Malam harinya, aku langsung pulang ke asrama yang lebih mirip seperti apartemen. Kamarku berada di lantai 16, nomor 164. Kamarnya cukup luas, ada tempat tidur, kamar mandi dan dapur. Sekolah ini benar-benar memiliki fasilitas terbaik.
Namun, siswanya harus bisa memanajemen diri sendiri. Mulai dari bangun hingga tidur, bahkan pengelolaan uang harus bisa memanajemennya dengan baik jika tidak mau berakhir mengandalkan makanan dan barang gratis yang disediakan sekolah.
Aku langsung merebahkan diri di atas kasur. Notifikasi masuk dari aplikasi Amemayu di smartphone milikku. Isinya adalah surel tentang beberapa maklumat penting dan aturan-aturan yang berlaku untuk event pertama kami.
Sangat banyak, aku rasa sebagian besar murid tidak akan membaca semuanya. Aku juga sepertinya hanya perlu membaca tentang petunjuk dan larangan-larangan.
Ada sesuatu yang menarik, untuk pembentukan kelompok ada beberapa persyaratan khusus. Dalam satu kelompok, maksimal hanya boleh ada dua orang dari kelas yang sama. Selain itu, sistem pembagian poin akan bergantung pada kesepakatan kelompok dan juga vote perorang oleh penonton.
Di sini juga dikatakan kalau setiap kelompok boleh meminta murid lain untuk menjadi guest performance dan akan mendapatkan bayaran popularitas tergantung kesepakatan dengan kelompok yang memintanya.
Kalau begitu pihak sekolah menyuruh kami bekerja sama dengan kelas lain. Aku kira para murid hanya perlu bersaing antar kelas, ternyata ini lebih seperti persaingan individu.
Berarti setiap orang di Kelas F harus memilih murid-murid kelas lain yang memiliki kemampuan bagus dalam musik agar selamat dari ancaman dropout.
"Kelompok, ya ...."
Aku bergumam sendiri, memikirkan bagaimana cara membentuk kelompok. Aku menyesal selama sebulan ini kurang bisa berinteraksi dengan kelas lain.
Yah, aku tidak bisa bilang itu hal yang harus dikhawatirkan. Karena selama sebulan ini aku hanya mencoba berteman dengan orang-orang di kelasku, walaupun hasilnya juga nihil.
Mungkin aku bisa berinteraksi dengan beberapa orang di kelas, tapi tidak ada yang benar-benar menjadi teman baik. Hanya Felly saja yang mendekatiku. Ah, andai saja sifatku sepertinya.
Kembali kulihat layar smartphone tadi. Membaca beberapa peraturan event yang berlaku. Larangan melakukan kontak dengan keluarga atau orang dekat, larangan mengancam kelompok lain, dan larangan-larangan lainnya. Selanjutnya ada tata cara mengaktifkan A-Box dan metode menebak kelompok lain saat pentas.
Cara menebak kelompok lain cukup sederhana. Ketua kelompok akan menebak siapa yang mengaktifkan A-Box saat pentas dari kelompok lain.
Sedangkan untuk menyalakan A-Box, tidak harus ketua kelompok. Semua anggota kelompok boleh melakukannya. Akan tetapi ada peringatan, jika pada layar kecil A-Box akan ditampilkan nama murid yang melakukannya.
Bukankah itu terlalu beresiko? Apalagi aku tidak tahu persis di mana posisi A-Box. Bisa saja ada kelompok lain yang melihat lewat sana dan dengan mudah dia menebaknya.
Aku rasa sekolah tidak akan menyelenggarakan permainan yang mudah diprediksi, pasti ada sistem keamanan lain. Bagaimanapun juga, hal ini mengusik pikiranku. Sistemnya terlalu cacat dan banyak celah.
Saat sibuk dalam lamunanku, panggilan masuk berbunyi. Sedikit kaget dan tidak percaya melihat ke layar ponselku. Terlihat jelas bahwa nama pemanggil itu adalah Felly. Ini pertama kalinya aku mendapatkan telepon dari teman sekelas, wow senangnya.
Segera kuangkat telpon tadi. Mengucapkan sapaan yang umum dikatakan untuk menerima panggilan.
"Halo."
"Ah, malam La. Maaf ya aku ganggu malam-malam gini." Suara yang familiar itu terdengar dari ponsel.
"Kamu enggak ganggu, kok. Ngomong-ngomong baru kali ini kamu nelpon aku, kenapa?" tanyaku.
Kelihatannya Felly sedikit ragu-ragu, selama beberapa detik dirinya diam dan hanya terdengar suara napasnya. Sebenarnya ada kemungkinan besar Felly memanggilku karena ingin membicarakan pembentukan kelompok. Kalau tidak, mana mungkin dia akan menelponku saat begini.
"Sebenarnya, aku pengen nanya ...."
Oke sedikit lagi, tebakanku pasti benar. Dia akan mengundangku untuk membentuk kelompok. Kebahagiaan yang kudapatkan ketika satu-satunya teman di kelas akan mengajakku.
"Pernah enggak kamu pacaran?"
Hah? Tunggu dulu, tunggu. Ini bukan telingaku yang salah dengar, 'kan? Rasanya seperti ada petir yang menyambar diriku, ekspetasi yang tidak sesuai dengan realita.
"La, kamu denger enggak?"
Butuh beberapa detik untuk aku bisa kembali sadar dari lamunan tentang hubungan manusia yang rumit tersebut. Aku sama sekali tidak pernah mengalaminya, tetapi dikehidupan SMA, itu mungkin adalah momen yang menyenangkan. Oh benar, aku harus segera menjawab pertanyaan Felly.
"Felly, apa menurut kamu aku ini cewek yang pernah pacaran?"
Sedikit menyakitkan mengungkap kenyataan tersebut. Yah walaupun tidak akan ada hal baik terjadi jika aku berbohong. Semoga dia segera mengganti topik pembicaraan ini ke arah pembentukan kelompok. Ayolah Felly, aku ingin bergabung denganmu.
Namun, rasa penasaranku timbul, kenapa dia menanyakan soal pacaran tiba-tiba?
"Ahaha, benar juga ya. Maaf ya, La. Nanya ini sama kamu," ujarnya canggung.
Tidak, kamu tidak perlu minta maaf. Kita berdua sama sekali tidak salah. Aku baru memikirkannya, mungkin ada seorang anak laki-laki yang menyatakan perasaannya pada Felly.
Maksudku siapa yang tidak akan menyukai tokoh sentral Kelas F. Menurutku penampilan Felly juga menarik, dia bahkan bisa dengan mudah akrab dengan siapa saja. Wah Felly, tolong ajari aku agar bisa sepertimu.
"Enggak kok, enggak papa. Tapi kenapa kamu tiba-tiba nanya gitu?"
"Sebenernya, tadi sore ada yang nembak aku. Tapi aku bingung, terus dia nunggu aku jawab. Aku sama sekali enggak pernah ngalamin ini."
Seperti yang diduga. Namun, aku sedikit terkejut karena Felly juga belum pernah pacaran. Padahal sebelumnya aku yakin orang populer sepertinya pasti memiliki hubungan seperti itu, ternyata tidak semudah menilai sampul buku ya untuk mengetahui seseorang. Seharusnya aku tidak mengatakan apa-apa, tapi ....
"Aku juga enggak ngerti masalah gituan, sih."
Mau bagaimana lagi, aku memang tidak punya pengalaman dalam bidang itu. Sangat menyedihkan. Berkata-kata manis pada sesuatu yang tidak pernah kualami hanya akan membuatku seperti orang bodoh yang menceramahi orang lain dengan petuah kosong.
Ngomong-ngomong soal pengakuan ... cinta, ya? Aku jadi penasaran, apa suatu hari nanti aku juga akan mendapatkan pengakuan seperti itu ketika berada di sekolah ini? Lalu aku harus bereaksi seperti apa kalau itu terjadi ya?
Jangan terlalu berpikir sombong Aila Permata Putri! Mana mungkin ada laki-laki yang memberikan pengakuan kalau aku sendiri masih kesulitan memiliki teman di kelas. Ah, kelihatannya memang mustahil untuk gadis suram sepertiku, ya? Aku menertawakan diriku sendiri dalam keputusasaan.
"Ahaha, gitu ya, La? Maaf deh, udah ganggu kamu. Tapi kayaknya aku udah tau jawaban apa yang bakalan aku kasih ke dia."
Helaan napas lega terdengar dari balik telepon. Kata-katanya tadi juga sudah menarikku dari pemikiran melantur yang semakin gelap saja. Seketika itu juga aku mengingat tentang pembentukan kelompok event. Sebelum Felly menutup teleponnya, aku buru-buru bersuara.
"Ngomong-ngomong, Felly. Apa kamu udah kepikiran mau bikin kelompok musik sama siapa?"
"Bener juga ya, hampir lupa. Aku baru dapet notifnya, kayaknya kalau sekelas cuman boleh dua orang ya. Oh iya, gini aja. Karena yang lain juga nanya sama aku, mending aku bantuin kalian nyariin orang buat bikin kelompok. Nanti aku usahain deh supaya Kelas F dapat kelompok bagus. Gimana menurut kamu?"
"Eh, kalau kamu enggak keberatan boleh kok."
Seperti yang diharapkan dari Felly Andara. Kamu benar-benar malaikat Kelas F. Dengan bantuan Felly, semua anak mungkin akan mendapatkan kelompok yang bagus. Aku segera menjawab setuju dan terus mengobrol dengan Felly tentang hal-hal biasa seperti kejadian di sekolah sore tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Popularitas adalah Segalanya (Melodi)
Fiksi RemajaCerita tentang seorang gadis bernama Aila Permata Putri yang masuk ke dalam sekolah seni bernama SMA Amemayu. Aila yang ingin merasakan kehidupan SMA yang menyenangkan dengan teman-teman baru malah dihantam oleh kenyataan bahwa sekolahnya sama sekal...