Celosia menutup pintu kamarnya dengan berdebum. Perempuan itu berlari dan melempar tubuh ke atas peraduan. Kepalanya tertelungkup di atas bantal, menyembunyikan kedua matanya yang tengah basah. Ia merasa malu dan marah. Bagaimana bisa Kaysen berpura-pura menjadi orang lain dan menyaksikan segala ketidaktahuannya dengan tenang? Apa yang sebenarnya sedang lelaki itu rencanakan?
Tadi, begitu memasuki apartemen, Celosia mematikan semua teknlogi yang ada, termasuk alat komunikasinya yang saat ini masih melingkar di pergelangan tangan, berharap ia bisa menenangkan diri tanpa gangguan dari sesiapa.
Ia tahu mungkin saja sekarang Kaysen sedang bingung dan kesal karena ia tak juga datang memenuhi undangan makan siang yang sudah bisa dipastikan bahwa saat ini telah terlambat. Biarlah. Yang Celosia inginkan saat ini hanyalah memejamkan mata. Berharap segala hal menjengkelkan yang terjadi hari ini bisa terlupa saat ia terbangun nanti.
Celosia hampir masuk ke tidur dalamnya ketika air mata berhasil membuat tubuhnya lelah dan mengantuk, saat tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbanting terbuka dari lantai satu. Perempuan itu langsung terduduk dengan jantung berdebar kencang.
Ada seseorang yang memaksa masuk. Bagaimana bisa? Siapa?
Perlahan-lahan, diliputi rasa takut dan gemetar yang memenuhi seluruh tubuh, gadis itu tersuruk-suruk melangkah turun dari ranjang, menggapai apa saja yang ada di atas meja sebagai senjata. Ah, ia menyesal telah mematikan sistem keamanan robot Yo hingga ia tak bisa tahu siapa yang telah memasuki apartemennya. Lagi pula, bukankah ia sudah mengunci manual, memasang pintu terali tambahan untuk jendela dan juga pintu? Dan meskipun sistem keamanan mati, tetap akan ada bunyi peringatan darurat yang memberi tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres, bukan?
Seharusnya, membutuhkan sedikit waktu lebih banyak bagi seseorang yang berniat ingin menerobos masuk. Namun, tak ada bunyi peringatan atau apapun yang bisa membuat kewaspadaannya menurun. Ia justru semakin bergidik, siapa yang telah berhasil memasuki apartemen dengan teknologi tinggi miliknya itu? Penjahat itu menginginkan apa?
Celosia berkali-kali menghela napas dan mengembuskannya melalui mulut untuk mengusir kengerian yang makin membuat kegugupannya menjadi-jadi. Tangan kanannya membuka kenop pintu perlahan, ditengoknya ke sebelah kiri di mana lorong kamar seakan terlihat lebih seram dari biasanya. Setelah memastikan bahwa mungkin saja orang tersebut belum menaiki lantai dua, Celosia bergegas keluar kamar dan bersembunyi di balik dinding yang sedikit menjorok di samping tangga.
Tidak ada siapa-siapa.
Lengang dan senyap yang memenuhi udara membuat Celosia mengerutkan kening. Kedua tangan yang tadinya mencengkeram erat vas bunga dari gerabah itu mengendur sejenak. Apakah ia tadi bermimpi? Apakah suara bedebum itu hanya ilusinya semata karena ia sedang dalam keadaan lelah dan mengantuk?
Ditariknya napas dalam-dalam sekali lagi dan dengan segala tenang yang coba ia tanamkan dalam kesadaran, Celosia bergerak pelan menuju tangga, hendak melangkah menuju dapur untuk mengambil air minum. Namun, baru satu pijakan kakinya menapaki tangga, Celosia menjerit terkejut dan terjengkang ke belakang, membuat vas bunga yang digenggamnya terlempar, menimbulkan suara pecahan yang terdengar nyaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HEART (The Perfect Feeling) [COMPLETE]
عاطفية"Kaysen, kau sedang apa?" Dari balik layar tipis itu, Kaysen tampak mengalihkan pandangan kepada Celosia yang datang membawa tanya, memasuki ruangan dan melangkah perlahan mendekatinya. Lelaki itu tersenyum hangat lalu bertopang dagu dengan kedua ta...