Apes.
Shaka menatap miris pantulan kaca kamar mandi yang menampilkan badan shirtlessnya. Netranya terfokus pada sisi lengan kanannya. Jika saja kemarin ia tak mencari perkara dengan Ningsih, mungkin saat ini tak akan muncul memar di lengan kanannya karena sebuah cubitan.
"Emang mak lampir beneran calon kakak ipar gue."
Padahal niat hati hanya ingin menjahili Ningsih karena dirinya merasa bosan saat di masjid kemarin. Alasan? Ya karena hanya perempuan berdarah Jawa itu yang memberikan reaksi tak terduga. Walaupun ada Juna juga di sana, mana mungkin Shaka menjahili kakaknya. Yang ada nanti 3 kucing kesayangannya malah dibuang.
Lagipula, Shaka itu hanya bercanda ke Ningsih.
"Ning, lo kan bendahara baik hati dan tidak sombong nih. Minta duit buat jajan es teh dong. Masa cuma minta goceng aja nggak boleh?! Pelit banget. Kak Juna aja nggak keberatan kalau gue minta goceng buat jajan, masa lo keberatan? Nggak gue kasih restu buat dapetin Kak Juna tau rasa lho!"
Memang bagi Shaka niatnya bercanda sih, tapi bagi Ningsih ucapannya Shaka itu sangat menyebalkan untuk didengar biar kata dia tahu Shaka hanya bercanda.
Maklum, lagi banyak beban gara-gara ngurusin duit banyak tapi bukan punya sendiri. Jangan lupa kalau Ningsih juga jadi panitia Qurban. Makin menjadi lah mode senggol geludnya. Dan karena Ningsih orang yang baik hati lagi tidak sombong, ia langsung menghadiahkan cubitan di lengan kanan Shaka.
"Kayaknya kalau gue bilang ke bunda" Shaka menghela napas lelah, "nggak dibela, malah dikasih siraman rohani."
Tak heran sih kenapa Shaka berkata demikian. Sebab, ia ingat jika Bunda Wendy selalu mengingatkan untuk tak iseng ke siapa saja seperti Haikal. Tambah lagi Bunda Wendy sangat akur dengan Ningsih.
Kalau sudah begini bisa dipastikan jika si ibu negara tahu, maka dirinya akan diberikan siraman rohani dengan menggebu-gebu yang lamanya tak dapat diukur dengan angka. Lain halnya dengan Ayah Adimas yang memilih memberi wejangan secara santai, namun sangat berharga untuk sekedar masuk kuping kanan keluar kuping kiri.
"Serba salah deh gue," kata Shaka sebelum memakai kaos berwarna hitam tanpa lengan miliknya yang belum sempat terpakai karena baru selesai mandi.
Ia terdiam, netra tajamnya menatap dirinya yang lain melalui cermin di depannya. Tampan. Mau kaos berlengan atau tidak, ternyata tak mempengaruhi kadar ketampanannya.
"Nggak jelas."
Shaka tersenyum kecil, lalu menggeleng pelan karena merasa heran dengan dirinya sendiri. Bisa-bisanya berpikir demikian. Buru-buru ia mengenyahkan pikiran absurdnya, kemudian mengulurkan tangan membuka kran air pada wastafel. Ia membungkukkan badannya supaya lebih dekat dengan air kran kemudian membasuh wajah.
Walaupun hawa di dalam kamar mandi agak dingin karena masih pagi atau karena hal lain, Shaka merasakan segar pada wajahnya berkat air dingin yang keluar dari kran.
Bukannya langsung meraih handuk muka yang tersampir disampingnya, Shaka malah menumpukan kedua lengannya pada pinggiran wastafel dengan posisi menunduk. Tetesan air yang jatuh dari wajahnya, ia biarkan jatuh begitu saja meskipun beberapa mengenai kaos bagian depan.
Shaka kembali mendongak, menatap kaca yang sedikit buram karena embun. Di sana, ada refleksi dirinya yang sama persis. Tapi tunggu, ada yang aneh sekarang. Padahal Shaka hanya sendirian di dalam kamar mandi. Tetapi kenapa ada sesosok entah apa itu tapi kelihatan pucat dan tengah berdiri di belakangnya?! Sosok yang berdiri di belakangnya itu tampak menatap lurus ke cermin.
'Anjir! Ini mata gue yang salah atau emang ada yang lain?!', batinnya panik.
Shaka merasa jantungnya berdebar kencang. Hawa di sekitarnya mendadak menjadi lebih dingin hingga bulu kuduknya serentak berdiri. Ayolah, ini masih pagi buta lho.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fratrem | NCT DREAM 00 Line ✓
Fanfic[SUDAH DITERBITKAN] Bagian 1 Teman bermain. Sudah sering Juna, Shaka, Haikal, dan Nanda dikira remaja yang kebetulan bertemu, lalu berteman untuk bermain bersama. Tak masalah, wajar saja orang-orang di luar sana mengira begitu. Sebab, 4 remaja laki...