"Makasih ya, kamu udah bantuin aku."
Ucapan terima kasih aku dapatkan dari anak Kelas D yang sedang berjalan di sampingku. Saat ini kami sudah berada dekat dengan asrama, hanya tinggal melewati gedung musik dan hanya beberapa ratus meter akan terlihat gedung tempat kami tinggal.
Kejadian barusan benar-benar di luar perkiraan, aku bahkan sampai melakukan tindakan yang seharusnya tidak perlu.
Namun, ada keuntungan lain. Yaitu akhirnya aku bisa berbicara santai dengan vokalis di kelompok kami. Namanya kalau tidak salah adalah Sherly Aufia.
Sayangnya, dia adalah tipe orang yang sulit diajak bicara dan aku tidak lebih baik darinya. Untung saja dia tiba-tiba berterima kasih, kalau ini dilanjutkan maka akan terjadi percakapan dua arah.
"Ngomong-ngomong. Kenapa dia nampar kamu?"
"Boleh enggak, kalau aku cerita di kamar aku aja?" tanyanya ragu-ragu.
Ajakan pertama seseorang untuk mengunjungi kamarnya, aku merasa senang dan mengangguk. Aku tidak akan menolak kesempatan ini, bisa saja kami menjadi teman dan lebih baik lagi aku bisa mendapatkan informasi tentang Kelas D yang bekerja sama dengan Felly untuk menghancurkan Kelas F.
Akan kudapatkan potongan puzzle sebanyak mungkin darinya.
Akhirnya kami sampai di kamar Sherly yang berada pada lantai 17, satu tingkat di atasku ternyata. Ini pertama kalinya aku masuk kamar orang lain di asrama, ada sedikit perasaan senang sekaligus gugup.
Ruangannya memiliki luas yang sama dengan punyaku, di dalamnya juga tidak begitu banyak yang baru aku lihat. Dia sepertiku, tidak terlalu suka membeli barang dan suka kamar yang minimalis.
Sherly menyuruhku duduk, sementara dia mengambil minuman dari dapur. Wangi jeruk tercium, ruangannya benar-benar bersih. Tempat tidur yang berada di dekatku tertutup sprei biru dengan gambar langit hujan.
Di meja belajarnya ada laptop slim dalam keadaan sleep mode, terlihat jelas dari tombol powernya yang berkedap-kedip. Rasanya aku juga ingin membeli jika nanti mendapat uang yang cukup.
"Apa kamu bisa jawab pertanyaanku tadi?"
Melihat dia sudah kembali sambil membawa minuman dingin dan duduk di seberang, aku langsung membuka pembicaraan. Untuk sesaat dirinya hanya diam, seperti ada keraguan. Sherly belum bisa mempercayaiku sepenuhnya.
Lagi pula, aku ini adalah orang yang menjadi incaran Felly dan ketua kelasnya, jadi mana mungkin dia akan mengatakan sesuatu.
"Kalau kamu enggak mau cerita, enggak apa-apa, kok." Aku harus membuatnya yakin.
Seakan menyerah mencari kebenaran ketika seseorang ragu untuk mengatakannya adalah pilihan yang tepat. Meskipun cara ini tidak memiliki peluang yang cukup besar dan kebanyakan gagal.
Biasanya seseorang akan mengatakan segalanya jika berkata seperti itu, melihat dari sifat Sherly hari ini dia pasti akan termakan umpannya.
"Sebenarnya ...."
Berhasil, dia memakan umpanku. Seperti mendapatkan ikan yang besar andai saja tidak ada orang di sini mungkin aku akan melompat kegirangan. Tapi mungkin itu hanya berlaku pada imajinasiku saja.
Keraguannya masih ada, sebab Sherly terdiam lagi. Apakah harus dengan cara paksaan agar dia bicara? Tidak, tidak, itu akan menjadi dampak negatif pada relasi yang berusaha dibangun ini.
"Kalau kamu beneran enggak bisa cerita, jangan dipaksain."
Aku perlahan mundur yang sebenarnya bertujuan untuk menarik mangsa. Walaupun ini sebenarnya beresiko karena aku bisa saja tidak mendapatkan apa-apa. Sudah sejauh ini, mana mungkin dia kubiarkan pergi begitu saja!
"Aku udah dengar dari Ryan, kalau kamu harus di dropout dari sekolah," ujar Sherly akhirnya membuka mulut.
Tepat seperti dugaan kalau Ryan juga terlibat perselisihanku dengan Felly. Informasi ini sudah dapat kukonfirmasi, sekarang apakah dia akan mengatakan semuanya atau tidak, itu mungkin tergantung dari responku.
"Anjas sama aku yang satu kelompok sama kamu, harus bikin performa buruk. Jadi kelompok kita bakalan gagal dan semuanya bakalan dropout. Aku enggak mau, makanya berantem sama Anjas."
Ternyata memang begitu, untung saja anak Kelas D yang satu ini tidak mengikuti perintah pemimpin mereka sehingga aku dapat peluang untuk tetap bertahan.
Sayangnya masalah terbesar sekarang adalah pada diri Anjas, ia dengan senang hati tidak akan memainkan peran dalam kelompok dan merusaknya dari dalam. Tentu dampaknya akan buruk nanti.
"Terus, Aila. Aku mau minta maaf ...." Sherly menundukan kepalanya setelah berkata demikian.
"Eh, soal apa?"
"Sebenarnya, Ryan udah tau sistem event jadi dia rencananya nargetin Kelas F."
Sistem event, dia mengetahuinya? Bagaimana bisa? Aku masih bertanya-tanya, namun segera sadar kembali ketika melihat wajah Sherly yang masih ragu-ragu. Sepertinya Kelas D memiliki keuntungan karena mengetahui bagaiman event musik akan berjalan dan mereka sudah menargetkan kelasku.
Melihat dari keraguan gadis ini, sepertinya informasi itu harusnya menjadi rahasia mereka. Aku ingin lebih tahu mengenai sistem event, tapi memaksanya berbicara lebih banyak akan membebani dirinya. Namun, kalau Sherly mengatakan semuanya pasti akan meringankan pekerjaanku nantinya.
"Apa Ryan ada ngasih tau kalian gimana sistemnya?"
Sherly seketika diam, sepertinya dia ingat kalau sebenarnya hal ini tidak harus diumbar pada siapa pun. Aku mengerti. Jika dia nekat mengatakannya dan ada yang tahu kalau dirinya menyebarkan berita itu, pasti Sherly akan menjadi bahan penindasan di kelasnya karena dianggap sebagai pengkhianat.
"Aku bakalan kasih tau sedikit soal sistemnya, enggak papa, 'kan?"
Anggukan setuju kuberikan, meskipun sedikit atau secuil akan sangat membantu. Dalam perang, siapa yang memiliki banyak informasi adalah pemenang.
Dengan informasi yang cukup, kita bisa mengatur strategi, merancang bagaimana alur ini berjalan dan membuatnya sesuai keinginan kita. Mereka yang berperang tanpa informasi sama saja dengan bunuh diri.
"Di event ini kita harus bawain lagu original kita. Terus kita harus konser minimal lima kali dan yang aktifin A-Box harus 5 orang tadi. Kalau ada yang ketebak pas aktifin A-Box dan itu dua kali maka orang itu enggak bakalan dapet popularitas meskipun kelompoknya dapet popularitas yang banyak. Syarat buat dapetin popularitas individu kita harus aktifin A-Box dan enggak boleh ketebak. Ryan manfaatin itu buat dapet banyak popularitas dan ngehancurin Kelas F."
Penjelasan panjang Sherly membuatku dapat mengambil kesimpulan tentang kerjasama Felly dan Ryan serta cara mereka menghancurkan Kelas F.
Meski hanya dugaan. Sepertinya Kelas D yang mengajak teman-teman kelasku bergabung dengan maksud memberitahu Ryan setiap orang yang mengaktifkan A-Box, sehingga mereka tidak akan mendapatkan popularitas.
Jika gadis ini memberitahuku, artinya dia bukan ancaman. Akan tetapi, aku harus berhati-hati pada Anjas, karena jelas sekali ia adalah bawahan Ryan yang sepertinya sangat setia.
Cara untuk mengeluarkanku sepertinya berbeda dibanding anak-anak Kelas F lain. mungkin ada detail yang tidak diberitahukan Ryan pada teman sekelasnya agar mereka semua tidak banyak membuka mulut.
Sesuatu yang patut dipikirkan lagi adalah lagu original, artinya kami disuruh untuk membuat aransemen sendiri. Pihak sekolah benar-benar menyusahkan para murid, mustahil bagi anak SMA yang baru saja belajar musik menciptakan aransemen.
Sekolah ini benar-benar gila, selain sistemnya yang sebagian ditutup-tutupi. Murid-muridnya juga berbahaya, mereka rela melakukan apa saja demi mendapatkan popularitas agar naik ketempat yang lebih tinggi. Sekolah ini memang tempat di mana, popularitas adalah segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Popularitas adalah Segalanya (Melodi)
Teen FictionCerita tentang seorang gadis bernama Aila Permata Putri yang masuk ke dalam sekolah seni bernama SMA Amemayu. Aila yang ingin merasakan kehidupan SMA yang menyenangkan dengan teman-teman baru malah dihantam oleh kenyataan bahwa sekolahnya sama sekal...