Sudah semakin sore. Langit hari ini terlihat berwarna jingga terang. Setelah membeli alat musik masing-masing kami berpisah dan sekarang aku berada di samping gedung lukis. Aku sedikit heran kenapa ia mengajakku bertemu di sini. Tak ada seorang pun di sini, kecuali diriku.
"Lagian, kenapa harus jam segini sih?" gerutuku sambil mendongkak ke atas. Menerima belaian lembut angin sepoi-sepoi yang sesekali menerpa
Langit sangat indah, sampai-sampai membuatku tidak bisa mengalihkan pandangan. Aku memasukan smartphone ke saku. Dari arah belakang terdengar suara langkah kaki seseorang. Tidak sepertinya ada tiga sampai empat orang.
Aku mengalihkan pandanganku dan menengok ke sana.
Sosok Felly bersama tiga anak laki-laki dengan blazer camel berdiri tegap di sana. Aku sedikit bingung, karena yang mengajakku bertemu hanyalah Felly. Namun, kelihatannya yang datang bukan hanya dia.
Sorot mata itu terlihat begitu tajam, sangat berkebalikan dengan dirinya yang biasa. Hawa dingin mulai menyelimuti tubuhku ketika membalas tatapannya.
"Aila, pagi ini kamu yang ada di gedung lukiskan?" selidiknya dengan intonasi datar.
Entah kenapa rasanya aku gemetar. Sosok lain Felly yang aku dengar tadi pagi sekarang berada dihadapanku. Jantungku semakin berdetak kencang, bahkan aku mulai berkeringat dingin.
Situasi ini benar-benar seperti aku dihadapkan dengan penyihir yang akan segera mengutuk diriku.
"A-Aku enggak ke sana, kok!"
Aku terdengar gugup, gawat. Tentu saja dia akan segera mengetahui kalau aku berbohong. Sama sekali tidak ada jalan kabur dari situasi ini. Tiga anak Kelas D yang dibawa Felly sepertinya dimaksudkan untuk menangkapku jika aku lari. Terlebih lagi ada kemungkinan murid lain yang tiba-tiba menyergapku jika aku mulai lari. Felly benar-benar memotong rute kaburku.
"Jangan pura-pura bego! Aku tau kok, kamu sebenarnya bukan orang yang seharusnya ada di Kelas F. Orang yang kayak kamu ini, benar-benar bikin aku pengen muntah!"
Suara Felly terdengar geram. Jika itu orang lain mungkin hatinya akan terluka dan marah. Perkelahian antar para gadis pun tidak dapat dihindari. Memang terasa sakit mendengar kenyataannya bagiku, tapi ini bukanlah hinaan yang pertama kali aku dengar.
"Maksud kamu apa? Mana mungkin aku enggak di Kelas F kalau aku aja enggak bisa ngapain-ngapain?"
"Kelas F itu cuma tempat buat orang-orang bego yang keterima di sekolah ini. Kamu cuma pura-pura enggak bisa apa-apa, itu menjijikan banget! Ditambah lagi kamu tipe orang yang sulit punya temen, seriusan deh aku benar-benar benci orang yang kayak kamu!"
Semua umpatan yang kamu lemparkan itu benar-benar menyakitkan. Tenang, tetap tenang. Aku berpikir darimana dia mengetahui kalau akulah yang mendengar percakapan mereka. Padahal aku yakin sekali Felly tidak mengetahuinya.
Felly memperlihatkan smartphone miliknya. Terlihat GPS dengan titik merah yang berkedap-kedip. Di atas titik itu terdapat namaku. Dia bisa mendeteksi keberadaanku, bukannya itu ilegal dan melanggar hukum?
"Aku tau kamu ada di sana. Untungnya kita udah temenan," ujar Felly memamerkan seringai menyeramkan.
"Kamu kok kaya stalker ya, serem banget ih."
Wajah Felly makin memerah. Kelihatannya aku salah kalau menggodanya. Ya, seharusnya ini situasi di mana aku marah dan mengamuk menghajar Felly, untungnya itu tidak terjadi. Karena aku adalah orang yang penyabar, tentu saja.
Akan tetapi, aplikasi Amemayu ini jadi benar-benar berbahaya ditangan yang salah, karena bisa melacak siapa pun yang sudah ditambahkan ke daftar pertemanan oleh pengguna.
"Kamu tetap tenang di situasi gini, itu udah jelasin kalau kamu ini memang enggak seharusnya ada di Kelas F. Kenapa kamu nyembunyiin kemampuan sama bakat kamu?"
Kalau dia bertanya begitu aku juga tidak bisa menjawab. Aku tidak memiliki kemampaun atau bakat apa pun. Diriku ini hanyalah murid biasa di sekolah istemewa, jadi pantas saja aku rasa tempatku di Kelas F.
"Kamu sendiri, apa yang sebenarnya kamu coba lakuin sama Kelas F?" aku balik bertanya.
Keheningan terjadi beberapa saat. Tampaknya Felly tidak ingin mengatakan apa pun. Itu pasti, orang bodoh macam apa yang akan membongkar rencananya pada teman sekelas sendiri. Apalagi dia bermaksud untuk mengorbankan Kelas F.
"Aku enggak keberatan ngasih tau kamu."
Eh, apa kamu serius mengatakannya? Anak laki-laki dibelakang bersuara, mereka sepertinya tidak setuju dengan Felly. Perselisihan antara kedua belah pihak yang bekerjasama, seharusnya ini waktu yang tempat untuk segera pergi.
Namun, kakiku sama sekali tidak bergerak karena rasa penasaran tentang rencana sebenarnya Felly.
Akhirnya mereka diam ketika Felly mengatakan kalau rencana mereka tidak akan gagal hanya karena memberitahuku. Dia sangat yakin kalau tidak akan ada yang percaya dengan kata-kataku, dan harus kuakui Felly memang benar. Mulutnya terbuka dan siap mengatakan rencana sebenarnya.
"Aku ngejual anak-anak Kelas F. Saat pentas nanti Ketua Kelas D bakalan nebak saat mereka aktifin A-Box. Hasilnya udah jelaskan, anak-anak yang enggak dapet popularitas kali ini bakalan di dropout."
Bukan hanya itu hasilnya, Ketua Kelas D pasti akan memperoleh banyak popularitas jika tebakannya benar. Ada bagian yang sedikit mengganjal, jika Kelas D berhasil menebak maka seharusnya dalam kelompok itu semua orang tidak mendapatkan popularitas. Aku terdiam sejenak, memikirkan kemungkinan demi kemungkinan yang bisa terjadi. Sepertinya event ini tidak sesederhana itu.
Sekolah ini memaksa murid-muridnya untuk bersaing satu sama lain, jadi mustahil mereka memberi kami kemudahan untuk bekerjasama. Aku ingat, untuk melakukan pentas murid baru hanya diberi kesempatan dua kali dalam sebulan sehingga sekolah menyuruh kami membentuk kelompok.
Dengan begitu satu kelompok bisa melakukan pentas sepuluh kali pada event. Aku mengerti gambaran kasarnya sedikit, tapi masih mengganjal.
"Kamu ngasih tau aku soal ini, apa kamu yakin aku enggak bakalan nyebarin perbuatan kamu di kelas?"
"Emangnya kamu yakin bakalan ada yang dengerin kata-kata kamu? Malahan aku bisa balikin fakta ini dan kamu bakalan dimusuhin sama satu kelas."
Uh, dia benar. Kalau begini aku tidak bisa apa-apa lagi selain berhati-hati dengannya mulai dari sekarang. Felly berjalan mendekat, dia mengarahkan telunjuknya kewajahku.
Seringainya makin lebar. Aku masih ragu apakah ini benar Felly atau bukan. Sifatnya saat di kelas dan sekarang benar-benar berbeda, seperti dua sisi koin. Dia semakin mendekat, sampai telunjuknya menyentuh dahiku. Tiba-tiba dia langsung menghapus jarak di antara kami berdia lalu berbisik di samping telingaku.
"Karena kamu udah tau semua, aku bakalan bikin kamu keluar dari sekolah ini."
Benar-benar seperti mimpi buruk. Aku sudah berurusan dengan penyihir yang benar-benar mengerikan. Dia tidak akan main-main dengan perkataannya, Felly pasti akan melakukan segala cara agar aku dikeluarkan dari sekolah. Kelihatannya kehidupan sekolahku yang damai akan berakhir sekarang.
Felly, yang mana wajahmusebenarnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Popularitas adalah Segalanya (Melodi)
Ficção AdolescenteCerita tentang seorang gadis bernama Aila Permata Putri yang masuk ke dalam sekolah seni bernama SMA Amemayu. Aila yang ingin merasakan kehidupan SMA yang menyenangkan dengan teman-teman baru malah dihantam oleh kenyataan bahwa sekolahnya sama sekal...