Side Event Ryan Pratama
"PEMBUAT BONEKA KAYU"
Bagian 2
30 Agustus 2025
[Hari ini bisa temenin aku buat nikmatin weekend? Mumpung sekolah masih ngebolehin kita buat keluar?]
Aku kembali membaca pesan yang tadi pagi kukirimkan kepada kontak seorang gadis. Menghabiskan akhir pekan, ya? Jika gadis itu normal seperti yang lainnya, mungkin aku bisa menganggap kalau ini bisa dikatakan sebagai kencan.
Namun, mengingat apa yang ia lakukan sebelumnya. Apa bisa aku menganggap kalau dirinya adalah gadis normal?
Pemikirannya rumit, bahkan kadang mengatakan hal-hal yang tidak terduga. Keinginannya juga sederhana, tetapi sulit untuk mewujudkannya di tempat seperti ini. Tidak, kalau gadis itu yang menginginkannya pasti berhasil. Ya, aku sudah melihat buktinya sekali.
"Kamu emang sering datang cepet banget, ya?"
Saat aku menatap langit yang sudah agak mendung, suara bernada datar datang dari belakang.
Melihat sosok gadis itu dengan pakaian biasamembuatku sedikit ... takjub mungkin?
Secara sederhana, Aila mengenakan jumsuit berlengan pendek. Gadis ini terlihat cocok menggunakannya, bisa dikatakan ia lebih menarik dibandingkan saat mengenakan blazer hitam yang membuat peluhmu keluar.
Berbeda dengan gadis-gadis yang biasanya datang dengan senyuman seperti matahari. Wajah tanpa ekspresi dan kalimat yang tadi ia ucapkan seolah-olah memberi tahu 'Syukurlah aku tidak perlu menunggu'.
"Soalnya aku enggak mau bikin Tuan Putri menunggu. Lagian aku yang ngajakin kamu, udah pasti aku bakalan datang lebih awal dong." Aku memberikan senyuman ramah seperti biasa, ekspresi bersahabat yang sering digunakan untuk mendapatkan kepercayaan orang lain.
Semakin sering kau menampilkan senyuman, semakin bagus dirimu bisa mendapatkan kepercayaan orang lain. Inilah yang awalnya kulakukan untuk menaklukan Kelas D, mengambil semua rasa percaya orang-orang di kelas dan menjadikannya sebagai senjata.
Senjata yang sangat kuat, tetapi dalam waktu yang sama juga rapuh.
"Kamu lagi bercanda, 'kan?" tanya Aila sambil menyentuh bagian bawah mulutnya dengan telunjuk.
Aku sudah menduga hal seperti itu tidak akan berguna padanya. Paling tidak, aku sudah bisa mengonfirmasi kalau sebenarnya anak ini tidak sulit didekati seperti informasi yang didapatkan sebelumnya.
"Iya-iya, kamu emang enggak asik buat diajak bercanda."
"Kalau udah tau, tolong jangan diulangin, ya?" ujarnya sembari menempelkan kedua tangan di depan dada. Senyuman manis muncul di bibirnya bersamaan dengan kepala yang dimiringkan ke kiri.
Entah kenapa, rasanya menjengkelkan ketika ia dengan sengaja mengejek begitu.
Di depan gerbang sekolah itu, lebih tepatnya di halte yang berada di sebelah kiri kami berdiri. Pada kenyataannya bukan hanya aku dan Aila saja yang berencana menikmati sisa hari kebebasan ini.
Pada angkatan kami ada perbedaan yang sangat besar. Irvan mengatakan kalau event lalu adalah pertama kalinya murid SMA Amemayu diperbolehkan keluar dari lingkungan sekolah. Selama hampir sepuluh tahun, semua event hanya dilakukan di dalam lingkup Amemayu.
Dengan kata lain, angkatan kami adalah yang pertama melangkahkan kaki keluar dari lingkungan sekolah. Selain itu, selama Agustus kami masih boleh pergi mengelilingi Yogyakarta meski event sudah berakhir. Semua itu berkat kebijakan ketua OSIS yang membuat semua ini dapat terjadi.
"Kamu mau ngajak aku ke mana?"
Aku sudah menduga dirinya akan mengeluarkan pertanyaan itu cepat atau lambat. Meski begitu, Aila sama sekali tidak menengok kemari. Ia hanya memerhatikan burung-burung yang baru saja terbang ke langit cerah.
"Coba ingat-ingat dulu. Apa kamu pernah naik bianglala, komedi putar, atau rumah hantu?"
Aku memberikan pertanyaan yang pasti akan sangat mudah dijawab olehnya. Meski mengingat latar belakangnya, aku masih yakin gadis ini pernah ke sana satu atau dua kali.
"Ah, maksud kamu miniatur kuda yang bisa ditunggangin terus muter-muter gitu, 'kan?"
Seperti menyalakan api pada sumbu, sifat Aila berubah drastis. Pada awalnya ia terlihat sama sekali tidak tertarik. Namun, sekarang hanya dirinya yang mengoceh, memberikan penjelasan membosankan tentang apa itu bianglala dan juga rumah hantu.
Antusiasmenya benar-benar tinggi. Ia terus bercerita dengan mata yang berbinar-binar. Bahkan dirinya sama sekali tidak sadar sudah cukup lama menggenggam tanganku. Ini sedikit ... memalukan.
"Apa kamu mau ngajak aku ke tempat yang kayak gitu, tempat yang banyak wahana hiburannya? Kamu beneran ngajak aku ke sana, 'kan? Apa aku boleh naik macam-macam? Ah, karena aku diajak sama kamu, berarti kamu yang traktir aku, 'kan?"
Tolong, berhentilah bicara sebentar supaya aku bisa menjawab semua pertanyaan itu ....
"Ryan, apa kamu denger?"
Akhirnya ia berhenti. Meski begitu, tatapan penuh harap dengan luapan kesenangan sama sekali tidak hilang darinya.
"Iya, aku denger. Kita emang bakalan ke sana, kok. Ngomong-ngomong, penjelasan kamu kayak orang yang enggak pernah ke sana aja," ungkapku sambil menghela napas. Aku tidak menyangka kalau akan melihat sisi Aila yang begitu bersemangat sampai-sampai membuatku lelah.
"Ah, aku emang enggak pernah ke sana, kok." Aila mengatakan itu dengan datar, membuatku sedikit terkejut.
Apa yang kau harapkan dari anak yang tidak pernah keluar dari rumahnya, Ryan? Aku mengutuk diri sendiri dalam hati.
"Ini bakalan jadi yang pertama kali, jadi aku mau naik semua wahana yang ada, ya?" pintanya kemudian mengangkat tanganku dan kembali memberikan senyuman yang menyilaukan.
Dalam beberapa kasus, aku malah merasa ia samasekali tidak berbeda dengan gadis-gadis lain. Aila Permata Putri, ternyatamemiliki sisi lembut seperti ini juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Popularitas adalah Segalanya (Melodi)
Novela JuvenilCerita tentang seorang gadis bernama Aila Permata Putri yang masuk ke dalam sekolah seni bernama SMA Amemayu. Aila yang ingin merasakan kehidupan SMA yang menyenangkan dengan teman-teman baru malah dihantam oleh kenyataan bahwa sekolahnya sama sekal...