Pelajaran sudah berakhir, kebanyakan murid kelas 1 berlalu-lalang membawa instrumennya masing-masing di jalan menuju gerbang utama. Cukup banyak kelompok yang ingin pentas sepulang sekolah kalau aku melihat dari jumlah orang yang membawa alat musik.
Karena kelompok kami ingin latihan setelah menonton pentas, aku juga membawa keytar yang aku beli semalam.
Mereka belum juga datang, padahal aku tadi sempat ke asrama untuk mengambil instrumenku. Sebagian yang berjalan melewatiku adalah kelompok yang berisi lima orang sambil menggendong instrumen di punggung mereka.
Sekolah memfasilitasi kami pergi dengan dua buah taksi untuk berangkat menuju panggung. Aku tidak bisa berhenti takjub dengan biaya yang dikeluarkan sekolah hanya untuk satu event. Lebih baik tidak usah memikirkannya dan menikmati saja, hendaknya sih begitu.
Amemayu Group memang luar bisa, memiliki banyak anak perusahaan yang mampu menopang ekonomi negara. Mungkin jika sudah dewasa aku akan bekerja di sana.
"Aila, maaf lama." Tiara akhirnya tiba kemari. Dia tidak membawa apa-apa. Tentu saja, karena instrumen yang dipakainya adalah drum–di mana setiap studio latihan pasti memilikinya.
Di belakangnya ada anak-anak yang mengikuti, dari blazernya aku bisa menebak dari kelas mana saja mereka berasal. Satu siswi perempuan dari Kelas A dan satu lagi dari Kelas B. Sisanya ada 2 siswa Kelas C dan yang terakhir dari Kelas E. Mereka adalah kelompok yang ingin kami saksikan pentasnya.
Matahari sudah semakin tergelincir ke ufuk barat, meskipun sudah sore hawa udara masih terasa panas. Hasrat untuk melihat pentas sudah berkurang, aku malah ingin segera pergi dan masuk ke dalam studio yang memiliki AC kalau begini.
Tiara menggunakan aplikasinya untuk memesan taksi, ia bilang kalau Daniel nanti menyusul dan kami berangkat lebih dulu bersama mereka. Aku rasa tidak ada pilihan lain kecuali menurut, kami melangkah bersama menuju jalanan, di mana sudah ada tiga taksi menunggu.
Aku duduk di depan, bersebelahan dengan supir. Sedangkan Tiara bersama temannya yang juga berasal dari kelas B. Sudah lama aku tidak melihat kota, dari balik jendela aku menatap dunia yang dipenuhi dengan mobil dan beberapa gedung tinggi. Bahkan ada toko-toko kecil dekat jalan, membuat sedikit nostalgia.
"Terus gimana ceritanya kamu bisa sekelompok sama anak Kelas A?" Tiara terdengar bersemangat. Di kursi belakang dirinya sedang berbincang dengan Sintya yang juga merupakan murid Kelas B.
"Hoo, pengen tau?"
Mereka sedang larut dalam perbincangan itu, aku sama sekali tidak punya kesempatan masuk. Selain tempat duduk, perasaan canggung dengan orang baru masih tersisa pada diriku. Apalagi teman Tiara kelihatan seperti orang yang tidak bisa diajak mengobrol oleh orang sepertiku.
Daripada memikirkannya aku lebih memilih untuk memperhatikan jalanan yang kami lalui. Kota ini masih sama, dipenuhi oleh orang-orang yang berlalu lalang di jalanan, bersantai di tongkrongan, dan ada beberapa orang mengenakan seragam kebersihan.
Bahkan masih ada pedagang kaki lima mendorong gerobaknya. Benar-benar pemandangan berbeda dengan yang ada sekolah.
"Eh beneran, dia sendiri yang ngajakin? Kalau gitu kamu hebat banget dong!"
Suara Tiara barusan membuatku kembali ingin mendengarkan pembicaraan mereka. Sosok Ratu Kelas A benar-benar dipandang sebagai orang yang luar biasa, ya?
Jadi jika seseorang dipilih masuk kelompoknya akan menjadi kebanggaan tersendiri. Aku tidak akan berbohong kalau murid dari Kelas A itu memang memiliki daya tarik yang khas, apalagi tahi lalat di bawah mata kanannya.
"Hoho, Sintya ini emang jenius, kok," sahut teman Tiara dengan bangganya.
"Wow, kamu emang beneran jenius. Terus-terus, anggota lainnya dia juga yang ngajak?"
Sikap Tiara yang sekarang ini sangat berbeda saat bersama denganku. Ia terlihat seperti seorang gadis yang sangat suka bergosip, sisi Tiara yang lebih feminim. Sementara yang satu itu bisa dikatakan benar-benar narsistik. Ah, mungkin aku memang tidak akan cocok berteman dengan orang sepertinya.
Akhirnya kami sampai pada panggung yang ada di alun-alun. Panggung itu kelihatannya mampu menampung lima sampai enam orang untuk bermain instrumen.
Di samping sana ada sebuah mesin seperti arcade, mungkin itu yang disebut dengan A-Box. Hanya ada kami dan kelompok yang dipimpin anak Kelas A tadi, mereka turun sambil membawa instrumen masing-masing.
Sepertinya penduduk sekitar sudah mengetahui perihal siswa SMA Amemayu akan melakukan pentas sehingga ramai orang yang datang ke sini. Meskipun begitu, kebanyakan mungkin adalah orang-orang yang tujuannya hanya datang kemari tanpa ada maksud untuk menyaksikan pertunjukan.
"Kalian lama banget ya, haha."
Sambutan itu datang dari Daniel yang duduk dibangku taman, dia sudah lebih dulu sampai kemari. Hal yang mengejutkan adalah dia bersama dengan dua anak dari Kelas D, padahal aku lihat pesan mereka tadi tidak mau ikut menonton.
Namun, ini bukan masalah besar, karena aku bisa lebih akrab dengan Sherly sehingga bisa mengorek informasi lebih banyak tentang ketua kelas mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Popularitas adalah Segalanya (Melodi)
Teen FictionCerita tentang seorang gadis bernama Aila Permata Putri yang masuk ke dalam sekolah seni bernama SMA Amemayu. Aila yang ingin merasakan kehidupan SMA yang menyenangkan dengan teman-teman baru malah dihantam oleh kenyataan bahwa sekolahnya sama sekal...