Beberapa malam belakangan ini, Juna kerap merasakan sesak di dada dan rasa tercekik pada lehernya.
Namun, ia merasakan dalam kondisi menutup mata dan badan yang tidak bisa digerakkan. Bukannya takut, hanya saja matanya terasa sulit saat ingin dibuka, dan melihat apa yang terjadi padanya.
Seperti ada yang sengaja menutup matanya.
Dan malam ini, Juna merasakan kembali hal yang sama. Bedanya, kali ini ia bisa membuka matanya setelah berusaha dengan susah payah.
Kaget.
Juna kaget pada apa yang ia lihat.
Sesosok perempuan wajah penuh luka tengah berjongkok di dada nya, dan mencekik lehernya kuat-kuat. Seolah-olah tidak akan membiarkan Juna melihat hari esok.
"MATI!"
Dengan jelas, Juna mendengar jika perempuan itu berteriak mati dengan sorot mata yang penuh kebencian.
Ingin berteriak, tapi suaranya terhenti di tenggorokan. Dan juga, matanya tak bisa berkedip.
Sungguh, Juna mulai kesulitan untuk bernafas.
Cklek.
"Kak?"
Nafas Juna tersenggal, ia meraup oksigen dengan rakus saat sosok perempuan tadi menghilang secara tiba-tiba.
Masih dengan posisi berbaring, Juna beralih menatap seseorang yang baru saja masuk. Haikal.
Ia bersyukur karenanya.
Setelah nafasnya kembali normal, Juna mengambil posisi duduk dipinggir ranjang. Melirik ke arah Haikal yang masih betah berdiri disana.
"Lo ngapain kesini?"
Haikal mengangkat kedua bahunya, "Nggak tau, orang gue cuma disuruh sama Dek Nanda."
Juna mengangguk. Ia bangkit dan berjalan ke arah Haikal. Mendorong bahu adiknya pelan agar berbalik, sementara dirinya menutup pintu kamar.
"Lo nggak papa?" Tanya Haikal khawatir. Ia merasa khawatir saat melihat wajah pucat kakaknya.
Juna mengangguk, "Nanda ada dimana?"
Mereka berjalan beriringan menuruni anak tangga ke lantai 1.
Haikal memeluk pundak sempit kakaknya, "Dia ada di dapur, lagi buat sajen."
"Sajen?" Beo Juna.
Haikal menatap gemas Juna, "Kopi, kak."
Juna hanya diam. Enggan menanggapi.
Setibanya di lantai 1, Juna memilih duduk di sofa ruang keluarga. Merenungkan kembali kejadian kurang menyenangkan yang baru saja dialaminya.
Berbeda dengan Haikal yang memilih berbelok ke dapur.
"Sejak kapan?"
Juna mendongak, menemukan adik bungsunya yang entah sejak kapan telah berdiri disampingnya.
"Jujur aja kenapa sih." Kata Nanda datar. Ia agak kesal karena tak kunjung mendapat jawaban.
Juna menyandarkan tubuhnya pada sofa, kemudian memejamkan matanya, "Seminggu yang lalu."
"Gila! Udah seminggu kayak gitu malah diem aja." Dengus Nanda seraya meletakkan kopinya di meja.
"Yang di gudang lama bukan?" Tanyanya lagi.
Juna menggeleng, "Bukan."
"Kenapa lo bisa di samperin?" Celetuk Nanda sebelum menyesap kopi nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fratrem | NCT DREAM 00 Line ✓
Fanfiction[SUDAH DITERBITKAN] Bagian 1 Teman bermain. Sudah sering Juna, Shaka, Haikal, dan Nanda dikira remaja yang kebetulan bertemu, lalu berteman untuk bermain bersama. Tak masalah, wajar saja orang-orang di luar sana mengira begitu. Sebab, 4 remaja laki...