21. Drama Demam

11.8K 1.1K 40
                                    

HAPPY READING
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN

* * *

Hari ini sudah mulai seperti biasanya yakni Raga pergi ke kantor sedangkan Riani bersama Ryan di rumah.

Saat ini Riani sedang membaca buku tentang pedoman menyusun skripsi yang sempat dibelinya beberapa waktu lalu ditemani Ryan yang sedang bermain beralaskan karpet.

“Ma, Ryan mau nanya deh,” ucap Ryan.

Riani menurunkan buku dari depan wajahnya kemudian menatap anaknya itu. “Mau nanya apa sayang?”

“Kenapa dinosaurus gak ada lagi? Kalau kata Papa sih udah punah,” tanya Ryan sembari mengamati mainannya yang berbentuk dinosaurus.

“Karena waktu mereka masih ada, bumi tempat tinggal kita itu ngalamin hujan meteor yang membunuh mereka semua. Itu kata gurunya Mama waktu SMP. Kalau punah itu makhluk hidup yang udah gak ada lagi sama sekali di bumi,” jelas Riani.

Ryan nampak menggaruk kepalanya. “Ryan bingung, Ma.”

Riani terkekeh. “Gak papa. Nanti Ryan bakal belajar kalau Ryan sekolah nanti.”

“Ryan kapan sekolah, Ma?” tanya Ryan.

“Coba Ryan hitung berapa umur Ryan sekarang,” suruhnya.

Ryan mulai menghitung pelan-pelan dengan jari-jari mungilnya. “Satu ... dua ... tiga ... empat! Empat tahun, Ma?”

“Nah bener, berarti Ryan boleh sekolah kalau umur Ryan udah lima tahun.”

“Kenapa harus nunggu sampai lima tahun, Ma?”

“Biar Ryan benar-benar siap untuk sekolah. Supaya Ryan juga berani sama lingkungan baru, sayang.”

Anak itu nampak mengangguk. “Ryan mau makan es krim, boleh?”

“Boleh, kok. Tapi jangan banyak-banyak, ya. Ayo kita ke dapur buat ambil es krim nya,” ajak Riani.

Ryan yang senang langsung menggamit tangan Riani dan berjalan dengan semangat.

Satu cup sedang es krim dilahap keduanya bersama-sama hingga hampir setengah saja karena Riani membatasi jumlah es krim yang Ryan makan.

Ketika selesai, Riani mendapati ponselnya berdering dan tertera nama suaminya. Dengan segera ia menjawab telepon tersebut.

“Halo, Mas?” sapa Riani.

“Hai, sayang. Kamu lagi ngapain?”

“Aku lagi nyatai bareng Ryan. Suara kamu kok serak-serak, Mas? Kamu sakit? Perasaan, tadi pagi kamu baik-baik aja.”

Raga terdengar sedikit mendesah lelah. “Gak kok, cuma gak enak badan. Tiba-tiba aja kek gini.”

“Kamu pulang aja, ya, Mas? Atau aku sama Ryan jemput?”

“Gak usah, aku gak papa. Agak sorean dikit baru pulang. Kamu udah makan?”

“Udah, tapi beneran gak papa 'kan, Mas? Aku takut kamu kena tipes lagi.” Suara Riani terdengar khawatir.

“Iya, aku gak papa. Nanti kalau ada apa-apa pasti aku telpon. Kamu jangan khawatir, ya?”

“Jangan capek-capek, Mas kerjanya. Kalau udah gak sanggup lagi langsung pulang aja, ya.”

“Iya-iya, sayang. Udah ya, aku lanjut dulu dikit. See you.”

“Hm, iya, Mas. Hati-hati nanti baliknya.”

“Papa kenapa, Ma?” tanya Ryan usai panggilan berakhir.

“Gak, Papa cuma gak enak badan.”

Hallo, Mas Duda!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang