Ruang kelas benar-benar terasa menegangkan, padahal baru jam pelajaran pertama. Tidak ada satu pun di antara kami bersuara, masing-masing fokus pada kertas soal yang tadi diberikan oleh guru.
Ya, ini adalah ulangan mendadak sehingga bagi anak-anak Kelas F yang tidak pernah menyiapkan diri untuk belajar ini adalah bencana besar.
Mata pelajaran pagi ini adalah Matematika, meskipun SMA Amemayu adalah sekolah seni, pelajaran utama sepertinya tidak boleh dilupakan, ya?
Aku bahkan juga belum siap untuk ujian ini, sehingga hanya bisa melihat soal dan lembar jawaban yang sama sekali belum diisi. Ah, mungkin aku akan menjawab seperti biasa saja, nomor 1 sampai 4 dijawab dengan a sampai d, lalu aku lakukan lagi pengulangannya.
Dilihat bagaimanapun ini terasa aneh. Biasanya jika ada ulangan harain atau kuis, soal diberikan tidak dalam bentuk kertas melainkan tablet pembelajaran yang sudah disiapkan.
Aku sedikit heran karena pihak sekolah atau mungkin guru malah menggunakan metode lama di era di mana semuanya sudah dikuasai teknologi. Bahkan beberapa anak ada yang menyebutnya sebagai guru jadul karena memberikan kami kertas seperti ini.
"Apa kalian tahu, kalau kalian bisa menjawab dengan benar semua soalnya. Maka aku akan memberikan 100 popularitas," ujar guru itu sambil tersenyum melihat wajah kami yang kesulitan.
Tentu saja setelah dia berkata seperti itu suasana kelas menjadi berisik. Karena mendapat fakta baru bahwa seorang guru bisa memberikan popularitas, yang artinya ini adalah salah satu metode yang belum kami ketahui. Apakah benar dia akan memberikannya, semudah itu?
Tidak, sebenarnya tidak semudah kedengarannya, karena melihat soal matematika ini mustahil bagi anak kelas 1 SMA bisa menjawab benar semuanya. Ada dua soal yang hanya diajarkan di perguruan tinggi, dan levelnya sangat berbeda dan itu adalah soal tersulit bagi kami.
"Mohon maaf, Pak. Apa saya boleh nanya?" Felly mengangkat tangannya. Rasa penasaran gadis yang rela melakukan apa pun demi popularitas tidak mungkin diam saja jika mengetahui adanya cara lain untuk meningkatkan poin.
"Oh, jika kamu tanya soal jawaban, saya sebagai seorang guru tidak akan bisa memberitahunya." Guru itu sedikit menyeringai, sepertinya ada maksud lain dari perkataannya barusan.
"Apa maksud Bapak ngasih kami 100 popularitas. Bukannya popularitas cuma didapat pas kami ngelakuin pentas aja?"
Pertanyaan bagus Felly, ayo teruskan. Gadis itu sudah mewakili seluruh rasa penasaran seisi kelas.
Aku juga ingin tahu lebih banyak mengetahui sistem sekolah yang seakan-akan ditutupi dari siswanya ini, karena ada beberapa orang yang mengetahuinya dan mereka malah memilih diam untuk kepentingan sendiri.
"Apa Irfan tidak pernah bilang ke kalian, kalau kalian punya prestasi yang membanggakan kalian akan diberikan popularitas? Aku yakin sekali seharusnya setiap wali kelas memberitahu tentang ini."
Ah, ternyata begitu, ya? Bukannya ditutup-tutupi, memang kelas kami saja yang kurang beruntung karena mendapatkan wali kelas seperti Pak Irfan. Jika benar apa yang beliau katakan, orang-orang dari kelas lain sudah memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan orang-orang di Kelas F.
Suasana ribut kembali terdengar, tetapi yang mereka suarakan adalah kekesalan pada Pak Irfan karena menjadi wali kelas yang sama sekali tidak membantu muridnya.
Guru di depan sana menyuruh kami diam dan kembali fokus mengerjakan soal. Kali ini terasa berbeda, mereka tampak lebih serius menjawab pertanyaan.
Manusia memang begitu, jika ada sesuatu yang bisa digapai dan itu berada di depan mata maka mereka berusaha sebaik mungkin. Meski mustahil bisa menjawab semua pertanyaan ini dengan benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Popularitas adalah Segalanya (Melodi)
Ficção AdolescenteCerita tentang seorang gadis bernama Aila Permata Putri yang masuk ke dalam sekolah seni bernama SMA Amemayu. Aila yang ingin merasakan kehidupan SMA yang menyenangkan dengan teman-teman baru malah dihantam oleh kenyataan bahwa sekolahnya sama sekal...