Bab 43 - Pertarungan Terakhir

10 4 0
                                    

Kaysen memeluknya lagi.

Entah hanya perasaannya saja, ataukah memang pelukan Kaysen beberapa kali ini terasa berbeda?

Lelaki itu memeluknya dengan lembut, rapat, serta penuh perasaan. Menanggalkan kesan dominan dan posesifnya selama ini. Celosia yang tampak kecil dalam dekapan pria tinggi besar itu mengerutkan kening. Tangannya tetap diam di samping tubuh, tak menanggapi dekapan Kaysen.

Sementara itu, Kaysen memeluk Celosia dengan memejamkan mata dan tubuh bergeming tak bergerak, seolah tak ingin mengubah posisinya saat itu dan tak rela menjauhkan tubuhnya dari Celosia, mengungkapkan perasaannya yang tak terkatakan.

Sejujurnya Kaysen tak ingin meninggalkan Celosia selama beberapa hari ke depan, tetapi, membawa perempuan itu turut serta juga sangat berisiko. Kaysen bisa saja memerintahkan para anak buahnya yang terlatih dan mengikutsertakan dewan keamanan dalam rencana menumpas habis tangan-tangan Nichlas yang tersebar hampir di semua tempat. Namun, tentu saja rencana itu akan gagal karena kedatangan mereka yang mencolok justru cepat atau lambat akan membuat musuh bubar terlebih dahulu sebelum ditangkap.

Oleh karena itu, Kaysen akan turut berangkat dengan penyamaran seperti biasanya untuk semakin memperkuat pasukan karena dirinya adalah salah satu dari dua orang yang mendapat hak istimewa untuk memiliki tameng anti peluru di tubuh mereka. Selain itu, Kaysen akan merasa puas jika dia menumpas habis dengan tangannya sendiri musuh-musuh yang dengan sengaja mengantarkan nyawa kepadanya itu.

Tak sabar rasanya ia menembakkan peluru revolvernya itu dan membuat musuh-musuhnya tumbang bahkan hancur.

Di sisi lain, ketika berbicara tentang pertarungan melawan anak buah yang membawa nama besar Nichlas, tubuh Kaysen seolah menolak lupa tentang bagaimana rusak parah tubuhnya hampir enam tahun lalu ketika akhirnya ia kalah melawan orang-orang Nichlas.

Ia tidak takut terluka. Sungguh Kaysen tak pernah ragu sedikit pun untuk maju melawan dengan kekuatannya sendiri. Namun, satu hal kecil yang membuat otaknya yang cerdas itu tumpul seketika adalah Celosia.

Kaysen harus meninggalkan perempuan itu dengan perasaan tak menentu. Kaysen menyayangi perempuan itu dan tak ingin Celosia sedih karena khawatir akan kepergiannya.

"Kaysen ...." Celosia mencoba menyapa. Perasaan tak nyaman yang semakin menggerogoti hatinya itu pada akhirnya memaksa mulutnya untuk berkata.

Lelaki itu dengan berat hati mengangkat kepala dan membiarkan kedua matanya bersirobok dengan mata Celosia yang saat ini menatap tajam ke arahnya.

"Ada apa? Kau menyembunyikan sesuatu dariku, bukan?" tanyanya dengan kening berkerut yang membuat Kaysen seketika menelan ludah karena pertanyaan itu tepat menusuk hatinya. Satu detik. Hanya satu detik lelaki menunjukkan emosinya sebelum kemudian menyimpannya rapat-rapat dalam senyuman.

Kaysen menarik napas panjang. "Aku hanya sedang senang dan tak tahu harus berkata apa. Kau tahu, Losia? Aku tak menyangka bahwa hari ini akan terjadi. Aku bertemu denganmu dan kita bahagia karena hari pernikahan ada di depan mata," tuturnya mencoba mengucapkan kalimatnya dengan lembut, berharap Celosia tak bertanya lagi.

Senyap beberapa waktu, dan berhasil.

Raut wajah Celosia sedikit tersipu dan perempuan itu menunduk untuk meredakan rona di pipinya sebelum mengangkat wajah kembali dan menjawab tanpa kecurigaan. "Mungkin ... kebetulan itu memang tidak ada? Karena aku benar-benar tak menyangka jika laki-laki kecil yang kutemui di bawah hujan itu ternyata adalah jodohku."

Kaysen tersenyum. "Aku akan mengajakmu ke suatu tempat. Tempat yang pasti kau suka." Sebelah tangan lelaki itu bergerak ke samping wajah Celosia, menyentuh rambut-rambut yang beriap-riap di sana dan menyelipkannya perlahan ke belakang telinga. "Tapi nanti. Sekarang kau harus masuk dan beristirahat." Kaysen memegangi kedua pundak gadis itu dan tersenyum lembut.

THE HEART (The Perfect Feeling) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang