20 Agustus 2025
Kemarin sore, Nopi Ariani ditemukan dalam gudang dalam keadaan terluka parah. Sekujur tubuhnya lebam, wajah babak belur, dan beberapa kukunya dicabut. Pelakunya sudah jelas dan tidak diragukan lagi adalah Daniel.
Aku tidak ingin memaafkannya yang berlaku kejam, meskipun dia melakukannya demiku ataupun kelompok. Hendaknya aku memberitahu pihak sekolah tentang kejadian sebenarnya, tapi aku masih membutuhkan Daniel agar bisa lulus dari ujian yang disebut event.
Pihak sekolah bahkan tidak melakukan penyelidikan atau bertanya pada kami, membuatnya semuanya menjadi mudah. Tetapi di sisi lain hal itu juga menyeramkan, seakan mereka membiarkan hal mengerikan terjadi terhadap siswanya. Setelah membawa Nopi ke klinik kami diminta kembali ke asrama dan disuruh melupakan apa yang dilihat serta jangan menyebarkan rumor apapun.
Masalah lainnya bagi kehidupanku, sekarang bagaimana caranya bersikap ketika bertemu dengan Daniel? Aku terus memikirkannya. Daniel masih bebas karena pihak sekolah tidak menggubris masalah tersebut, mereka tak ingin tahu.
Atau mungkin mereka menunggu kami menyelesaikan event terlebih dulu dan akan mengurus masalah ini nanti. Entahlah, aku sama sekali tidak mengerti. Baik Tiara, Daniel, bahkan SMA Amemayu sendiri, tak ada yang aku pahami. Semuanya abu-abu, bagian luar saja yang tampak sementara kebenarannya ditutup rapat-rapat.
Aku mengangkat kepala, memandang jalan menuju gedung pelajaran. Angin musim hujan berhembus sangat dingin, bahkan bisa menembus blazer yang membuat siswa kepanasan pada saat kemarau. Langit mendung lagi, entahlah aku tidak menghitung berapa kali hujan sudah turun bulan Agustus ini.
Beberapa siswi lain yang kebetulan beriringan denganku mempercepat langkah mereka. Pilihan yang tepat, sebab aku sudah mulai merasakan beberapa tetes air jatuh membasahi pipi.
"Aila enggak bawa payung ya?" tanya suara di belakang.
Sontak aku memalingkah wajah dan melihat siapa sosok tersebut.
"Aku bawa dua nih, kebetulan banget ya," ujarnya ketika mata kami bertemu.
Tangan kecil itu menyodorkan sebuah payung merah muda yang baru saja ia ambil dari dalam tas. Sementara tangan satunya sudah memegang payung merah yang terbuka. Sherly tersenyum ketika aku menerima bantuannya.
"Tumben kamu enggak bareng Anjas," ujarku sembari membuka payung tersebut.
Sherly langsung melangkah tanpa memberikan jawaban dan berjalan di sampingku. Suasana hati gadis ini kelihatannya sedang bagus, senyuman tadi belum juga hilang. Aku penasaran, apakah ada hal baik yang terjadi padanya?
"Karena, aku pengennya bareng Aila," jawabnya terus menatapku dengan wajah penuh kebahagiaan.
Jantungku berdetak dua kali lebih cepat, menerima perkataan manis dari seorang teman membuatku senang. Andai aku bisa lebih jujur, mungkin aku sudah memeluknya dengan erat dan memintanya agar bisa pergi dan pulang bersama setiap hari.
"Ngomong-ngomong, Sherly. Kamu asalnya dari SMP 9, ya?" tanyaku membuka topik pembicaraan yang agak pribadi.
"Aila tau darimana aku dari SMP 9?" ekspresi herannya terlihat jelas. Siapapun akan bereaksi seperti itu jika ditanyai sesuatu yang agak personal.
Tidak mungkin memberitahunya kalau aku tahu dari data yang dikirimkan Ryan beberapa hari sebelumnya. Aku bukannya ingin jadi penguntit atau semacamnya, aku hanya penasaran dengan biodata Sherly dan Anjas, sehingga aku memintanya. Tolong maafkan aku.
"Soalnya ada anak dari SMP 9 juga di kelas aku."
Tiba-tiba aku teringat kalau pernah berbicara dengan seorang teman di kelompok Vero yang berasal dari SMP 9. Dia juga mengatakan nama orang-orang yang satu sekolah dengannya dan berhasil masuk SMA Amemayu. Diantaranya adalah Felly dan Sherly.
Aku sendiri sedikit terkejut setelah mengetahui kalau Felly pernah satu sekolah dengan Sherly saat SMP. Akan tetapi, melihat dari sifat Sherly yang begini aku jadi ragu kalau mereka pernah bertegur sapa atau apa. Ya, itu hanya asumsiku saja.
"Kamu cukup terkenal juga ya," kataku sedikit tersenyum.
"Enggak juga kok, aku enggak punya banyak teman pas sekolah."
Raut mukanya yang tadi ceria berubah menjadi suram, sama seperti langit sekarang. Ah, sepertinya aku sedikit menyinggung masa lalu yang tidak ingin Sherly ingat. Seharusnya sejak awal aku tidak mengangkat topik ini.
Kami hanya terus berjalan dibawah rinai hujan. Tidak ada lagi yang bersuara, sibuk memikirkan urusan masing-masing. Sampai akhirnya kami tiba di depan gedung sekolah. Sherly langsung menaruh payungnya dan berlari meninggalkanku.
Sepertinya tadi aku benar-benar melakukan kesalahan karena mengungkit sesuatu di masa lalu Sherly. Mungkin nanti aku harus membaca data yang diberikan oleh Ryan sampai akhir.
Asal sekolah, teman, peristiwa penting, orang tua dan berbagai informasi pribadi lainnya. Aku masih bingung bagaimana cara Ryan mendapatkan semua data dari anak-anak Kelas D. Namun, berkat hal itu juga aku sedikit terbantu untuk memahami Sherly dan Anjas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Popularitas adalah Segalanya (Melodi)
Teen FictionCerita tentang seorang gadis bernama Aila Permata Putri yang masuk ke dalam sekolah seni bernama SMA Amemayu. Aila yang ingin merasakan kehidupan SMA yang menyenangkan dengan teman-teman baru malah dihantam oleh kenyataan bahwa sekolahnya sama sekal...