“Beri tahu Celosia untuk tetap tinggal di ruangannya sampai aku memberi kabar lagi.” Kaysen berkata memecah senyap setelah sekian menit terdiam, tenggelam dalam euforia kerinduannya ketika menatap rekaman kegiatan Celosia di dalam ruang kamarnya tadi.
Ekspresinya berubah masam, antara tak sabar untuk bertindak dan marah karena tak bisa apa-apa ketika gadis itu terancam. Ia mendengar semuanya. Kaysen mendengar bagaimana Nichlas memaksa Celosia untuk mau menikah dengan lelaki itu, bagaimana lelaki kurang ajar itu tanpa tahu malu meminta sebuah komitmen dengan cara yang tentu saja dibenci perempuan, tetapi, seringaian muncul di bibirnya kemudian, ketika dengan berani perempuan itu mendaratkan tamparannya di wajah Nichlas.
“Baik, Tuan. Akan saya lakukan.” Si anak buah berkata sembari menunduk.
“Sampaikan kepada Celosia, aku akan datang secepatnya,” ucapnya penuh tekad. “Jaga perempuanku tetap aman, bagaimana pun caramu, hidupmu tergantung keberhasilanmu menjalankan tugas,” ancamnya kemudian. “Kau tahu, bukan? Aku tidak menerima kegagalan?” tanyanya dengan seringaian mengancam.
“Iya ... iya, Tuan. Tentu saja saya akan menjalankan tugas ini dengan sebaik-baiknya. Saya akan menjaga nona Celosia dengan hidup saya,” jawabnya dengan gemetar.
“Bagus,” pujinya sambil menyandarkan tubuh, bersedekap.
“Pergilah, aku menunggu chip yang kauberikan pada Celosia. Kirim kepadaku tanpa aku harus menunggu lama,” perintahnya.
“Baik, Tuan Kaysen. Saya undur diri,” ujarnya beriringan dengan layar hologram yang padam.
Tubuh Kaysen melemas. Ekspresi dan gerak tubuhnya yang semula kaku kini tampak lemah di pangkuan kursi besarnya. Sebelah tangannya tertumpu pada lengan kursi, sementara jemarinya yang lentik memangku sisi kepala dengan mata terpejam. Sejujurnya ia tak bisa bersabar dan berpuas diri atas keadaan yang kini tengah melingkupinya. Ingin rasa lelaki itu terbang sekarang juga ke tempat Celosia ditahan, tak peduli jika tubuhnya harus terluka dan mengulang lagi peristiwa berdarah bertahun-tahun lalu ketika ia kalah bertarung membawa pulang tubuh yang rusak. Namun, keselamatan Celosia tak dapat ia abaikan. Ancaman Nichlas tak main-main. Bagaimana jika ia bertindak gegabah dan justru membuat perempuan itu celaka?
Kening Kaysen berkerut dalam. Jika Nichlas melakukan penyekapan itu bertujuan untuk membuat dirinya hancur, maka sudah tercapailah keinginan itu. Saat ini, lelaki itu sungguh tersiksa dan remuk hatinya. Biasanya ia akan dengan mudah mendapatkan apa yang ia mau dalam waktu singkat, tetapi kali ini, ia harus mengulur kesabarannya sedikit lebih lama agar rencananya berjalan sempurna.
Getar alat komunikasi terasa menggelitik pergelangan tangan lelaki itu kemudian. Kaysen membuka mata waspada dan menegakkan punggung sebelum mengizinkan si pemanggil menatap wajahnya.
Lucas Neron.
“Kau mengunciku di dalam ruangan?” Lucas bertanya dengan nada marah tanpa basa basi setelah Kaysen mengangkat panggilan darinya.
Mimik wajah Kaysen terlihat santai, tetapi bersenjang dengan kalimat yang diucapkannya kemudian. “Ya. Aku tak selengah lima tahun lalu ketika kau dengan seenaknya meninggalkan pekerjaan. Pintu akan otomatis terbuka ketika proyekmu kali ini selesai dan aku bisa membuktikan sendiri dengan mataku. Kecerobohanku tak akan terulang dua kali,” jelasnya dengan tatapan tajam.
“Astaga ... Kaysen. Sepertinya kau sedang lupa bahwa saat ini kau tengah berbicara dengan calon mertuamu! Beginikah kau memperlakukanku? Asal kau tahu, bisa saja aku tak memberi restu pada pernikahan kalian nanti.” Lucas Neron mendengus, memasang wajah kesal meski dalam hati ia menahan tawa.
Semula, Lucas hendak menyampaikan kabar secara langsung kepada Kaysen dengan pergi ke ruangan pemimpin perusahaan itu sembari meluangkan waktu jeda ketika proses pemindaian itu hampir selesai. Namun, ketika hendak keluar ruangan, lelaki tua itu terkejut bukan main ketika pintu menolak terbuka dan malah menyalakan lampu peringatan berwarna merah pertanda ia tak memiliki akses keluar ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HEART (The Perfect Feeling) [COMPLETE]
Romance"Kaysen, kau sedang apa?" Dari balik layar tipis itu, Kaysen tampak mengalihkan pandangan kepada Celosia yang datang membawa tanya, memasuki ruangan dan melangkah perlahan mendekatinya. Lelaki itu tersenyum hangat lalu bertopang dagu dengan kedua ta...