“Wajahmu ... bagaimana wajahmu bisa berubah total seperti ini? Apakah ini permanen?” Timmy masih sibuk dengan ketidakpercayaannya di tengah suasana hening ruangan kafe itu.
Laki-laki yang tidak ia temui selama bertahun-tahun itu saat ini seakan telah bereinkarnasi menjadi orang lain, orang yang sama sekali tidak dikenalinya karena bentuk tubuh dan wajah yang berbeda dari wajah terdahulunya.
Luke mengangkat wajah, menatap dengan mata tuanya lantas tersenyum. “Aku menggunakan teknologi pengubah struktur wajah. Ini bisa permanen bisa juga diubah kembali seperti semula. Tapi untuk saat ini dan entah sampai kapan, sepertinya aku akan terus memakai wajah ini. Demi keamanan. Rekam dengan jelas wajahku, Timmy, karena jika kau sampai lupa lagi, aku akan sangat marah,” candanya dengan ucapan penuh penekanan yang membuat wanita itu tertawa.
“Tentu saja aku akan mengingat. Usiaku mungkin sudah tidak muda lagi, tetapi daya ingatku belum seburuk itu hingga aku bisa mengingat sekejap lalu lupa,” kekehnya.
Perempuan itu menarik napas panjang dan ekspresinya kembali tegang, menatap kembali Luke yang masa ini tengah menyeruput kopi hitamnya.
“Kenapa kau melakukan ini semua, Luke? Kenapa kau melarikan prototipe asli milik Kaysen Finley itu dan malahan meninggalkan versi duplikatnya di sana? Apakah diam-diam kau menyimpan dendam?” ucapnya dengan suara rendah, terdengar begitu menyelidik.
Di awal hari Lucas menitipkan anaknya lima tahun lalu, lelaki itu hanya mengatakan bahwa demi keselamatan Celosia, dia harus meninggalkan anak gadisnya itu tinggal bersamanya untuk sementara.
“Kau akan ke mana, Luke?” Timmy menengok cemas ke arah Celosia yang tengah tertidur nyenyak di kamar tamu miliknya. Gadis itu tampak pucat pasi seolah baru saja kehilangan darah.
Lucas Neron tadi datang ke kediamannya pada dini hari pukul tiga malam, mengusik dunia mimpi yang baru saja ia datangi. Dengan mata masih mengantuk, Timmy menghidupkan tombol untuk mengaktifkan pemindai dan pembuka otomatis pada pintu. Wanita itu kemudian bergegas menuruni tangga untuk melihat siapakah tamu yang mendatangi rumahnya pada dini hari seperti ini.
Begitu tiba di ruang tamu, seketika langkah Timmy berhenti, terkejut mendapati Luke yang buru-buru memasuki pintu setelah memperoleh akses masuk dengan Celosia yang meringkuk dalam gendongan tangannya.
“Luke ... Celosia ....” Timmy seperti masih belum bisa berpikir dengan jernih melihat keadaan yang dilihatnya. Matanya mengerjap beberapa kali untuk memastikan penglihatannya.
“Aku harus menidurkannya di mana?” Tanpa ditanya, Luke yang sepertinya tengah panik karena berkali-kali menengok ke arah pintu itu berseru.
Timmy gelagapan lantas berlari membuka pintu kamar terdekat. “Di sini ... tidurkan dia di kamar ini.” Perempuan itu membuka pintu kamar lebar-lebar sembari mengedikkan dagu, meminta Luke meletakkan Celosia di atas ranjang yang ada.
Dengan tergopoh-gopoh, lelaki itu segera melangkah cepat ke dalam kamar. Timmy membantunya menata bantal dan menyingkap selimut. Perlahan, anak gadis itu dibaringkan di atas peraduan dengan selimut yang ditutupkan rapat hingga dada.
Seolah baru mendapatkan seluruh kesadaran, dengan napas memburu karena keterkejutan, Timmy membanting tubuhnya pada kursi kecil yang terletak di samping ranjang. Mengamati Celosia lamat-lamat, lalu memandangi Luke yang seolah baru saja dikejar hantu karena raut wajahnya yang terlihat begitu ketakutan dan cemas.
Lelaki itu menghela napas panjang penuh ekspresi kelegaan setelah anaknya baru saja bisa ia tidurkan dengan tenang.
“Apa yang terjadi?” Timmy bertanya lirih dengan nada menuntut. Tidak bisa menebak barang satu kejadian saja, apa yang menyebabkan saudaranya itu datang di pagi buta seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HEART (The Perfect Feeling) [COMPLETE]
Romance"Kaysen, kau sedang apa?" Dari balik layar tipis itu, Kaysen tampak mengalihkan pandangan kepada Celosia yang datang membawa tanya, memasuki ruangan dan melangkah perlahan mendekatinya. Lelaki itu tersenyum hangat lalu bertopang dagu dengan kedua ta...