Aku menuju tangga dekat kantin yang menghubungkan lantai-lantai gedung ini.
Tiga lantai yang memisahkan setiap angkatan, lantai pertama adalah tempat kami–murid kelas 1. Sementara lantai kedua diisi oleh kelas dua dan begitupula di atasnya. Di lantai teratas juga terdapat ruang OSIS, tempat pertemuanku dengan orang itu nantinya.
"Keliatannya kamu lagi buru-buru. Mau ke mana?"
Suara familiar masuk ke telingaku ketika kaki ini baru menaiki dua-tiga anak tangga. Aku menoleh ke belakang, tepat di mana sumbernya berada. Sosok siswa dengan blazer camel berdiri di sana. Tersenyum ramah, seolah memberi kesan dia adalah orang yang terbuka dan juga santai.
Tatapannya yang teduh itu terus mengarah kepadaku, penasaran. Meski begitu senyumannya sama sekali tidak luntur, bahkan bertambah lebar ketika dirinya memotong jarak di antara kami.
"Ada perlu apa?" Aku menghentikannya menaiki anak tangga setelah mengeluarkan pertanyaan barusan.
"Aku cuman penasaran kenapa partner aku tiba-tiba naikin tangga ini. Enggak ada alasan buat kelas 1 kayak kita untuk ke sana, 'kan?"
"Aku mau nukerin popularitas bulan ini sama saldo di tabungan. Bukannya semua orang ngelakuin itu?"
Itu bukan kebohongan, karena aku memang belum menukar popularitas bulan ini dengan uang. Satu-satunya tempat yang menukarkannya adalah ruang OSIS, semua murid ke sana untuk melakukannya.
Kemarin aku tidak sempat melakukannya karena memang merasa tidak perlu berdesak-desakan dengan murid lain, aku harap di hari kedua ini suasananya jadi lebih longgar. Namun, tentu saja tujuanku ke sana bukan hanya itu.
"Kalau gitu kebetulan banget, aku juga pengen ngelakuin itu." Ryan tertawa kecil setelah kata-kata ringan tadi. Lengkungan bibirnya sama sekali tak bergerak dan dia malah mulai mengambil kembali langkahnya yang sempat terhenti.
"Bukannya kamu bilang enggak ada alasan buat anak kelas 1 ke sana?"
Ryan terdiam lagi ketika sudah ada di sampingku.
"Ya, ngambil uang itu beda cerita. Lagian aku beneran belum ngambil uang, kok. Apalagi harus bayar tunggakan keyboard yang belum lunas semalam."
Itu mengingatkanku tentang sesuatu. Ryan yang merupakan Kelas D pada event bulan lalu sengaja menargetkan murid-murid Kelas F untuk membentuk kelompok dengan teman-teman sekelasnya.
Tujuannya adalah untuk lebih mudah mengambil keuntungan dengan menebak anak-anak dari Kelas F yang mengaktifkan A-Box sehingga dirinya bisa mendapatkan banyak popularitas.
Tentu itu akan menjadi kerugian besar bagi murid-murid Kelas F kalau saja mereka tidak memakai fitur guest performance untuk memperoleh popularitas sebagai syarat tidak terkena dropout.
Dari banyaknya siswa yang bergabung dengan anak-anak Kelas D dan mereka dua kali tertebak, bukankah seharusnya Ryan mendapatkan banyak popularitas sehingga bisa meninggalkan kelasnya saat ini? Aku penasaran kenapa dia masih ada di Kelas D.
"Hei, apa aku boleh tanya sesuatu?" Kalaupun dia tidak memberikan izinnya, aku akan tetap mengejar topik yang terlintas di kepalaku.
"Harga keyboardku semalam 25 juta, makanya aku bilang ada tunggakan. Beruntungnya aku banyak untung dari nargetin Kelas F, haha."
Ryan malah memberikan jawaban yang sama sekali tidak aku perlukan, sehingga aku malah memberikannya tatapan skeptis.
"Yang pengen aku tanyain itu, kenapa kamu masih ada di Kelas D?"
Bukannya menjawab, Ryan hanya tertawa sambil melangkahkan kakinya dari satu anak tangga ke anak tangga yang lainnya. Aku tidak punya pilihan lain kecuali mengikutinya. Terlalu mencolok memang kalau kami berdiam di sana untuk berbincang-bincang.
![](https://img.wattpad.com/cover/219120245-288-k496693.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Popularitas adalah Segalanya (Melodi)
Novela JuvenilCerita tentang seorang gadis bernama Aila Permata Putri yang masuk ke dalam sekolah seni bernama SMA Amemayu. Aila yang ingin merasakan kehidupan SMA yang menyenangkan dengan teman-teman baru malah dihantam oleh kenyataan bahwa sekolahnya sama sekal...