Bab 11 - Membuka Masa Lalu

21 9 3
                                    

Matahari semakin tumbang ke barat. Warna langit semakin pekat ketika Kaysen baru saja tiba di kediaman Calisto. Lelaki itu berlari-lari kecil melewati pekarangan rumah mewah kakaknya yang terletak di tepi kota, menghadap Danau Greensward.

Mengetahui ada kendaraan yang datang melewati pagar rumah, Calisto segera bersiaga, menengok ke dalam layar kecil yang terpasang pada pergelangan tangan kirinya. Beberapa detik kemudian, lelaki yang tengah berada di dapur tersebut menyimpulkan senyum, begitu mengetahui bahwa pemilik kendaraan yang datang tak lain adalah Kaysen, adiknya. Tepat ketika dirinya selesai menyiapkan sajian makan malam.

Drea yang terlebih dahulu menyambut. Wanita itu mendekat ke arah pintu sembari menunggu Kaysen yang sedang memindai akses masuk. Senyum terkembang di wajah cantiknya yang nampak segar, melihat adik iparnya datang berkunjung.

“Kaysen.” Drea berucap riang. “Calisto, lihat siapa yang datang,” serunya. “Kemarilah Kay,” ajaknya sembari bersibak, mempersilakan adik iparnya itu masuk ke dalam, mengantarnya ke ruang keluarga, tempat mereka biasa berkumpul.

“Drea … kau … hamil?” Kaysen memiringkan kepala. Menilai dengan pikirannya sendiri. Istri Calisto itu nampak lebih berisi dengan perut yang sedikit membuncit.

Drea menghentikan langkah dan memiringkan tubuh. Dengan tidak malu lagi, wanita itu mengusap perutnya sekilas lalu tersenyum lebar.

“Ah, ya Kaysen. Calisto belum membagikan kabar gembira ini kepadamu? Aku hamil enam belas minggu. Kau akan segera menjadi paman,” celotehnya.

“Selamat kalau begitu,” ujar Kaysen dengan senyum terbaiknya.

Jadi, inikah yang dimaksud Calisto dengan tidak bisa terlalu lama meninggalkan sang istri? Kebiasaan ibu hamil yang suka bermanja dan dekat dengan suami mungkin saja adalah alasannya. Kaysen cukup mengerti sekarang. Lelaki itu tersenyum kecil, sembari melihat punggung Drea di depannya yang masih memimpin jalan. Membayangkan jika suatu saat nanti, dirinya akan memiliki seorang istri dan bisa merasakan sensasi bahagia menjadi seorang ayah.

Melamunkan itu semua, lagi-lagi, pikiran Kaysen tertuju pada Celosia. Astaga. Kenapa gadis itu seringkali muncul. Otaknya seperti sudah dicuci dengan nama dan bayang-bayang perempuan itu yang selalu saja datang tanpa pemberitahuan. Kaysen mengerjap-ngerjapkan mata, mengusir segala pikiran tidak masuk akal yang baru saja menghampiri benaknya.

“Ada apa, Kay?” Mereka berdua telah sampai di depan ruang. Drea yang melihat Kaysen di belakangnya seolah tengah berkabut dengan pikirannya sendiri lalu bertanya. 

Kaysen yang seakan linglung dan baru menyadari bahwa mereka telah berada di depan pintu kaca itu melihat ke samping, ke arah ruangan berdinding kaca dengan sinar terang yang berasal dari lampu, yang mencahayakan dirinya dari tepi eternit. Abai pada pertanyaan Drea sejenak.

Lelaki itu berdeham, merasa malu seakan-akan apa yang sedang dipikirkannya itu bisa terbaca oleh kakak iparnya. 

“Tidak apa-apa. Di mana Calisto?” Mencoba mengalihkan perhatian, Kaysen celingak-celinguk mencari sosok sang kakak yang sedari tadi belum menampakkan batang hidungnya.

Dari arah dapur, Calisto berjalan cepat, masih dengan kemeja panjang yang tergulung bagian lengannya, serta  aroma lezat masakan yang menempel pada pakaian yang ia kenakan. Lelaki itu tersenyum manakala dua orang yang teramat dikasihinya itu telah tiba di ruang keluarga.

Kaysen mengangkat sebelah alis tatkala melihat dari kejauhan tampilan Calisto yang tidak biasa. Terlebih karena lelaki itu berjalan dari arah dapur?

“Sedang apa kau, hm? Cuti dari seorang teknisi dan beralih haluan menjadi koki?” Kaysen tidak tahan untuk tak melontarkan candaan tersebut kepada kakaknya ketika laki-laki itu berdiri sejangkauan darinya.

THE HEART (The Perfect Feeling) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang