3rd Event: Cinderella
"Sebuah topeng memberi tahu kita lebih dari sekedar wajah."
Oscar Wilde
10 Agustus 2025
Pertama kalinya aku melihat awan mendung di bulan Agustus. Mataku tidak berhenti menatap ke atas, meskipun tahu sebentar lagi akan turun hujan.
Kesempatan untuk pertama kalinya merasakan hujan tidak akan kulewatkan begitu saja. Sejak kecil sampai sekarang aku tidak diperbolehkan terkena air hujan, bahkan sekedar merasakan dengan telapak tangan juga dilarang.
Angin deras menerpa, terasa dingin sehingga mengubah sensasi beberapa hari belakangan. Orang-orang berjalan keluar asrama sambil membawa payung ditangan, sementara mereka yang masuk terlihat buru-buru.
Aku masih berdiri di halaman tanpa bergerak satu langkah pun. Mata beberapa orang yang lewat melirikku heran, tak jarang berbisik dengan teman seperjalanannya. Dianggap aneh pun aku tidak peduli, jika itu demi memuaskan rasa ingin tahuku.
Tetes demi tetes air hujan turun, mulai menyiram rambut dan wajahku. Seiring berjalannya waktu, air tadi makin lebat dan juga membasahi seluruh pakaian serta tubuhku.
Sensasi dingin menusuk tulang, berasal dari hujan yang menyentuhku. Perasaan yang tidak pernah aku alami ini benar-benar menyenangkan. Ingin rasanya tetap berada di sini sampai hujan reda.
Sambil memejamkan mata dan menikmati tetesan air hujan yang dingin, kepalaku mendongkak ke atas. Meskipun nanti akan terkena demam, aku tidak peduli karena yang lebih penting adalah merasakan pengalaman baru.
Sejak kecil rasa penasaranku selalu tinggi sampai-sampai tidak menghiraukan dampak negatifnya.
"Kamu ngapain, La?"
Suara laki-laki yang bercampur derai hujan itu terdengar familiar, membuatku membuka mata. Aku disambut oleh payung yang menghalangi air yang menyentuhku.
"Kamu ngeganggu aku tau," ujarku saat melirik wajah si pemegang payung.
Ekspresinya tampak bingung, keningnya bahkan terangkat sedikit. Dia seperti tidak mengerti dengan kata-kata tadi, Daniel hanya mematung di sana. Tangan satunya memegangi payung lain yang belum dibuka. Ah, aku mengerti sekarang. Tanganku pun bergerak mengambil payung itu darinya.
Aku kira dia akan segera pergi setelah aku menerima payung ini, tetapi malah tetap mematung di sana dengan wajah bingungnya. Apa ini karena aku tidak membuka payungnya? Mungkin, tapi aku masih ingin menikmati tetesan air ini lebih lama.
Anak-anak lain yang tadi ada di sini kebanyakan sudah masuk ke dalam ketika hujan semakin lebat, menyisakan kami berdua di bawah payung kuning ini.
"Niel, kamu sering enggak ujan-ujanan gini?"
"Hah, itu mah sering banget malah. Kamu kenapa sih, La? Sakit hati gara-gara ditolak cowok?"
Aku tidak menjawab pertanyaannya, sekarang yang lebih menarik adalah merasakan tetesan air hujan yang tanpa henti jatuh di atas telapak tanganku.
"Aku cuma penasaran gimana rasanya ujan," kataku sambil tersenyum.
Daniel malah tambah bingung, sepertinya dia sama sekali tidak mengerti. Aku juga hampir selesai, jadi kurasa tidak perlu menjelaskannya lebih jauh, akan lebih baik dia tidak tahu. Kakiku mulai melangkah, menuju kembali ke asrama. Laki-laki itu mulai mengikuti dari belakang.
Menyenangkan, meskipun seluruh tubuhku basah. Ini adalah bukti bahwa rasa penasaranku sudah terbayar. Ketika berada di depan pintu asrama ada tempat khusus untuk meletakan payung. Setelah melipatnya dan mengelap sedikit, kuletakan payung yang tadi dipinjamkan Daniel.
Ketika sedang menunggu elevator, Daniel ada di sebelah dan terus bertanya kenapa aku diam di bawah hujan.
Jelas sekali aku menjawab kalau diriku ini penasaran dan ingin merasakannya. Namun, berulang kali dia membantah serta mengatakan kalau aku sedang patah hati atau semacamnya dan memberi nasihat yang menurutku tidak perlu.
"Kepala kamu itu isinya asmara doang, ya?"
"Hah, ya enggak lah! Tapi siapa pun yang ngeliat kamu di sana lagi ujan-ujanan, mereka pasti bakalan mikir kalau kamu lagi patah hati. Aku aja bisa nebak kalau kamu ditolak cowok atau mungkin cowok yang kamu suka udah jadian sama cewek lain."
Pembicaraan ini tidak ada artinya, karena kepala Daniel kebanyakan hanyalah tentang sulap, asmara, dan hal-hal yang tidak begitu penting. Jika aku terus berdebat dengannya pasti akan kalah, dia sangat keras kepala. Mungkin menerima apa yang dituduhkan bisa membuatnya diam.
Akan tetapi, setelah dipikir, itu hanya akan mendatangkan rumor yang tidak diinginkan. Rumor seperti itu hanya akan memperburuk keadaanku yang sama sekali tidak mempunyai teman di kelas. Lebih baik sekarang mencari topik lain untuk dibicarakan daripada terus membahasnya.
"Ngomong-ngomong, Niel. Kamu udah mahir main gitar?"
Sukses, rencanaku untuk membungkamnya berhasil. Dia kini berpikir untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Aku tahu betul kalau Daniel sama sekali belum bisa memainkan instrumennya dari latihan semalam. Namun, hal ini juga perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi kinerja kelompok kami saat pentas nanti.
Fakta yang diberikan oleh Sherly semalam juga sedikit menarik perhatianku. Setiap orang dalam kelompok harus mengaktifkan A-Box, dan itu berhubungan dengan fitur pentas pada aplikasi Amemayu yang di mana kelas 1 bisa melakukan pentas dua kali. Yang berbahaya adalah jika kita tertebak dua kali ketika mengatifkan A-Box maka tidak akan ada popularitas yang didapatkan.
Daniel masih diam, kelihatannya dia mulai murung. Mungkin aku terlalu berlebihan karena menyinggung hal tadi. Maafkan aku Daniel, karena tidak ada pilihan lain.
"Kamu pasti bisa, Niel. Semangat, ya." Aku memberinya semangat sambil mengepalkan kedua tanganku di depan dada. Bersamaan dengan itu, kami pun sampai di elevator.
Aku sedikit heran, karena Daniel hanya berdiri diam di sana sambil menunduk. Tidak ada gerakan satupun yang dia lakukan, sehingga aku bertanya apa dia ingin masuk.
"Aku nunggu temen, La. Kamu duluan aja," jawabnya.
Senyuman tipis terlihat dibibirnya, sebuah senyuman palsu. Dari sana aku tahu kalau perkataanku tadi sudah benar-benar menyinggungnya. Tapi biarlah, orang seperti Daniel tidak mungkin jatuh hanya karena pertanyaan seperti tadi.
Tanganku menyentuh tombol lantai yang dituju, sebelum pintu ini tertutup aku melambaikan tangan dan Daniel membalasnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/219120245-288-k496693.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Popularitas adalah Segalanya (Melodi)
Novela JuvenilCerita tentang seorang gadis bernama Aila Permata Putri yang masuk ke dalam sekolah seni bernama SMA Amemayu. Aila yang ingin merasakan kehidupan SMA yang menyenangkan dengan teman-teman baru malah dihantam oleh kenyataan bahwa sekolahnya sama sekal...