Kaysen terbangun dengan kedua matanya yang langsung terbuka lebar ketika merasa bahwa dirinya sudah cukup lama terpejam. Jendela ruangan masihlah tampak gelap, dan begitu menengok ke dinding, jam digital yang berdetik perlahan di sana baru menunjukkan bahwa waktu masihlah dini hari menjelang fajar. Tubuhnya terasa panas di satu sisi dan begitu ingatannya berputar cepat, ia langsung teringat jika ia tengah tidur di kamar Celosia.
Laki-laki itu sontak menengok dan menemukan gadis itu tengah tertidur miring dengan sebelah tangan dan kaki memeluk tubuhnya, seolah-olah sedang memeluk guling besar yang begitu nyaman. Kaysen tersenyum, merilekskan tubuhnya sejenak. Kapan lagi ia bisa menikmati dipeluk oleh Celosia seperti ini, karena dalam keadaan sadar, jangankan memeluk, dicium olehnya saja perempuan itu malu luar biasa.
Beberapa menit berlalu tanpa suara. Celosia akhirnya menggerakkan tubuhnya dengan bersuara kecil seperti mengigau. Tubuhnya lalu terlentang sebelum berbalik memunggungi Kaysen, seakan mengerti jika lelaki di sebelahnya hendak terbangun.
Lelaki itu kemudian duduk, menarik selimut yang teronggok di ujung tempat tidur, menyelimutkannya ke tubuh Celosia hingga menyisakan kepalanya saja. Kaysen lantas mendekatkan kepalanya di pundak gadis itu, menengok sebentar ke wajah Celosia yang tampak damai dan meninggalkan kecupan seringan bulu di pelipisnya.
“Selamat melanjutkan tidur, Manis,” bisiknya dengan tersenyum.
Dengan gerakan perlahan, lelaki itu turun dari peraduan, melangkah menyeberangi ruangan dan menekan tombol untuk membuka pintu. Kaysen menyempatkan diri menengok dengan perasaan tidak rela ke dalam kamar, seakan waktu semalaman itu masih belum cukup baginya untuk menuntaskan rindunya kepada Celosia.
Ketika pintu itu terbuka lebar, Kaysen lantas bergegas, membiarkan pintu di belakangnya menutup secara otomatis lalu bergegas memasuki lift, pergi menuju ruangannya sendiri. Sudah beberapa hari ini lelaki itu tak pulang ke rumahnya, dan sekarang Celosia sudah kembali lagi ke tempat ini, membuat lelaki itu semakin urung untuk pulang.
Keadaan sekeliling masih sepi saat Kaysen tiba di ruangan pribadi yang terletak di sebelah ruang kerjanya. Lelaki itu lantas menepi ke jendela besar yang membentang di sepanjang dinding, menghadap ke pemandangan hutan beton yang memperlihatkan kerlip lampu kota yang menyala terang di berbagai sisi, seperti cermin langit dengan bintangnya yang mengerlip.
Belum banyak aktivitas yang dilakukan orang-orang di waktu ini, hanya terlihat beberapa mobil terbang yang melaju pelan dan kendaraan-kendaraan kecil di jalanan yang memperlihatkan sorot lampunya dari kejauhan.
Kaysen tak pernah terlambat mengabsen pemandangan itu tiap pagi. Tubuhnya telah terlatih sejak kecil untuk terbangun di jam tersebut. Oleh karena itu, kadang di saat ia lelah pun, matanya terus memaksa untuk membuka, meminta tubuhnya untuk terbangun dan mulai menjalani rutinitas.
Baru saja membalikkan badan, terdengar bunyi beep di pintu ruangan. Lelaki itu mengerutkan kening dalam.
Siapa yang pagi-pagi seperti ini datang ke ruangannya?
Sambil terus mengira-ngira, Kaysen mendekat ke pintu itu dan menyalakan layar hologramnya yang memperlihatkan siapa yang kini sedang menunggu izin darinya untuk masuk. Begitu melihat sosok dokter yang tengah berdiri diam di depan pintu, lelaki itu mengangkat alis dengan ekspresi heran.
Ada apa dokter jaga di rumah sakit internal miliknya itu mendatanginya pagi-pagi? Apakah terjadi sesuatu pada Celosia?
Oh, padahal baru beberapa menit lalu ia meninggalkan ruangan perempuan itu.
Didesak oleh rasa penasaran, Kaysen berkata cepat sebagai password agar pintu ruangannya segera terbuka, “Masuk.”
Belum sempurna pintu itu terbuka, lelaki itu menatap tajam pada sang dokter dan langsung melontarkan kalimat tanya dengan ketus hingga membuat sang dokter terperanjat. “Ada apa? Apakah Celosia sakit? Kenapa kau tak memberitahuku lewat pesan saja?”
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HEART (The Perfect Feeling) [COMPLETE]
Romance"Kaysen, kau sedang apa?" Dari balik layar tipis itu, Kaysen tampak mengalihkan pandangan kepada Celosia yang datang membawa tanya, memasuki ruangan dan melangkah perlahan mendekatinya. Lelaki itu tersenyum hangat lalu bertopang dagu dengan kedua ta...