Entah kenapa, laki-laki yang tengah duduk dipinggir tempat tidur sembari membaca buku ensiklopedia tentang tanaman itu merasa bulu kuduk nya meremang, sejak lampu utama di kamarnya diganti ke lampu tidur. Pencahayaan yang awalnya terang benderang, kini berganti menjadi remang-remang.
Netra tajamnya melirik kanan dan kiri secara bergantian. Tak lupa juga melihat ke sudut ruangan yang menjadi penyebab utama bulu kuduk nya berdiri.
"Shaka ngapain sih liatin kesini terus? Emang dia bisa liat gue?" Monolog Chitta, sosok laki-laki berbaju putih yang jelas tidak dapat didengar oleh Shaka.
Yap, laki-laki yang duduk dipinggir tempat tidur tadi adalah Shaka. Secara intens, ia melihat ke arah pojok kamarnya yang entah mengapa terasa berbeda. Sekilas, dirinya melihat laki-laki yang berdiri dan bersandar disana.
Hanya sekilas. Sebab saat Shaka mengedipkan matanya, sosok laki-laki berbaju serba putih tadi langsung tak ada. Meskipun terlihat tak ada, tapi ia yakin jika sosok tadi masih berada disana, mungkin.
"Perasaan gue aja, atau emang ada yang lain?" Gumam Shaka menggigit bibir bawahnya gelisah.
Sekali lagi, ia melihat ke arah pojok ruangan untuk memastikan kegelisahannya. Masih sama. Mungkin dirinya terlalu lelah hingga berpikir yang tidak-tidak.
"Kayaknya gue tidur aja deh. Daripada tambah mikir yang neko-neko." Ucapnya seraya merebahkan diri pada kasur empuk yang sejak lama telah menjadi miliknya.
Tak perlu waktu lama, Shaka telah terlelap dengan nyenyak. Ya bagaimana ya, dia itu adalah tipe orang yang nempel dikit molor.
"Tumben tu bocah udah tidur." Heran Chitta pada anak manusia yang ia jaga.
Bosan. Chitta benar-benar merasa bosan. Mau menampakkan diri dan berinteraksi seperti Arini-Nanda, ia malah was-was sendiri yang ada. Bagaimana jika Shaka pingsan gara-gara melihat dirinya?
"Serba salah emang." Pasrah Chitta sebelum berpindah tempat ke samping Shaka. Melihat dengan seksama anak laki-laki yang terlihat garang itu.
"Lagian, kenapa dia nggak se-santai Nanda sih? Padahal tampangnya sangar." Gumam nya kesal.
Perlahan tapi pasti, Chitta menjauh dari Shaka. Ia melayangkan diri, netra nya menjelajahi kamar anak manusia yang dijaganya. Hm, tak ada yang menarik.
Mungkin, hanya ketiga kucing kesayangan Shaka lah yang menarik. Sebab, Chitta sangat menyukai kucing meskipun dirinya itu telah berada di alam lain. Katakanlah Chitta sama bucin nya ke kucing seperti Shaka. Ia betah berada di posisi yang sama hanya untuk memperhatikan ketiga kucing gembul itu.
Saking betahnya memperhatikan ketiga kucing imut yang berada dikandang, Chitta sampai tak sadar jika Shaka telah terbangun, dan keluar dari kamar.
Ia menimang-nimang. Tetap memperhatikan kucing atau mengikuti anak manusia itu. Plihan sulit. Hah, ya sudahlah, Chitta memilih mengikuti Shaka daripada bosan berada di sarang laki-laki itu.
Ia mengikuti Shaka dari belakang. Tapi, kok ada yang tak beres. Kenapa Shaka berjalan sempoyongan? Wah, jangan bilang kalau kesadaran nya belum terkumpul semua.
Chitta khawatir, apalagi saat Shaka menuruni anak tangga. Takut jika anak itu jatuh menggelinding gara-gara berjalan sempoyongan.
Tapi sepertinya tak apa. Ia berniat kembali ke kamar Shaka, memperhatikan ketiga kucing yang sangat menggemaskan itu. Sayangnya, belum sempat Chitta merealisasikan niatnya, laki-laki yang berjalan menuruni anak tangga tadi, secara tiba-tiba berhenti ditengah tangga. Dan, siapa sangka jika setelahnya Shaka malah tumbang, dan hampir jatuh menggelinding ke bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fratrem | NCT DREAM 00 Line ✓
Fanfiction[SUDAH DITERBITKAN] Bagian 1 Teman bermain. Sudah sering Juna, Shaka, Haikal, dan Nanda dikira remaja yang kebetulan bertemu, lalu berteman untuk bermain bersama. Tak masalah, wajar saja orang-orang di luar sana mengira begitu. Sebab, 4 remaja laki...