Tidak ada nyesek dan nangis lagi kok :)
Happy reading
...
Bisingnya suara mesin kendaraan yang berlalu lalang di aspal dan banyaknya pedagang kaki lima di pinggir jalan, kembali menjadi hal yang biasa Wawan lihat beberapa hari belakangan ini saat menunggu di halte.
Tepatnya semenjak Shaka dan Nanda masuk rumah sakit, ia harus pulang dengan jalan kaki.
Bukannya Bunda Wendy dan Ayah Adimas tak peduli, justru mereka sangat peduli sehingga ingin mengantar jemput si bungsu ke sekolah. Tapi Wawan sendirilah yang bersikeras ingin pulang sendiri naik angkutan umum saat pulang sekolah.
Alasan Wawan hanya 1. Ia tak mau merepotkan kedua orangtuanya yang sibuk bolak-balik harus pergi kerja dan datang ke rumah sakit. Ditambah lagi mereka jarang singgah lama ke rumah. Paling saat singgah hanya sekadar untuk mampir berganti pakaian.
Tapi jujur saja, sebenarnya jauh di lubuk hati yang paling dalam, Wawan ingin di antar-jemput seperti biasanya. Namun mengingat kondisi kedua kakaknya, ia menekan keinginan dan egonya.
Sempat mendapat tawaran antar-jemput dari Juna, tapi ia merasa sungkan karena melihat raut wajah kakaknya seperti orang yang sedang depresi. Sementara Haikal, dirinya tak tega menambah beban masnya yang sudah repot mengurus rumah sekaligus mengurus organisasi sekolahnya. Katanya sih, sedang mempersiapkan suatu acara karena akan segera lengser.
Ya sudahlah. Lagipula Wawan sudah terbiasa pulang-pergi naik angkutan umum saat masih berada di panti dulu. Setidaknya masih ada keluarga yang mau menerima dirinya dengan tangan terbuka.
Wawan sangat bersyukur.
"Terimakasih." Wawan bergumam dengan senyuman tulus."Nggak jemput, Wan?" Suara seorang laki-laki menyapa indra pendengarannya.
Wawan menoleh ke samping. Menemukan teman kelas sekaligus teman bermainnya saat di panti. Tono, nama panggilannya.
"Nggak." Wawan menggeleng pelan.
"Kamu? Tumben sendirian, nggak bareng sama Bang Aji?" Wawan balik melontarkan pertanyaan pada laki-laki sebayanya yang baru saja duduk disamping kanannya.
"Em... aku udah pindah, Wan." Sorot mata Tono menyendu, "Sekarang aku tinggal bareng Papa sama Mama."
"Sejak kapan?" Wawan mengernyitkan dahinya.
Tono menunduk, melihat sepatu hitamnya yang mengetuk lantai, "Seminggu setelah kamu pergi dari panti."
Wawan mengangguk paham. Oh, rupanya banyak hal yang terjadi dalam waktu singkat.
"Terus kamu ngapain malah ke halte?" Tanyanya penasaran.
Sebab yang ada dibenaknya saat ini, kalau Tono sudah tinggal kembali bersama orangtuanya, berarti temannya itu akan dijemput. Tapi kok, kenapa malah datang kemari?
Tono menghembuskan napas lelah, kemudian merogoh saku celananya. Dua bungkus permen yupi ia keluarkan dan menyodorkan salah satunya pada Wawan. Maka dengan senang hati Wawan menerimanya, membuka, lalu memakannya. Tak lupa bungkus yupinya ia lipat kecil untuk dimasukkan ke dalam saku celana."Kebetulan aja aku liat kamu sendirian." Tono menjawab sambil membuka bungkus yupi, "Jadi, ya aku samperin. Lagian aku juga belum dijemput." Setelahnya ia melahap permen kenyal bertabur gula itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fratrem | NCT DREAM 00 Line ✓
Fanfiction[SUDAH DITERBITKAN] Bagian 1 Teman bermain. Sudah sering Juna, Shaka, Haikal, dan Nanda dikira remaja yang kebetulan bertemu, lalu berteman untuk bermain bersama. Tak masalah, wajar saja orang-orang di luar sana mengira begitu. Sebab, 4 remaja laki...