(Vol. 1) 2nd Event: Alice (Bagian 3)

42 20 0
                                    

Masih di dalam area sekolah, terdapat banyak toko-toko kebutuhan yang diperlukan oleh kami sebagai anak remaja. Mulai dari minimarket yang menjual berbagai bahan pokok, toko pakaian, elektronik dan bahkan ada beberapa cafe di sini.

Benar-benar sekolah yang memanjakan murid-muridnya. Dengan uang saku yang banyak kami bisa menikmati semua fasilitas yang disediakan.

Aku berjalan masuk ke dalam minimarket yang sepi pengunjung. Hanya ada dua orang di dalam selain kasir.

Segera aku melihat-lihat ke arah rak yang dipenuhi shampo dan sabun. Di seberang sana, ada sosok yang tak terduga. Sorot matanya juga sama, terkejut sepertiku. Akan tetapi, dalam sekejap dia kembali seperti tidak melihat apa-apa

"Kebetulan banget ya," ucapnya sambil mengambil shampo di rak.

"Seharian ini kita ketemu terus ya, haha."

Aku tertawa, memang pertemuan yang ketiga kali ini benar-benar kebetulan yang agak lucu menurutku. Tiara tidak berekspresi sama sekali. Dia hanya menatapku sebentar. Aku sedikit bingung kenapa dia sama sekali tidak merespon. Namun, perkataannya setelah itu benar-benar membuatku terkejut.

"Kamu udah makan. Kalau belum, mau temenin aku makan?"

Eh, undangan pertamaku untuk makan bersama? Tentu saja aku mau. Ini adalah awal mula persahabatan akan terjalin. Dalam sebuah keluarga, makan bersama bertujuan untuk mempererat hubungan.

Aku rasa itu tidak ada bedanya kalau ingin mencari teman atau sahabat. Aku menganggukkan kepala, tiga sampai lima kali malah. Membuat Tiara sedikit tersenyum.

Kami selesai dengan peralatan mandi. Tiara berjalan ke arah rak di mana isinya adalah puluhan mie instan yang tersusun rapi. Tunggu dulu, saat dia bilang ingin mengajakku makan bersamanya jangan bilang kalau yang Tiara makan adalah mie instan? Aku segera mendekatinya untuk mengonfirmasi.

"Tiara, waktu kamu bilang pengen makan itu ...."

"Kamu enggak suka mie?"

Dia langsung memotong perkataanku. Melirikku sebentar dan kembali pada tujuan utamanya. Bukannya aku tidak suka, tapi tadi aku mengharapkan sesuatu yang lebih daripada hanya sekedar mie di dalam cup.

Ekspektasiku sebelumnya sudah berlebihan. Namun, tidak apa. Yang penting kami tetap makan bersama. Pengalaman baru ini menarik, benar-benar membuat hatiku berdebar-debar.

Ketika aku melirik gadis itu, dia sudah mengambil dua cup mie instan. Tiara segera membawanya ke arah kasir dan disana terdapat sebuah dispenser. Tunggu, artinya dia ingin makan di tempat ini.

Aku belum pernah memakan apapun di depan minimarket, baik itu sendirian atau bersama seseorang. Aku akan mendapatkan pengalaman baru lainnya, memikirkannya saja aku sudah sangat tertarik.

Tiara langsung keluar setelah membayar barang yang dibelinya. Dari balik kaca aku bisa melihat dia mengambil tempat duduk kosong yang ada di depan. Segera aku juga menuju kasir untuk membayar barang-barang yang aku beli, lalu menyusulnya.

"Sebentar lagi bakalan mateng tuh," ucapnya sambil terus memainkan ponsel.

"Kamu emang suka makan mie, ya?"

Aku ingat saat beberapa hari menginap di rumahnya beberapa hari sebelum masuk sekolah. Tiara sangat sering mengonsumsi mie instan, sehingga Pak Santoso sering memarahinya.

Hubungan antara ayah dan anak yang sedikit membuatku iri, karena dalam beberapa tahun aku tidak bisa merasakannya. Aku sedikit penasaran, apakah orang itu mengkhawatirkanku?

"Enggak juga sih, aku cuma lagi pengen aja."

"Kayanya kamu pengennya tiap hari deh, haha."

Tawa pecah di antara kami. Pembicaraan ini berjalan lebih lancar daripada yang aku duga, rasanya kami benar-benar sudah semakin akrab. Langit sudah semakin gelap, lampu-lampu di jalanan mulai menyala menggantikan matahari.

Aku sudah menghabiskan makananku. Masih tidak pernah terbayang sebelumnya kalau makanan pertama bersama temanku adalah mie instan.

Aku memutuskan untuk kembali ke asrama. Tiara sepertinya juga tidak punya rencana lain sehingga dia mengajakku kembali bersama.

Dengan langkah pelan aku mendongkak ke atas, memandangi langit hitam yang dipenuhi bintang. Hembusan angin sesekali menerpa, rasanya dingin dan nyaman. Aku ingin terus memperhatikan bintang.

"Kamu ada rencana pengen ikut ekskul enggak?" gadis yang berjalan beberapa langkah di depanku bertanya.

Aku berpikir sebentar. Sebenarnya kalau aku ikut ekskul pun tidak begitu berpengaruh. Akan tetapi, Pak Santoso bilang sebisa mungkin aku jangan menarik perhatian pihak sekolah maupun murid lainnya.

Beliau memintaku untuk ke sekolah ini dan menikmatinya, jadi aku akan menuruti larangannya. Ayah Tiara adalah orang yang berjasa memberikan aku kesempatan sekolah di sini. Bahkan banyak ungkapan terima kasih tidak akan mampu membalasnya.

"Kayaknya aku skip aja, deh," ujarku tersenyum sedikit saat dia menoleh ke arahku.

Wajahnya terlihat terkejut, tapi segera menghilang dan kembali tanpa ekspresi. Tiara mengalihkan pandangannya ke depan. Aku bisa menduga kalau tangannya kini sedang memainkan smartphone seperti biasa.

Sekali lagi dia diam. Entah kenapa rasanya Tiara seperti memang membatasi diri denganku. Kami berjalan melewati jalan setapak yang diterangi tiang lampu jalan ini dalam kesunyian.

Popularitas adalah Segalanya (Melodi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang