(Vol. 1) 2nd Event: Alice (Bagian 6)

35 17 0
                                    

Banyak sekali siswa yang memenuhi kantin untuk makan siang. Hampir seluruh meja sudah terisi. Ada juga yang mengantre makanan.Lonjakan ini dikarenakan kami keluar bersamaan saat pelajaran kedua.

Karena tidak pernah biasanya ada kelas gabungan jadi ini adalah kali pertama kelas 1 memiliki waktu istirahat yang sama.

"La, kamu mau makan apa?" tanya Tiara membalikan badannya.

Saat ini kami sedang berbaris untuk membeli makanan. Beberapa minggu ini aku sering menghabiskan waktu makan siang bersama Tiara. Sepertinya hubungan kami berjalan dengan baik.

Gadis itu bahkan sudah lebih banyak bicara dibandingkan beberapa waktu lalu. Dia juga bilang padaku kalau dirinya sudah mengikuti klub tari tradisional.

"Aku pesen yang kamu pesen aja, deh. Aku cari tempat duduk aja, ya?"

"Oke."

Segera aku pergi dari barisan dan mencari tempat duduk yang masih tersisa. Hari ini kantin benar-benar ramai, sulit menemukan kursi kosong. Sampai akhirnya mataku melihat ada tempat tanpa pemilik di dekat dinding kaca.

Secepat mungkin aku menuju ke sana sebelum ada orang lain menempatinya. Bersamaan dengan Tiara yang membawa dua porsi mie goreng yang masih panas.

Aku seharusnya tahu kalau Tiara pasti akan membeli mie goreng. Kami duduk saling berhadapan sambil memakannya. Mie ini terlalu panas untuk lidahku. Berbeda dengan gadis di depanku, dia dengan santainya memakan mie itu walaupun masih panas. Tiara benar-benar luar biasa jika melahap makanan favoritnya.

"Kamu makannya cepet banget," ujarku menatapnya heran.

"Mumpung masih panas. Aku enggak suka makanan dingin."

Tiara benar, makanan dingin memang tidak terlalu enak, tapi bukannya mie ini masih terlalu panas. Harus diakui kalau mulut gadis itu benar-benar hebat karena bisa memakan mie yang baru saja diangkat dari penggorengan atau mungkin hanya karena lidahku saja yang tidak terbiasa dengan makan-makanan seperti ini?

"Kamu beneran enggak mau ikut ekskul, ya?" Tiara yang sudah menghabiskan makanannya mengangkat topik lain.

"Kayanya enggak bakalan, deh. Kamu tau sendiri, 'kan? Ayah kamu nyuruh aku enggak ikutan apa-apa."

"Yah, aku sebenarnya enggak harus ngomong gini, sih."

Tiba-tiba Tiara diam sebentar melihat sekeliling sebelum melanjutakan pembicaraan kami. Entah ada apa dengannya, mata itu terlihat sangat waspada dan berhati-hati. Lalu dia menggerakan badannya sedekat mungkin ke arahku dari meja seberang. Karena rasa penasaran aku juga ikut melakukan apa yang dia lakukan.

Tiara berbisik, "Kalau kamu enggak ikutan ekskul bakalan bahaya lo, jadi hati-hati."

Aku sama sekali tidak paham dengan apa yang dia maksud, wajahku mungkin seperti orang bingung sekarang. Gadis itu membenarkan kembali posisi duduknya.

Meskipun aku tak terlalu mengerti dengan peringatan barusan, Tiara seperti tidak ingin menjelaskan lebih jauh lagi. Dia hanya diam menunggu aku menghabiskan mie goreng yang masih tersisa.

Sebelum makanan itu habis, Tiara langsung berdiri dan mengatakan kalau dia mendapat pesan dari temannya untuk segera kembali ke kelas. Aku tidak punya hak untuk menahannya, jadi dia pergi dan meninggalkanku sendirian di sini.

Melihat sekeliling yang dipenuhi orang-orang duduk dengan sahabatnya membuatku sedikit iri.

Andai aku punya lebih banyak teman dan itu dari kelas yang sama, mungkin aku tidak akan kesepian seperti sekarang. Rasanya sama saja seperti kehidupanku selama di rumah, menyantap hidangan sendirian dalam kesepian.

Padahal aku tidak ingin mengingat kenangan pahit ini. Akan tetapi, sepertinya kepalaku menolak 'tuk melupakannya.

"Permisi, aku boleh duduk di sini enggak?"

Suara lembut itu membangunkan aku kembali ke kenyataan. Ia adalah seorang gadis cantik yang mengenakan blazzer hitam sepertiku. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai ke belakang, ketua kelas, Felly Andara.

"Iya, silahkan."

Wow, aku formal sekali. Sedikit bingung harus bersikap seperti apa dengan sosok sentral di kelas. Lagipula ini sama sekali tidak pernah diduga sebelumnya dan yang paling membuat kaget adalah ia duduk di sebelahku.

Padahal bangku seberang masih kosong, siswi terhormat ini malah memilih yang ada di sampingku tanpa ragu-ragu.

Pikiranku jadi sedikit kacau karena faktor yang tidak terduga. Kegugupanku kali ini lebih besar daripada yang biasanya. Apa mungkin karena aura Felly benar-benar berbeda daripada orang lain?

Ia terasa sangat bisa diandalkan dan akan menolong siapa saja yang membutuhkan. Entah kenapa aku memang merasa dirinya seperti itu.

Ada yang aneh, aku baru menyadarinya sekarang. Ia sama sekali tidak membawa makanan atau minuman. Lalu untuk apa Felly kemari. Aneh jika ia kesini hanya duduk dan tidak melakukan apa-apa. Atau mungkin dirinya kemari untuk mengajakku berbicara?

"Nama kamu kalau enggak salah Aila, 'kan?" keramahannya benr-benar di-level yang berbeda.

Hanya anggukan pelan yang bisa aku berikan. Ia benar-benar membuatku gugup, sangat berbeda dengan Tiara. Meskipun auranya terpancar seperti bisa didekati oleh siapa saja, namun akan mustahil bagi orang sepertiku.

"Kamu suka sendirian, ya?"

Apakah itu pertanyaan atau hinaan. Entahlah aku sama sekali tidak tahu. Mungkin di matanya Aila Permata Putri adalah seorang anak yang suka menyendiri dan tidak suka berteman.

Jika kamu berpikir begitu maka kamu salah besar, Felly. Aku ingin sekali memiliki teman, bahkan sebelum masuk ke sekolah ini aku berpikir untuk mendapatkan banyak teman.

Namun sayang, hari pertama sama sekali tidak berjalan baik. Bahkan sekarang hanya perasaan gugup yang timbul ketika berinteraksi dengan orang baru.

"Enggak kok, cuma kebetulan aja."

Hanya jawaban itu yang terpikir olehku. Tidak ada kebohongan, lagipula tujuan Felly datang kemari sama sekali belum jelas. Apakah ia ingin mengajakku berteman? Aku berharap demikian walaupun kemungkinannya sangat kecil.

"Gitu, ya? Aku kira kamu emang suka sendirian. Oh iya, kamu belum masuk ke grup kelas, 'kan? Jadi aku pengen minta kontak kamu, boleh?"

Ternyata itu tujuan utamanya. Tunggu sebentar, teman-teman di kelas sudah membuat grup chat dan sepertinya hanya aku yang tidak dimasukkan ke sana. Bukankah itu terlalu kejam? Padahal kita memulai hari yang sama.

Sepertinya kemampuanku bersosialisasi semakin merosot, menyedihkan. Awal yang baik jika bergabung dengan grup obrolan media sosial. Terima kasih, Felly, kamu adalah penyelamat.

Kami bertukar kontak, setelah itu pesan masuk kalau aku sudah dimasukkan ke dalam grup obrolan oleh Felly. Ia tersenyum dan menjabat tanganku sambil memperkenalkan namanya untuk kedua kalinya bagiku. Walaupun begitu aku mengikuti arus tanpa mengatakan apa-apa dan hanya mengangguk pelan.

Hari yang panjang dan sangat melelahkan, aku telah kembali ke asrama dan kini merebahkan diri di atas kasur. Kuambil smartphone dari saku dan mulai memutar Nocturne Op. 9, No. 2 yang ditulis oleh Chopin.

Ingin memperbaiki pendengaranku yang sedikit sakit sebab permainan anak SMA yang sama sekali tidak harmonis. Lantunan piano terdengar sangat indah, bagai melihat bayangan kota dengan langit malam yang gelap.

Popularitas adalah Segalanya (Melodi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang