Kelas masih ramai, banyak murid-murid yang membicarakan tentang kelompok mereka. Awalnya aku pikir ini bagus karena siswa Kelas F bisa mendapatkan kelompok yang cocok. Semuanya berubah ketika aku mendengar perbincangan Felly dengan anak Kelas D bernama Ryan Pratama di gedung lukis.
Keduanya memiliki kesepakatan terselubung dari kejadian ini. Entah hari sialku atau apa, aku malah mendengar percakapan mereka tadi dan langsung kembali ke kelas agar tidak diketahui.
Felly juga sepertinya memberikan ID-ku pada anak Kelas D dan memasukan aku ke dalam sebuah kelompok yang kemampuan mereka tidak begitu bagus. Pak Irfan bahkan mengatakan kalau kelompok ini hanya berisi orang-orang yang tidak bisa bermain musik.
Apa ini artinya Felly menjebakku atau mungkin aku hanyalah sampel acak yang dimasukan dalam kelompok yang acak juga? Sepertinya tidak, karena didaftar nama-nama kelompok tadi juga ada dua murid kelas D yang bergabung.
Dengan kata lain, anak Kelas F yang menolak ajakan Kelas D akan segera dimasukan dalam kelompok tertentu, aku yakin Felly juga meminta ID murid lain yang memohon bantuannya.
Tapi untuk apa mereka melakukannya? Seharusnya mereka tahu jika Kelas F ini hanyalah kumpulan anak-anak yang tidak berbakat. Apakah mereka membantu dengan tujuan mulia atau semacamnya?
Pasti ada hubungannya dengan kesepakatan yang dibuat oleh Felly dan Ryan. Namun, aku belum bisa menemukan jawaban pasti. Semuanya masih samar, abu-abu. Aku tidak bisa langsung mengatakan kalau perbuatan Felly ini jahat atau tidak, sebenarnya dia patut dicurigai.
Sifat Felly di gedung lukis tadi masih menghantui pikiranku, seakan itu hanyalah mimpi saat tidur. Suaranya dingin dan kejam, membuatku sama sekali tidak ingin mendengarnya. Apalagi dia kedengaran sangat marah ketika mengatakan bahwa dirinya di tempatkan di Kelas F.
"Wah, akhirnya kamu balik, Felly."
Mataku segera menoleh ke arah pintu. Di mana berdiri seorang siswi yang menyapa sosok yang tengah aku pikirkan. Tidak lama kemudian muncul gadis itu dari balik pintu sambil tersenyum manis penuh aura kebaikan, Felly. Dia ramah seperti biasa, menerima berbagai ungkapan terima kasih karena anak-anak Kelas F mendapatkan kelompok dengan mudah.
Sepertinya pagi tadi hanyalah halusinasiku. Helaan napas lega keluar, menyangkal kebenaran yang seharusnya tidak kutahu. Felly adalah satu-satunya orang di kelas yang bisa berinteraksi denganku layaknya sahabat.
Aku tidak ingin kehilangannya, lagipula setiap orang mempunyai rahasia. Jadi aku akan menutup mulutku dan terus mempercayainya.
Felly menatap ke arahku sehingga mata kami bertemu. Dia langsung melambaikan tangan sambil tersenyum. Aku membalasnya sedikit canggung. Sulit bersikap biasa pada saat begini, aku harus bisa menenangkan diriku agar tidak dicurigai dan berpikir macam-macam.
"Aila, mau kekantin bareng?" tanyanya mengajakku.
"Eh?"
"Kamu mau?"
Biasanya aku sering menolak ajakan untuk sekedar pergi ke kantin bersama. Namun, dilubuk hatiku terdalam keinginan bisa pergi ke kantin dengan teman-teman cukup besar walaupun hanya dimimpi.
Jika aku bilang "Ya, aku mau", pasti akan ada interaksi dengan anak-anak lain dan itulah masalahnya. Aku memiliki kemampuan berbicara yang buruk dengan orang yang tidak dikenal.
"Felly duluan aja, nanti kalau aku mau pasti nyusul," balasku sambil memasang sebuah senyum palsu. Sudah jelas aku tidak akan menyusul mereka.
Kekecewaan terlihat jelas di wajah Felly. Mungkin dia berpikir akhirnya aku bisa membuka sedikit ruang pribadi dan berteman dengan yang lain. Sayangnya, aku saat bertarung dengan batinku sendiri tetang harus mempunyai banyak teman atau tidak.
Sejak kecil aku dilarang berteman dengan siapapun, dan jika aku melanggar hal itu konsekuensinya cukup berat. Namun, berkat orang itu aku memasuki sekolah ini dan mendapatkan kebebasan. Tidak ada lagi yang mengawasiku dan aku bisa melakukan apa pun.
Sayangnya karena beberapa tahun ke belakang aku tidak memiliki teman, jadinya sulit berinteraksi dengan orang lain. Bahkan di smartphone-ku saja hanya ada sedikit kontak. Beri aku sedikit bakat bersosialisasimu, Felly.
"Kalau gitu kami duluan ya, dah Aila."
Aku melambaikankan tangan dan mempertahankan senyuman. Mereka akhirnya pergi keluar dari kelas. Untungnya Felly tidak mengetahui kalau aku mendengar percakapannya dengan murid Kelas D.
Dengan begini aku bisa melupakan masalah tadi dan hanya akan fokus mengikuti event sambil mencoba lebih akrab dengan anggota kelompokku. Aku tidak mengenal sisanya, tapi beruntung ternyata aku satu grup dengan Tiara.
Kami terdiri dari dua orang kelas B, dua orang kelas D dan terakhir dari kelas F, yaitu aku sendiri.
Jam sudah hampir menunjukkan pukul 10.30. Pelajaran kedua akan dimulai 30 menit lagi. Hari ini pelajaran musik gabungan di gedung musik, juga ada penyampaian tambahan untuk event bulan ini. Apakah kali ini pihak sekolah akan menjelaskan semuanya.
Bunyi notifikasi masuk dari ponselku terdengar, kali ini adalah pemberitahuan kalau diriku dimasukan ke dalam obrolan kelompok dan yang mengundangku adalah Tiara. Aku rasa karena dia satu-satunya yang memiliki kontakku.
[Halo semua, apa kalian sibuk sekarang? Aku mau membicarakan tentang event, apa kalian bisa datang ke Kelas B saat ini juga. Aku harap kalian bergegas kemari.]
Pesan dari kontak dengan nama Daniel muncul. Isinya sangat formal, apakah anak-anak di kelas atas memang seperti ini? Tidak akan ada banyak waktu jika membahasnya sekarang.
Namun, aku juga penasaran dengan wajah-wajah orang yang satu grup denganku. Aku tak punya alasan untuk tidak pergi. Walaupun mungkin akan sedikit canggung bertemu mereka, aku harus berusaha akrab dengan semuanya agar bisa menikmati kehidupan SMA yang aku damba-dambakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Popularitas adalah Segalanya (Melodi)
Novela JuvenilCerita tentang seorang gadis bernama Aila Permata Putri yang masuk ke dalam sekolah seni bernama SMA Amemayu. Aila yang ingin merasakan kehidupan SMA yang menyenangkan dengan teman-teman baru malah dihantam oleh kenyataan bahwa sekolahnya sama sekal...