11 Agustus 2025
Event pertama bagi kelas 1 di mulai hari ini, minggu kedua bulan Agustus. Pagi berjalan seperti biasanya, murid-murid berjalan dari asrama menuju gedung kelas.
Meskipun event sudah dijalankan, kewajiban kami untuk belajar tetap tidak berubah. Setiap kelompok hanya boleh melaksanakan pentas setelah pelajaran selesai. Sehingga waktu melakukan pentas berkisar dari jam tiga sore sampai sebelas malam.
Daerah pentas adalah sebelas wilayah yang ada di kota. Walau dulunya sekolah terisolasi, tetapi sepertinya mereka memberi gebrakan baru untuk mulai menunjukan bakat murid-muridnya di depan umum.
Masyarakat sepertinya melihat kami bersenang-senang. Namun, pada kenyataannya hal ini menjadi tekanan tersendiri bagi kami karena kalau tidak memperoleh popularitas maka akan mendapat hukuman dropout.
Langkahku terhenti, tepat ketika melihat sosok anak laki-laki yang sedang berdiri dengan tegapnya di depan pintu asrama. Matanya memandang ke arahku sehingga dia sadar dan melambaikan tangannya. Ah, mungkin hanya perasaanku, mustahil yang ditunggu oleh Daniel adalah aku, pasti dirinya sedang menunggu Tiara.
"Pagi, Niel." Aku berjalan mendekatinya.
"Kamu emang beneran suka telat, ya?" Daniel tertawa kecil ketika aku sudah ada dihadapannya.
Aku tidak membalas pertanyaan itu, sehingga keheningan terjadi. Kami hanya saling diam, tidak bersuara atau berpindah posisi sedikit pun.
Kecanggungan ini benar-benar berat, aku sama sekali tidak bisa membuka percakapan kalau orang lain tidak memulainya. Entah kenapa sejak kemarin Daniel lebih pendiam daripada biasanya, membuatku sedikit khawatir.
Mungkin memang harus aku yang memulai percakapan lebih dulu, meskipun sudah minta maaf soal kemarin perasaan aneh masih mengganjal di hatiku. Aku sudah bertekad untuk bicara lebih dulu, tidak ada kata mundur.
Maju Aila!
"Sorry, Niel, aku kesiangan. Wah Aila juga belum berangkat. Ayo kita bareng."
Suara Tiara yang terdengar dari belakang membuat mulut ini kembali tertutup. Aku melihatnya baru saja keluar dari elevator dan bergegas kemari.
Aku mengangguk, karena selama ini tidak ada yang mengajakku untuk pergi bersama kecuali Felly, tentu saja aku akan senang jika ada seseorang yang mengajakku. Akhirnya kami memutuskan untuk berjalan bersama.
"Hari ini kelompok Sintya bakalan pentas habis pulang sekolah di panggung dekat alun-alun, 'kan? Gimana kalau kita nonton mereka?"
Tiara menyarankan pikirannya, mungkin ia bermaksud untuk melihat bagaimana kelompok lain untuk melakukan pentas atau bisa saja dirinya ingin menebak siapa yang menyalakan A-Box. Tidak, kurasa Tiara bukan orang yang sembrono seperti itu.
Kelihatannya Daniel setuju, dia berpendapat kalau menyaksikan kelompok lain kita bisa mendapat pengetahuan tentang bagaimana menjalankan event. Aku sama sekali tidak keberatan, mungkin kami akan mendapat pengetahuan mengenai sistem event jika menyaksikan orang lain terlebih dahulu.
Masalahnya adalah anak-anak Kelas D, apakah mereka akan ikut atau tidak. Sepertinya Sherly masih bisa diajak bekerja sama, sayangnya Anjas tidak. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana meyakinkan orang itu agar bisa lebih berpartisipasi untuk kelompoknya sendiri.
Lagi pula tujuan utamanya saja adalah membuat semua anggota dikeluarkan, jadi hanya keajaiban yang bisa membuka mata hatinya, ah menyedihkan sekali.
"Ngomong-ngomong, Aila. Tadi malam kamu jalan bareng cowok kan?" tanya Daniel tersenyum.
Kelihatannya bukan aku saja yang terkejut dengan pertanyaan Daniel barusan. Gadis di sebelahku melirik kemari dengan tatapan kaget. Yah, aku sebenarnya tidak bisa menyangkal, karena memang aku melakukannya.
Memang ada orang yang kuajak bicara tadi malam, tetapi itu untuk memastikan sesuatu dan cuma dia yang memiliki jawabannya. Tidak lebih tidak kurang hanya suatu hal membosankan yang kami bicarakan.
Akan tetapi, kenapa mereka malah melihatku dengan tatapan penasaran? Rasanya jadi tidak nyaman dan membuatku ingin segera menjauh. Bukankah hal yang wajar untukku berbicara dengan seseorang, meskipun gender kami berbeda?
Tunggu, tunggu, bagi mereka tentu saja ini tidak wajar. Daniel dan Tiara adalah remaja kebanyakan yang otaknya ditumbuhi bunga. Ah, mungkin mereka akan mengira kalau aku sedang menjalin hubungan dengan seseorang.
"Dia bukan siapa-siapa, kok. Cuman temen," ujarku agar terbebas dari prasangka menakutkan mereka.
Aku tidak terlalu keberatan dengan Tiara karena ia sangat menghargai privasi orang lain. Sebaliknya, Daniel adalah seorang yang bergaul dengan siapa saja dan suka menyebarkan rumor yang dilihatnya.
Aku penasaran, apa anak laki-laki sekarang menyukai hal-hal semacam gosip? Membayangkannya saja sudah membuatku bergidik.
"Haha, iya. Mana mungkin Aila begitu." Tiara tertawa sambil menutup mulutnya. Entah kenapa aku merasa sedikit tersinggung.
"Kalau cuman temen syukur deh, berarti aku masih punya kesempatan," ucap Daniel yang kemudian juga ikut tertawa.
"Kamu jangan mimpi, Niel," ejek Tiara.
Aku hanya bisa ikut tertawa mengikuti candaan mereka. Meskipun baru kenal, aku berharap kami semua bisa berteman dengan baik. Walaupun nantinya kelompok ini akan dibubarkan, hari-hari yang kami buat tidak akan dilupakan dan terus menjadi kenangan indah dikehidupan SMA.
Satu-satunya yang aku khawatirkan adalah cara kami memperoleh popularitas nantinya, sebab tanpa popularitas sama saja artinya dengan angkat kaki dari sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Popularitas adalah Segalanya (Melodi)
Novela JuvenilCerita tentang seorang gadis bernama Aila Permata Putri yang masuk ke dalam sekolah seni bernama SMA Amemayu. Aila yang ingin merasakan kehidupan SMA yang menyenangkan dengan teman-teman baru malah dihantam oleh kenyataan bahwa sekolahnya sama sekal...