18 Agustus 2025
Pelajaran pertama sudah selesai, setelah tadi mendapat penjelasan yang membosankan mendengar suara bel berbunyi membuat hampir semua siswa seperti terbebas dari belenggu rantai yang mengikat kaki mereka.
Bahkan ada yang lebih dulu melompat ke arah pintu untuk mengisi daftar hadirnya setelah guru keluar.
"Aila, hari ini kamu mau ajarin kami lagi 'kan?" tanya salah seorang siswi yang datang ke mejaku.
Sejak pertama kali mengajari, mereka terus memintaku untuk melakukannya. Hari liburku yang harusnya digunakan agar bisa menghadapi masalah kelompok harus hilang karena menerima permintaan mereka. Meski sudah ditolak, mereka terus memintaku sehingga tidak ada pilihan lain kecuali menerimanya.
Selama empat hari ke belakang aku terus berinteraksi dengan anak-anak populer di kelas. Selain minta diajari memainkan alat musik, mereka juga sering mengajakku untuk sekedar jalan-jalan atau hanya untuk berkumpul di depan mini market atau cafe.
Seharusnya aku lebih fokus pada masalah kelompokku sendiri, tapi ketika bersama dengan mereka rasanya seperti mendapatkan kehidupan remaja normal yang aku dambakan.
Terdengar egois memang, rasanya aku tidak ingin terlibat lagi dalam kelompok. Mereka semua bahkan mencurigaiku dan menyalahkanku, meskipun Sherly dan Daniel bilang mereka percaya, aku sama sekali tidak menyukai sifat yang lain.
Jadi aku pikir lebih baik membiarkan hal itu dan lebih memilih untuk menghabiskan waktu lebih banyak dengan teman-teman sekelas. Namun, pada akhirnya sanksi dropout terus membayangi diriku. Aku mulai berpikir, apakah ini sudah akhirnya untuk membuang kebebasan semu.
"La, kamu maukan?"
Suara lembut itu membuyarkan lamunanku. Jawabannya tentu saja aku mau. Kalau benar kehidupan yang aku inginkan ini akan segera berakhir, paling tidak aku masih harus menikmati masa-masa remaja dengan teman sekelas walaupun hanya sesaat.
"Ok bagus deh. Ngomong-ngomong, mau enggak ikut kami ke kantin. Katanya Vero bakalan traktir, soalnya pentas dia tadi malam rame banget," ujar orang di depanku dengan penuh semangat. Kalau tidak salah, yang lain memanggil gadis ini dengan sebutan Nita.
Aku mengangguk, meski ditolak dia dan teman-temannya yang lain akan memaksaku juga jadi lebih baik menerimanya dari awal. Aku berdiri dan memasuki gerombolan gadis-gadis populer membuatku merasa sudah benar-benar berada di dunia yang seharusnya dinikmati sejak awal masuk sekolah. Aku tidak pernah merasa sesenang ini sebelumnya.
"Eh, semalam itu siapa sih yang main gitar?" tanya seseorang yang ada di barisan depan. Aku berada di paling belakang bersama dengan Vero.
"Iya aku juga penasaran. Habisnya dia itu keren banget ya, 'kan?" lanjut salah seorang lagi.
Mereka semua kelihatannya penasaran dengan Guest yang masuk dalam kelompok Vero tadi malam. Kelihatan jelas mereka benar-benar penuh rasa ingin tahu, mungkin saja orang itu berhasil menarik perhatian mereka dan membuat kagum.
"Dia kenalan aku, emang hebat banget sih main gitarnya. Aku aja enggak nyangka dia bisa main sebagus itu," sahut Vero sambil menyentuh pipinya dengan telunjuk dan mengarahkan pandangan ke langit-langit.
Kami terus melangkah, melewati murid-murid lain yang juga baru beristirahat. Lorong yang tadinya sepi sudah mulai dipenuhi orang.
Aku sedikit mengintip ke arah kelas B, ingin tahu apakah Tiara atau Daniel ada di sana. Kelas B kelihatannya masih belajar, karena pintu mereka masih tertutup rapat. Mereka mendapatkan guru yang sulit.
"Tapi, kenapa ya, dia pakai topeng kelinci gitu, jadi enggak keliatan mukanya."
"Terus kelompok kamu yang jadi gitaris itu katanya beneran ke kunci di toilet ya?"
Pertanyaan demi pertanyaan terus menuju ke arah Vero. Dia tampak kewalahan ketika semuanya berbalik dan kini malah menggerumuninya, aku bahkan ikut merasa sesak. Nasib baik, Veronika dapat mengatasi mereka sehingga kami tidak terhenti dan melanjutkan perjalanan ke kantin.
Memang benar seperti yang mereka duga, salah satu anggota kelompok Vero yang berasal dari Kelas D terkunci di toilet saat pentas mereka akan mulai. Vero dan teman-temannya panik saat itu, dan untung saja ada kenalan gadis itu sehingga dapat melaksanakan pentas sesuai jadwal.
"Aku enggak pernah nyangka bakalan gunain fitur Guest Performance sih sebenarnya." Vero mengucapkan itu sambil mengemut lolipop yang baru dibuka.
"Kalau enggak salah sih, itu juga dapetin popularitas, 'kan?" tanyaku ingin ikut dalam obrolan mereka.
"Iya, gitulah pokoknya," balas Vero singkat.
"Ngomong-ngomong, Nopi hari ini enggak masuk ya?"
Aku mengangkat sedikit kepala, teringat nama orang yang menyebabkan kekacauan dalam kelompokku. Setelah malam itu aku sama sekali tidak pernah bertemu dengannya lagi. Biasanya dia akan berada di faksi Vero, dan terus menempel.
Baru aku sadar kalau Nopi semalam bersama dengan orang-orang yang bukan dari Kelas F, karena hanya fokus dengan perkataannya dan masalah kelompok sendiri. Andai aku bisa melihat orang-orang itu lagi di sekolah, mungkin aku bisa mengetahui mereka dari kelas mana.
Mereka terus membicarakan tentang Nopi, dia sangat sulit dihubungi sehingga salah satu diantara mereka memberikan usul untuk mengunjungi kamarnya. Sebenarnya aku sama sekali tidak tertarik, tapi mungkin aku bisa menanyakan siapa yang sebenarnya memberikan lagu kelompokku padanya.
Sebelumnya kelompok kami juga ingin menanyakan langsung pada Nopi. Sayangnya karena tidak tahu dia ada di kamar berapa, dan aku yang sama sekali tidak bisa meminta teman-teman di kelas untuk memberitahuku malah membuatku semakin dicurigai.
Ini adalah kesempatan bagus untuk memperbaiki hubungan dengan Tiara jika bisa mengungkap pelaku sebenarnya yang mencuri lagu kami.
"Kalau gitu entar malam kita ke kamar Nopi deh. Aila mau ikut 'kan?"
"Um, iya mau kok," balasku sambil tersenyum.
Tiba-tiba ada pesan masuk ke smartphone milikku. Pengirimnya adalah Sherly, jadi aku langsung membukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Popularitas adalah Segalanya (Melodi)
Teen FictionCerita tentang seorang gadis bernama Aila Permata Putri yang masuk ke dalam sekolah seni bernama SMA Amemayu. Aila yang ingin merasakan kehidupan SMA yang menyenangkan dengan teman-teman baru malah dihantam oleh kenyataan bahwa sekolahnya sama sekal...