nggak enak." Ucap Juna yang diiringi dengan ringisan.

Nanda menghela nafas perlahan, "Kita pulang." Katanya final.

Sebenarnya, Nanda sudah menduga jika hal ini pasti terjadi setelah kakaknya itu melakukan medium ship. Rasa sakit yang di refleksikan pada Juna dari mereka biasanya tak main-main.

Nanda melepaskan tangan Juna yang masih berpegangan pada lengannya. Ia memilih menggendong belakang kakaknya.

Bagaimana ya, Nanda tak tega melihat kondisi kakaknya yang jauh dari kata baik.

"Jangan bilang bunda." Bisik Juna saat mereka baru keluar dari gudang lama.

"Gue nggak bilang pun, bunda tetep tau apa yang terjadi sama lo." Balas Nanda sembari berjalan ke arah parkiran. Untungnya, hari ini ika diperbolehkan membawa mobil milik bunda.

Dengan hati-hati, Nanda menurunkan tubuh Juna pada kursi penumpang disamping kemudi yang telah ia buka pintu nya.

"Jangan tidur, kak." Gumam Nanda saat mengitari mobil untuk berada di kursi kemudi.

Nanda menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia merogoh saku celananya, dan mencari kontak milik Shaka.

"Apa?"

"Bang, tolong cari Mas Haikal."

"Tumben, kenapa?"

"Pokoknya tolong cari dia. Bawa dia pulang."

"Oke."

Nanda meletakkan ponselnya pada dashboard mobil. Sesekali ia menoleh ke Juna, memastikan jika kondisi kakaknya tidak bertambah buruk.

Dalam hati, Nanda berdoa untuk keselamatan kakaknya. Berharap agar apa yang ia lihat dalam mimpi semalam adalah sebuah bunga tidur belaka.

...

Typo bertebaran😅
Beneran, ini pendek banget huhuhu😷

Jangan lupa vote, komen, and follow guys 💚

Fratrem | NCT DREAM 00 Line ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang