09 » Romansa Zaman Dahulu

12.6K 2.3K 71
                                    

Dingin dan sejuk.

Aneh memang, tapi Nanda cukup suka udara di rumah nenek saat malam hari. Seperti ada hal yang mampu membuatnya terlelap lebih awal dari biasanya.

Bahkan, Juna yang menderita insomnia akut pun bisa tertidur lebih awal seperti dirinya juga. Rasanya seperti healing dan Nanda suka.

Sayangnya, setiap pukul 3 pagi, ia akan terbangun karena suhu udaranya semakin dingin, lebih dingin dari Jakarta.

Biasanya, Nanda akan membuat kopi agar tetap terjaga dan tak melewatkan sholat subuh. Duduk diruang tamu dan menonton televisi tanpa suara adalah kebiasaannya sedari dulu.

Hampir 30 menit terlewat, Nanda hanya menonton acara sepak bola, dan sesekali menyesap kopinya yang mulai dingin.

Saat Nanda sedang menikmati kebiasaannya, indra pendengarannya menangkap suara yang familiar.

Tuk! Tuk! Tuk!

Seperti suara tongkat yang beradu dengan lantai. Jujur, Nanda kira suara tersebut hanya mereka yang lewat didepan rumah. Tapi, makin lama, suaranya makin mendekat.

Puk.

Nanda terjengit kaget karena bahunya ditepuk dari belakang. Ia menoleh dan menemukan kakeknya yang nampak segar bugar. Seperti habis mandi, tapi ini kan masih terlalu pagi.

"Kamu kenapa, Nan? Kok mukanya kaget begitu?" Tanya kakek abadi berjalan mengitari sofa, dan duduk disamping cucu kesayangannya.

Nanda mengelus dadanya pelan, "Astagfirullah. Kakek kebiasaan ya dari dulu. Nanda kaget, kek."

Kakek terkekeh karena reaksi Nanda yang masih sama sejak dulu, "Kamu itu sudah gede lho, moso masih kaget kayak dulu?"

Nanda memasang wajah cemberut, "Nanda kan nggak tau kalo tadi itu kakek."

Kakek tertawa dan mengelus belakang kepala Nanda yang merupakan cucu kesayangannya. Sebenarnya, semua cucu adalah kesayangannya. Tapi, yang menjadi favoritnya adalah Nanda.

"Kakek habis mandi, ya?" Tanya Nanda saat merasakan tangan dingin kakeknya tak sengaja menyentuh lehernya.

"Iya dong, sekalian sholat tahajud tadi." Jawab kakek seraya menyenderkan hati-hati tubuhnya yang mulai rawan terkena sakit pinggang.

"Nan, kakek jadi inget pas masih muda dulu." Celetuk kakek saat melihat iklan laki-laki dan perempuan yang saling menyuap makanan.

Nanda menoleh, ia mengerutkan keningnya, "Emang kakek kenapa?"

"Kakek dulu pacaran sama nenekmu gara-gara sepakbola lho, Nan." Ucap kakek seraya membayangkan masa lalu.

Nanda bingung. Sepakbola? Apa iya, kakeknya ini dulunya adalah pemain sepakbola? Tapi, masa iya? Sulit dipercaya.

"Pas kakek seumuran kamu, di sekolah kakek ada pertandingan sepakbola. Kebetulan, waktu itu kakek ikut dan jadi pencetak skor paling handal."

Nanda geleng-geleng kepala saat mendengar kalimat akhir yang diucapkan kakek nya. Ini sih, namanya bercerita iya, pamer sedikit iya. Tapi, tak apalah. Kapan lagi Nanda bisa mendengar awal pertemuan orangtua dari bundanya.

"Waktu itu pas kakek lagi tendangan penalti, kakek kekencengan yang nendang bola. Bolanya keluar, terus malah kena ke cewek."

Nanda mengerjapkan matanya. Ada perasaan tak percaya saat mendengar penuturan kakeknya.

"Ceweknya pingsan. Kakek paniklah, untungnya waktu itu ceweknya cuma mimisan. Jadi, nggak papa."

"Tapi, besoknya kakek denger, kalau dia sakit pas praktek olahraga. Kakek langsung merasa bersalah, Nan. Gimana pun juga, semua berawal dari kakek."

Fratrem | NCT DREAM 00 Line ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang