02 September 2025
Topik yang ramai diperbincangkan sekarang tak perlu lagi ditebak, pasti berputar tentang free event dan juga yang berhubungan dengan hal itu. Aku baru saja mengangkat kepala dan tidak sengaja mendengarkan percakapan beberapa siswi yang bergerombol pada bangku di depanku.
"Kalian ngerti enggak soal kartu yang semalam Pak Irfan bilangin?"
"Aku udah nanya sama teman aku di kelas lain, mereka juga enggak tau soal begituan."
"Sama, aku juga udah nanyain sama teman aku yang Kelas B. Mereka juga enggak dibilangin apa-apa soal kartu."
"Padahal baru aja kita selamat dari event semalam. Sekarang malah harus siap-siap lagi." Salah satunya mengeluh, badannya tampak lemas dan jatuh ke atas meja dengan embusan pasrah.
Baru beberapa hari berlalu semenjak Kelas F berhasil melewati event musik yang bisa mengakibatkan kami terkena dropout. Kami berhasil melaluinya dan mulai ingin bernapas dengan tenang.
Sayangnya, free event yang akan datang langsung mencoba mencekik. Walau kebanyakan orang–tentu aku juga–belum tahu apa kegiatan ini bisa memberikan dropout atau tidak. Pastinya kami tetap harus waspada. Kenapa semua orang berpikiran begitu?
Karena tadi malam Vero memberi tahu di grup chat kelas kalau paling tidak bersiap dengan kemungkinan terburuk dan meminta murid-murid yang memiliki informasi 'tuk membagikannya di sana–grup chat.
"Lagi mikirin apa?"
Aku segera menoleh ke samping kanan, mendapati sosok siswi pendek yang menatapku dengan pandangan kosongnya–seperti biasa.
"Cuman dengerin orang-orang ngobrolin soal kemarin." Aku memberikan jawaban jujur. Namun, lawan bicaraku tak sedikit pun mengubah ekspresinya. Tetap kaku. Ah, mungkin wajahku juga sama sepertinya.
"Bukannya Pak Irfan bilang kalau dia bakalan ngasih tau kita pas mapel terakhir. Jangan kebanyakan mikir yang enggak perlu." Vero kemudian berjalan ke arah kursinya setelah meninggalkan kata-kata tadi.
Pak Irfan memang mengatakan kalau dirinya akan membagikan informasi lain tentang free event saat jam pelajaran Teori Bentuk Musik nanti siang.
Seberapa banyak yang Pak Irfan berikan nanti? Seberapa akurat informasi tersebut? Apa benar kalau guru itu akan memberi tahu kami? Banyak keraguan yang terus mencuat di kepalaku kalau ini berurusan dengan orang tersebut.
"Ngomong-ngomong, Aila. Hari ini kamu mau ikut ke luar buat nonton, enggak?"
Ketika aku masih mencemaskan beberapa hal, Vero kembali sambil membawa tawaran yang mengejutkan. Rupanya dia hanya menaruh tas di tempat duduk tadi.
"Eh, maksudnya?"
"Katanya mulai hari ini kita udah bisa keluar buat liat-liat gimana panggung di setiap daerah. Yang lain mikirnya ini kesempatan bagus buat ke bioskop."
Aku mengerti, pihak sekolah memberikan kami kesempatan untuk melihat panggung yang kelihatannya akan menjadi poin penting dalam free event yang akan diadakan sebentar lagi.
Namun, beberapa gadis di Kelas F mau memanfaatkan kesempatan keluar dari sekolah ini untuk pergi ke bioskop dan menonton film dengan santai. Apa ini bisa dibilang kalau mereka terlalu menganggap remeh event berikutnya?
Kalau diingat-ingat hari ini aku juga membuat sebuah janji dengan seseorang tadi pagi. Mengingat itu adalah pertemuan yang penting, aku rasa harus merelakan ajakan yang tampak menggiurkan ini.
Maksudku siapa yang tidak mau menikmati kehidupan gadis remaja yang bersenang-senang dengan menonton film bersama teman-temannya? Aku harus memberikan sedikit keluhan pada orang yang ingin menemuiku nanti.
"Maaf, kayaknya aku enggak bisa kalau hari ini." Dengan sedikit nada menyesal aku menyatukan kedua telapak tanganku.
Vero tidak langsung menanggapi penolakkan itu, tetapi malah dia menunduk seperti memikirkan sesuatu. Selang beberapa detik, Vero mengangkat kepalanya dan menatapku dengan tatapan yang tak dapat dimengerti.
"Kalau gitu apa boleh buat."
Dia melepaskanku begitu saja, tanpa menanyakan alasan penolakkan tadi. Aku sedikit bersyukur karena Vero tidak mengejarnya. Terlalu merepotkan kalau harus menjelaskan hal tersebut.
"Menurut kamu, apa Pak Irfan bakalan ngasih tau semua informasi soal free event entar?"
Di antara keheningan setelahnya, aku mengembalikan topik pembicaraan kami ke semula. Aku perlu seseorang untuk bertukar pikiran. Entah Vero cocok untuk peran itu atau tidak, mendengar pendapat orang lain selalu bisa memberikan sedikit pencerahan.
"Aku ngeraguin hal itu."
Aku dan Vero memiliki pemikiran sama mengenai kejadian nanti. Tidak, mungkin semua orang di kelas memiliki kesimpulan serupa. Individu bernama Irfan Juanda sudah melabeli dirinya sendiri buruk di mata kami–siswa Kelas F.
Sebelum aku membalas, Vero lebih dulu menambahkan, "Kamu ingat waktu pertama kali kita masuk, 'kan? Dia keliatan enggak niat ngajar. Bulan kemarin juga baru ngasih tau sistem sekolah yang sebenarnya. Kalau dibandingin sama kelas lain, kayaknya informasi yang kita punya pasti ketinggalan. Jangan ngarepin apa pun sama dia."
Dengan kata lain, jangan terlalu berharap informasi tambahan yang akan diberikan Pak Irfan nanti siang adalah informasi yang lengkap. Bisa saja nanti Pak Irfan hanya memberikan sedikit kulitnya tanpa benar-benar memperlihatkan isinya.
Namun, aku sedikit terganggu dengan ucapan Vero tentang informasi Kelas F yang tertinggal dibanding kelas-kelas lainnya. Apa Vero memiliki koneksi dengan kelas lain? Pemikiran itu seketika terlintas di benakku.
Aku ingin mengejar tentang hal itu, tetapi aku urungkan.
"Ngomong-ngomong, kenapa kamu mikirin hal itu?" tanya Vero, hal tersebut membuat kedua alisku terangkat. "Maksud aku, teman-teman lain kayaknya enggak peduli sama free event, mereka mikirin soal senang-senang soalnya bisa ke kota lagi mulai hari ini. Di kelas ini, yang mikirin soal ini kayaknya cuman kamu."
Apa yang Vero ingin sampaikan adalah semua murid di Kelas F tidak memedulikan perihal free event dan lebih memilih untuk menikmati kehidupan remaja yang biasa.
Dan sialnya, di mata gadis ini aku adalah satu-satunya orang yang cukup mencolok karena menaruh fokus pada free event.
"Bukannya tadi malam kamu bilang free event ini belum tau bisa kena dropout atau enggak? Soalnya, aku takut kalau nanti malah dikeluarin dari sekolah," ungkapku cemas. Ketakutan ini wajar, karena siapa pun orangnya tidak akan bisa lepas dari sanksi yang sudah sangat jelas diberikan sejak awal.
Vero hanya diam mendengar kata-kataku. Matanya melihat mataku begitu hampa, seolah aku tidak berada di sana sejak awal.
Ketika bibir Vero bergerak untuk mengatakan sesuatu, bel pelajaran pertama tiba-tiba saja berbunyi. Bersamaan dengan itu pula, Ibu Sekar datang ke kelas dan menyuruh kami semua duduk di kursi masing-masing.
Aku melirik smartphone-ku yang baru saja menerima pesan masuk. Dia adalah orang yang ingin membuat janji denganku tadi pagi. Kontaknya hanya tertera nomor tanpa nama, karena aku memang tidak mau menyimpan kontaknya.
[Aku agak sibuk sepulang sekolah nanti. Tapi aku tidak bisa membatalkan pertemuan kita, jadi bisakah kau datang ke ruang OSIS setelah istirahat pertama?]
Begitulah isi pesannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Popularitas adalah Segalanya (Melodi)
Novela JuvenilCerita tentang seorang gadis bernama Aila Permata Putri yang masuk ke dalam sekolah seni bernama SMA Amemayu. Aila yang ingin merasakan kehidupan SMA yang menyenangkan dengan teman-teman baru malah dihantam oleh kenyataan bahwa sekolahnya sama sekal...