(Vol. 1) 5th Event: Kancil (Bagian 12)

29 14 0
                                    

Akhirnya hari yang dinantikan telah tiba. Hari di mana kami akan menampilkan seluruh hasil latihan kami. Banyak hal yang sudah terjadi, dari awal perkenalan, sulitnya berinteraksi dengan anggota dari Kelas D, serta pencurian lagu yang sebenarnya perbuatan salah satu anggota walaupun dirinya tidak bermaksud.

Perselisihan dengan Tiara, dan fakta tentang Daniel yang bertindak gegabah karena terbawa emosi. Semuanya menjadi kenangan, kenangan yang tidak akan pernah aku lupakan. Kepribadian mereka, pola pikir mereka, semuanya benar-benar berharga.

Pentas kami akan dimulai setelah pulang sekolah nanti, lalu akan terus berlanjut sampai masing-masing dari kami bisa mengaktifkan A-Box. Taruhan yang beresiko, tetapi harus dijalankan. Maksudku, masih ada satu orang yang jelas-jelas adalah bawahan Ryan yang akan memperhatikanku.

Belum lagi, ada kemungkinan lain semua anggota kami akan mendapat nasib buruk yang sama. Aku tidak bisa menjamin, sepertinya target Ryan bukan hanya Kelas F. Mungkin dia juga akan melakukan hal yang sama dengan kelas lain yang satu kelompok dengan bawahannya.

Tidak ada yang pasti, pada akhirnya aku berhenti menebak-nebak isi kepala orang lain dan menunggu bagaimana cerita ini akan berakhir.

Topik pembicaraan di kelas sekarang adalah bagaimana pentas kelompok, apakah sudah dipakai atau apakah sudah habis dan selesai. Mereka terus mengobrol disela-sela istirahat. Hari ini benar-benar sibuk untuk semuanya karena bagi yang masih memiliki hak pentas akan menggunakannya hingga batas terakhir.

Dari sepuluh lokasi, yang berpotensi menjadi tempat ramai akan digunakan oleh banyak kelompok untuk melakukan pentas di hari terakhir. Hal ini menjadi rumit bagi kelompokku sendiri untuk mencapai target minimum lima kali konser. Jadi Daniel selaku ketua memutuskan panggung yang kurang ramai.

Lawan kami bukanlah Felly, Ryan, ataupun kelompok lain. Kami harus berhadapan dengan waktu, jika kami tidak mencapai target maka bisa dipastikan ada beberapa orang yang tidak bisa melanjutkan kehidupan di sekolah.

Agar bisa aman, aku seharusnya yang lebih dulu mengaktifkan A-Box. Namun, masih ada rasa khawatir sebab bisa saja ada yang menebak saat kami menggunakan fitur pentas. Hasilnya tetap sama, bayang-bayang dropout masih menghantui kami.

Setelah pulang sekolah kami buru-buru mengambil alat musik masing-masing. Lalu sampailah kami di sini, sebuah panggung yang berada di daerah paling barat salah satu Kecamatan Kota Yogyakarta.

Aku kira tidak akan ada kelompok lain, karena menurut Daniel di sini adalah panggung yang paling sedikit penontonnya, Tapi ternyata di panggung ini ada terdapat sekitar empat kelompok yang akan tampil selain kami.

Dari semua kelompok aku hanya nengenal satu diantaranya. Mereka adalah kelompok Sintya yang merupakan salah satu teman Tiara dan Daniel. Walaupun begitu aku tidak terlalu mengenal Sintya, bisa dibilang aku hanya sekedar tahu.

Persis seperti info yang didapat, daerah panggung ini benar-benar sepi. Tidak banyak orang yang tertarik untuk datang kemari. Hanya ada sekitar puluhan orang yang berlalu lalang, tetapi entah akan bertambah atau tidaknya seiring berjalan waktu.

Entah karena tempatnya adalah lapangan luas dari tanah atau apa, tidak seperti panggung lain di tempat-tempat wisata populer. Namun, masih ada beberapa pedagang kaki lima yang berjualan di tempat ini. Harapan untuk mendapatkan beberapa poin masih ada.

Ditambah lagi, kebanyakan orang-orang yang tinggal disekitaran sini lebih didominasi lansia dan pekerja kantoran yang masih muda. Aku bisa mengerti permainan musik anak-anak SMA tidak akan banyak menarik perhatian mereka.

Mungkin itu juga menjadi alasan panggung tempat ini lebih kecil. Hanya muat untuk berlima dengan alat musik masing-masing dan tidak tersisa ruang yang cukup luas untuk berpijak.

"Halo," sapa Sintya yang datang menghampiri kami yang baru saja selesai mengambil alat musik dari dalam taksi.

Tiara langsung bertanya alasan eknapa kelompok mereka yang lumayan terkenal di pusat kota malah memilih tampil di sini. Tentu saja aku juga sedikit penasaran, mungkin menguping sedikit tidak akan menjadi masalah.

"Hmm, ketua aku mikirnya pasti bakalan lama kalau ngantri tampil di alun-alun. Jadi mending cari tempat yang sepi buat ngabisin hak pentas."

Pemikiran ketuanya dengan Daniel tidak berbeda. Memang lebih bagus menghabiskan hak pentas di tempat sepi. Aku rasa popularitas mereka sudah banyak, sehingga mau pentas ditempat manapun mereka tidak akan mendapat masalah.

"Kamu tau enggak, beberapa hari belakangan ini jadi kacau banget lo."

"Hah, emang kenapa?" tanya Tiara sedikit penasaran.

Mereka mulai mengobrol, tentang beberapa topik yang kurang mengenakan beberapa hari belakangan. Mulai dari banyaknya Guest Performance yang tidak terlalu pandai bermain musik. Alat musik beberapa kelompok yang di sabotase. Kerusuhan di tempat-tempat tertentu saat pentas dan beberapa murid yang terkena kasus perkelahian.

Sejak event dimulai sudah banyak kejanggalan yang terjadi, tetapi aku yang kurang sensitif sama sekali tidak menyadarinya. Bukan, lebih tepatnya adalah aku yang mencoba untuk tidak peduli sama sekali. Mungkin masih banyak masalah yang aku sendiri tidak tahu dan mungkin memang lebih baik seperti itu.

Kami berpisah dengan kelompok lain karena kami yang baru saja datang harus menunggu giliran. Daniel akan berusaha untuk mendapatkan urutan tampil terakhir. Menguntungkan atau tidak, yang jelas kami masih puya batas waktu untuk tampil lima kali berturut-turut sampai pukul 22.00 nanti jika rencananya berhasil.

"Aku bahkalan lakuin yang terbaik," ujar Sherly memberikan semangat pada dirinya sendiri.

"Yah, gara-gara kamu aku jadi serius enggak nurutin perintah Ryan dan bahkalan sungguh-sungguh supaya tidak di DO dari sekolah."

Anjas kelihatannya sedikit berubah. Dari yang awalnya menerima mentah-mentah untuk bermain buruk dalam kelompok sekarang menjadi sosok yang mencari kebebasannya sendiri. Namun, kapasitas kepercayaanku tidak bisa diukur pada orang sepertinya. Jadi lebih baik mengambil sedikit langkah untuk berjaga-jaga.

Untungnya pihak sekolah membangun tenda kecil untuk para muridnya beristirahat sambil menunggu giliran. Mereka bahkan juga menyediakan kipas kecil untuk mengurangi hawa panas.

Aku duduk di kursi yang disediakan, karena tidak ada lantai di sini, hanya tanah kosong yang ditumbuhi sedikit rumput. Dindingnya adalah triplek kayu yang di cat putih. Seperti rumah darurat yang dibuat untuk mengungsi.

"Akhirnya kita pentas ya, walaupun di hari terakhir," ucap Daniel bersyukur. Dia baru saja masuk kemari bersama Tiara setelah membicarakan urusan tampil tadi.

"Gimana hasilnya, mereka mau?" aku ingin tahu.

Dia merespon dengan anggukan penuh keyakinan, dengan begini kami pasti bisa melewati event dengan perasaan tenang. Sekarang setelah melewati saat lima kali kami akan menunggu hasilnya.

Tidak akan ada yang tahu apakah akan berbuah baik atau sebaliknya. Jelas sekali kami tak akan mengetahui berapa banyak popularitas yang kami dapatkan saat tampil atau apakah mungkin kami tertebak. Semuanya akan diumumkan pada hari itu, hari yang akan menentukan eksistensi kami di SMA Amemayu.

Popularitas adalah Segalanya (Melodi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang