"Aku akan mengantarmu." Alterio berucap cepat ketika Celosia keluar dari pintu apartemen.
Lucas yang berdiri di samping Alterio pun menoleh. Ada kesungguhan yang tulus tampak dari kedua mata anak lelakinya itu. Ia tahu bahwa ucapan Alterio tak main-main ketika berkata bahwa ia akan menjaga Celosia. Anak lelakinya itu benar-benar menyayangi adiknya dan mendadak mau hidup bersamanya dalam sekejap. Hal itu membuat Lucas tersenyum. Tak menyangka jika kehadiran Celosia kembali ke tempat ini seolah menjadi mantra ajaib bagi kehidupannya. Mengubahnya menjadi indah dalam sekilap.
"Ya. Jaga adikmu benar-benar. Aku akan ke gedung pusat setelah ini." Lucas berkata ringan sembari mengangguk.
Alterio mengangkat sebelah alis. "Tentu saja, Ayah. kaupikir akan kuapakan Celosia? Menculiknya?" Lelaki itu memandang ke arah Celosia sejenak. "Kalaupun aku membawanya pergi. Itu karena aku akan menyelamatkannya. Bukan untuk mencelakainya. Kau masih belum percaya pada anakmu?" cecar Alterio dengan pertanyaan ketus bernada penuh ketersinggungan berkat ucapan singkat Lucas tadi.
"Kau masihlah anak lelakiku yang mudah tersinggung," ejeknya. "Tentu saja aku percaya padamu. Pergilah. Antar Celosia pulang ke apartemennya." Lucas berganti menatap anak perempuannya.
"Jaga dirimu baik-baik. Kita akan sering bertemu jika kau pergi ke gedung pusat." Lucas tersenyum penuh arti ketika mengucapkan kata-katanya dengan maksud tersirat itu.
Wajah Celosia memerah malu. Tentu saja sebagai seseorang yang dekat dengan Kaysen, ia akan sering berkunjung ke gedung megah tersebut, menemui dan menemani bos besar Win Thousand itu dalam segala acara.
"Ya, Ayah. Aku akan merindukanmu setelah ini. Terima kasih untuk masakan yang super lezat." Celosia melambaikan tangan dan mulai melangkah menjauh dari pintu apartemen itu bersama dengan Alterio yang berjalan di sampingnya.
Langkah keduanya berderap beriringan hingga sampai di pintu lift. Tak ada kalimat yang mengudara di antara mereka selama beberapa lama. Sampai terdengar Alterio mengembuskan napas berat lantas bertanya,
"Kau mencintai Kaysen?" lelaki itu bersandar di dinding lift dengan tubuh santai. Namun, dari pertanyaan yang diucapkannya, terlihat jelas sekali di mata Celosia bahwa kakaknya itu sedang tegang dan enggan.
Celosia menoleh mendengar pertanyaan tersebut, mempelajari ekspresi Alterio dan menatap ke depan lagi. Napasnya terdengar berembus perlahan seakan sedang mengambil ancang-ancang untuk menjawab.
"Kaysen pada mulanya menemukanku memang untuk membunuhku. Ia begitu marah ketika tahu bahwa ternyata akulah anak si pengkhianat yang ia cari. Si pembawa prototipe yang ternyata tak bisa menyerahkan barang curiannya karena terpasang erat dengan tubuhku. Tak ada cara lain selain mencopot paksa dan mungkin saja efeknya adalah benar-benar aku yang menjadi pesakitan, bahkan mungkin mati." Celosia mengerutkan kening, mengingat kembali simpanan memori pikirannya yang Kaysen perlihatkan padanya.
Alterio mendengar setiap patah kata itu dengan saksama.
"Tapi entah kenapa, semenjak aku kehilangan memori untuk kedua kalinya itu, Kaysen berubah. Ia memperlakukanku dengan baik bahkan mengkhawatirkan keadaanku seolah merasa bersalah." Gadis itu menunduk. "Sejak saat itu ... hingga sekarang, Kaysen secara terang-terangan menunjukkan bahwa ia peduli padaku. Kau tahu? Aku tak ingat siapa-siapa waktu itu. Aku hanya ingat dia. Dia yang menyelamatkanku dari penembakan di atas gedung waktu itu," lanjutnya dengan mata berkaca-kaca, mengenang masa-masa berdarah yang membuatnya begitu payah.
Lelaki itu semakin menunduk. Dadanya berdesir saat Celosia menyebut lagi peristiwa penembakan di atas gedung itu, membuatnya terpukul oleh rasa bersalah berkali-kali.
"Lalu, bagaimana bisa tak ada perasaan di hatiku jika begitu? Dia ...."
Alterio menegakkan tubuhnya. Ada perasaan tak nyaman yang tiba-tiba saja masuk ke hatinya saat Celosia bercerita tentang Kaysen. Bagaimana pun, ia masih berat menerima kenyataan bahwa Kaysen akan menjadi iparnya suatu saat nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HEART (The Perfect Feeling) [COMPLETE]
Romance"Kaysen, kau sedang apa?" Dari balik layar tipis itu, Kaysen tampak mengalihkan pandangan kepada Celosia yang datang membawa tanya, memasuki ruangan dan melangkah perlahan mendekatinya. Lelaki itu tersenyum hangat lalu bertopang dagu dengan kedua ta...