"Tiara!" panggilku ketika memasuki Kelas B.
Gadis dengan rambut pendek itu tersenyum dan membalas sapaanku. Ia sedang duduk dengan seorang anak laki-laki bermata sipit dan rambut yang disisir ke arah kiri depan. Aku duduk di dekat Tiara dan bertanya siapa yang ada disebelahnya. Ternyata dia adalah orang yang bernama Daniel Andrawesa.
Kami bertiga menunggu dua anggota yang tersisa dari Kelas D. Sudah lima menit berlalu semenjak pesan tadi dikirimkan, namun belum ada tanda-tanda kemunculan mereka. Apakah mereka sangat sibuk sampai tidak bisa meluangkan waktunya?
"Kayanya cuma kita bertiga aja, deh." Tiara menggaruk kepalanya dengan telunjuk, tertawa kecil setelahnya.
"Yah, kayaknya aku gagal ngumpulin orang." Daniel menghembuskan napas kecewa.
Kukira dia orang yang juga akan berbicara formal. Ternyata cara bicaranya sama saja dengan anak SMA kebanyakan. Entah kenapa aku merasa dia kelihatan aneh, bukan seperti orang yang akan menyenangkan.
Atau mungkin ini hanyalah perasaanku saja. Daniel melirik ke arahku dengan tatapan yang tajam, aku segera mengalihkan pandangan. Ini memalukan, lebih baik aku tidak kemari seperti anak Kelas D saja.
"Ngomong-ngomong, kamu yang namanya Aila, 'kan? Kami sebenarnya pengen jujur sama kamu."
Entah kenapa dia berbicara dengan nada rendah, seperti tidak ingin membuatku kecewa. Tiara yang hanya diam malah menambah suasana aneh di sini. udaranya terasa panas meskipun AC masih menyala.
"Kami berdua sama sekali enggak bisa main instrumen atau nyanyi. Jadi menurut kamu, kami harus apa?"
Aku tidak lagi terkejut, Pak Irfan sudah mengatakan kalau kelompokku hanya terdiri dari anak-anak yang sama sekali tidak berguna pada event musik. Tetapi, mereka juga salah jika bertanya padaku, si anak Kelas F, yang dicap sebagai kelas orang-orang tidak berbakat.
Jika kalian yang Kelas B saja tidak bisa bermain musik, bagaimana denganku?
"Tiara, kamu juga enggak bisa main alat musik satu pun?" Aku menatapnya dengan mata penasaran, mengingat saat menginap di rumahnya ada drum yang terbengkalai.
"Aku belum ngomong ya sama kamu? Kita sekarang jarang ketemu ya, soalnya kamu udah ada temen di kelas."
Eh, responnya aneh. Aku bertanya apa ia benar-benar tidak bisa bermain musik. Akan tetapi, Tiara malah mengatakan sesuatu yang tidak berhubungan sama sekali.
Memang benar kalau sekarang aku jarang berbicara dengannya, lagipula aku pikir dia pasti memiliki banyak waktu dengan anak-anak lain di kelasnya. Apalagi dia disibukkan ekskul sekarang.
Apa mungkin Tiara cemburu karena aku lebih sering bersama Felly ketimbang dirinya? Mustahi. Aku menertawakan pikiran itu dalam hati.
"Kalau dibilang enggak bisa sih mungkin enggak juga. Maksudku, aku pernah main drum pas masih SMP kelas 1, tapi enggak lama habis itu aku berhenti."
Ia menjawab pertanyaan tadi setelah selang beberapa detik. Dari jawaban Tiara tadi bisa dikatakan kalau dirinya mungkin bisa saja bermain drum kalau berlatih sedikit sambil mengingat-ingatnya. Kalau begitu masalah berikutnya adalah anggota lain.
"Kalau kamu sendiri, gimana?" aku menatap ke arah Daniel yang serius dengan pembicaraan ini.
"Aku enggak pernah main alat musik. Tapi aku punya satu kelebihan, kok."
Oh, mari dengarkan. Siapa tahu kelebihannya ini bisa dimanfaatkan dengan baik. Karena Daniel bilang dia tidak pernah bermain alat musik, maka posisi vokal bisa diserahkan kepadanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Popularitas adalah Segalanya (Melodi)
Teen FictionCerita tentang seorang gadis bernama Aila Permata Putri yang masuk ke dalam sekolah seni bernama SMA Amemayu. Aila yang ingin merasakan kehidupan SMA yang menyenangkan dengan teman-teman baru malah dihantam oleh kenyataan bahwa sekolahnya sama sekal...