Kaysen menggebrak meja sekuat tenaga sambil bangkit dari duduknya. Ekspresinya tampak gelap dengan dadanya yang kembang kempis karena amarah. Layar hologram yang memperlihatkan bagaimana pecobaan pemaksaan kehendak kepada Celosia itu telah berhenti.
Lelaki itu melihat secara keseluruhan bagaimana Nichlas mendatangi perempuannya, bercakap-cakap dengan suasana tegang hingga yang membuat dada Kaysen berdesir murka adalah ketika Nichlas memukulkan tangannya pada pipi Celosia. Masih belum lenyap kekesalannya, Celosia harus menghadapi bagaimana lelaki kuat di hadapannya itu menggenggam pergelangan tangannya dengan erat dan melakukan kedekatan yang tak seharusnya.
Kesabaran Kaysen sudah habis. Sementara Nichlas mengunci akses dari segala arah hingga Kaysen sama sekali tak bisa melakukan kontak panggilan. Dan hal itu membuatnya semakin gila. Keinginan terbesarnya saat ini adalah merengkuh kembali Celosia ke dalam pelukannya. Mendekapnya erat dan meyakinkan perempuan itu bahwa ia akan baik-baik saja bersamanya.
Sejenak Kaysen mengatupkan mata. Gambar nyata yang memperlihatkan bagaimana payahnya keadaan perempuan itu yang terus berlinang air mata membuat dada Kaysen terasa sakit dan perih, seperti baru saja terluka oleh sayatan luka dalam yang tak mampu tubuhnya tanggung. Wajah lelaki itu memerah, menahan sesak yang sebentar lagi akan menjelma menjadi sebentuk buliran bening di matanya.
Anak buahnya yang melaporkan tentang kejadian itu terlihat masih menunduk di seberang sana. Tak berani menatap tuannya dan membiarkan Kaysen larut dalam luapan perasaan dan kemarahannya. Sebelumnya, ia menimbang berulang kali untuk akan memberikan rekaman itu atau tidak untuk menjaga perasaan lelaki itu, karena ia tahu, Kaysen pasti akan sedih dan marah melihat wanitanya diperlakukan kasar sedemikian rupa. Di lain sisi, ia tak boleh membuang-buang waktu terlalu lama sehingga ia memutuskan untuk akan memberi tahu secara lisan saja. Namun siapa sangka, Kaysen yang keras kepala ternyata memburunya untuk memberikan rekaman laporannya tersebut. Tak peduli seperti apa isinya.
Sejak awal, Kaysen memang memerintahkan kepada penyusup itu untuk memasang kamera tersembunyi di mana pun tempat yang Celosia datangi. Padahal, anak buahnya itu hanya perlu memasang satu kamera saja di ruangan yang ditempati Celosia karena gadis itu ditempatkan di sana.
“Kau lanjutkan tugasmu. Laporkan apa saja perihal apa yang kau tahu dan lihat,” perintahnya dengan nada dingin kemudian.
“Baik. Baik Tuan,” jawabnya terbata.
“Terima kasih.” Kaysen berkata tulus.
Lelaki di seberang layarnya itu reflek mendongak karena ucapan tak disangka itu. Biasanya setelah menjalankan tugas, bisa mendapat anggukan puas dari Kaysen saja sudah cukup, tetapi kali ini, ia tak berpikir bahwa tuannya begitu menghargai usahanya. Dengan cepat ia menunduk hormat sebagai tanggapan, sebelum Kaysen memutus komunikasi.
Kaysen tahu, Anak buahnya itu telah mengorbankan dirinya sendiri hingga terluka untuk menyelamatkan Celosia dari perbuatan biadab Nichlas. Dan itu membuat lelaki itu lega luar biasa. Paling tidak, ia mempunyai tangan kanan yang cukup mumpuni untuk menjaga Celosia di kejauhan sana sementara ia mempersiapkan segalanya dengan cermat untuk menjemput perempuan itu pulang.
Lelaki itu mengepalkan tangan menahan geram dan bergegas melangkah menuju lift. Begitu pintunya tertutup, perhatiannya lantas tertuju pada alat komunikasinya yang menyala dan langsung mengangkat panggilannya seketika.
Begitu melihat wajah tak tahu dosa Nichlas yang tengah menyeringai di layar hologramnya, Kaysen seketika menggeram. Lelaki itu terkekeh puas melihat kekesalan yang tak ditutup-tutupi di wajah Kaysen. Nichlas seolah tahu bahwa Kaysen telah menunggunya untuk berbicara dan tentu saja tak sabar karena Nichlas menutup akses komunikasinya hingga tak terjangkau oleh Kaysen.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HEART (The Perfect Feeling) [COMPLETE]
Romance"Kaysen, kau sedang apa?" Dari balik layar tipis itu, Kaysen tampak mengalihkan pandangan kepada Celosia yang datang membawa tanya, memasuki ruangan dan melangkah perlahan mendekatinya. Lelaki itu tersenyum hangat lalu bertopang dagu dengan kedua ta...