(Vol. 2) 2nd Event: Si Kecil Hans (Bagian 6)

50 24 4
                                    

“Siapa kamu sebenarnya?”

Pertanyaan itu sontak keluar dari mulutku ketika mata kami bertemu. Riri masih menampilkan muka kaku, tetapi nada bicaranya tadi jelas-jelas seperti meminta konfirmasi.

Berbagai kemungkinan muncul di kepalaku. Seperti kemungkinan Riri adalah salah satu Amemayu Children’s. Namun, presentasenya kecil. Agak semberono kalau dia memang Amemayu Children’s untuk melakukan ini.

“Siapa aku itu enggak penting. Kamu, sebenarnya tujuan kamu sekolah di sini itu apa?”

“Apa kamu pernah dengar? Orang enggak bakalan mau ngomongin masalah pribadinya sama orang yang belum dia kenal dengan baik.”

“Aku bisa balikin kata-kata kamu tadi. Bukannya kamu pengen tau hubungan aku sama Tiara?”

Seakan-akan tidak mau kalah dalam hal defensif, Riri mendorongku. Sudah kuduga, dia memang orang yang sulit dihadapi.

“Kalau gitu aku minta maaf.”

Aku berhenti mengejar pembicaraannya, tetapi itu hanyalah basa-basi sebelum melakukan serangan balasan. Melihat tingkahku tadi, Riri menampilkan sedikit ekspresi terkejut.

“Kamu cepet nyerah, ya?”

“Soalnya kita sama-sama enggak mau saling buka rahasia, ‘kan?”

Riri terdiam sebelum mengalihkan pandangannya. Dia kembali menengok pemandangan dari balik jendela taksi, aku pun sama. Langit jadi lebih gelap, lampu-lampu di jalanan sudah menyala sebagai ganti cahaya. Walau aku bilang tadi ingin menyerang Riri kembali, tetapi sekarang bukan waktunya.

Kami akhirnya kembali ke area SMA Amemayu. Riri langsung turun dan berjalan lebih dulu meninggalkanku di depan gerbang. Entah apa yang sebenarnya gadis itu pikirkan, aku tidak bisa menebaknya.

Setelah beberapa saat memperhatikan pemandangan di luar nan gelap, aku masuk melewati pintu gerbang. Dan tanpa sengaja aku malah berpapasan dengan Tiara Pratiwi yang baru saja turun dari taksi.

Angin malam bertiup, mengangkat sedikit rambutku. Kami saling berpandangan, tidak dalam kondisi bersahabat tentunya. Tiara masih terus memancarkan aura permusuhan, tidak menyukai kehadiranku di sini. Sementara aku masih terdiam membalas tatapannnya dengan kaku.

Tiara berdecak, sebelum akhirnya pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun.

“Tiara, tunggu ....”

Entah apa yang aku pikirkan, kata-kata tadi keluar dari mulutku. Meski begitu, Tiara tidak menghentikan langkahnya. Suaraku sama sekali tidak bisa menggapai gadis itu.

Namun, bukan saatnya untuk menyerah. Aku masih ingin mengonfirmasi sesuatu. Dengan sedikit keberanian dan tekad aku mengepalkan tangan sebelum berlari mengejarnya.

“Aku bilang tunggu,” ujarku sambil meraih lengan Tiara.

Gadis itu tampak terkejut, tetapi dalam sekejap ekspresinya berubah marah dan langsung menepis tanganku.

“Apa-apaan kamu?!”

Sikapnya menunjukkan ketidaksukaan. Tiara bahkan memberikan tatapan tajam. Kalau digambarkan secara sederhana, dirinya mirip dengan hewan liar yang mempertahankan daerahnya.

“Ada yang pengen aku tanyain.”

“Bukannya udah aku bilang kalau aku enggak bakalan bantuin kamu lagi. Mulai sekarang kita itu cuma orang asing, jangan ganggu aku!”

Hal yang keluar dari mulutnya hanyalah penolakan. Tiara sungguh-sungguh ketika mengatakan kalau dia tidak akan membantuku lagi di lain waktu, dan sepertinya kontakku sudah terputus darinya. Di bawah langit yang gelap kami berada, saling memandang dengan cara yang berbeda.

Popularitas adalah Segalanya (Melodi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang