Bab 41 - Mendapat Restu

15 4 0
                                    


“Tenang, Kaysen Finley. Ini hanya peringatan kecil untukmu. Dendam Nichlas yang membara belumlah usai dan aku yang akan menuntaskannya.”

Kaysen tersenyum sebelah bibir dan terkekeh kecil dengan ekspresi mengejek. “Kau pura-pura lupa, ya? Atau kau sedang menutup mata atas apa yang menimpa bosmu? Jika saja masih hidup, pasti saat ini Nichlas akan menyeretmu untuk kembali saja ke markas dan berdiam diri merenungi nasib.”

Hector mengacungkan revolver tepat ke wajah Kaysen dengan ekspresi marah. “Jaga ucapanmu, Bocah Ingusan! Kau sama seperti ayahmu yang senang dengan penderitaan orang lain! Akan kupastikan bahwa kematianmu akan lebih tragis dari Finley!” ancamnya dengan tubuh bergetar menahan amarah sembari mengetatkan pegangan senjata di tangannya.

“Nona.” Reiga berbisik sembari mendekatkan kepalanya agar Celosia bisa mendengar suaranya.

Celosia yang saat itu masih berada di dalam pelukan lengan-lengan Kaysen pun menoleh dengan sedikit terperanjat.

“Mari ikut saya,” ajak Reiga dengan ekspresi kaku sambil melirik ke arah Kaysen yang saat itu sedang terfokus pada Hector. Laki-laki itu tahu jika Celosia saat ini ketakutan bukan main. Hal itu masih ditambah dengan ekspresi kecemasan yang menggayuti wajah cantiknya hingga memucat.

Perempuan itu menengadah ke wajah Kaysen seolah meminta izin.

“Ikuti Reiga, Losia. Kau akan aman.” Kaysen berkata lirih sembari melepaskan rangkulan lengannya.

Celosia menggigit bibir ketika Kaysen melepas pelukannya. Ada rasa gamang yang mendadak merambat ke dada, seolah-olah, dengan lelaki itu melepas rangkulannya, perlindungan dirinya menipis sehingga ia merasa takut. Tapi, ketakutan terbesar yang melandanya saat ini adalah rasa takut jika Kaysen terluka. Namun di sisi lain juga, ia ingin segera menengok kondisi sang ayah yang saat ini entah bagaimana keadaannya. 

“Kaysen.” Bingung hendak mengungkapkan isi hatinya dengan kalimat seperti apa, akhirnya hanya panggilan itu lah yang keluar dari bibirnya.

Lelaki itu menoleh, mengerutkan keningnya dengan senyum tipis, wajahnya menunjukkan rasa terenyuh atas sikap Celosia. “Aku akan baik-baik saja, Losia. Aku berjanji,” ujarnya dengan mantap. “Sekarang, lindungi dirimu,” perintahnya dengan kalimat tegas.

Celosia hanya membuka bibirnya, tetapi lidahnya terlalu kelu untuk menanggapi.

Ketika melihat ekspresi perempuan itu yang campur aduk, Kaysen tersenyum hangat dan menutup kalimatnya dengan ekspresi memohon yang begitu tulus. “Untukku ...,” sambungnya dengan mengusap ringan sebelah pipi Celosia yang membuat wanita itu justru berkaca-kaca. “Lindungi dirimu demi aku,” pungkasnya.

Perempuan itu menghela napas panjang dan mengangguk dengan berat hati lantas berjalan mengikuti Reiga yang telah lebih dulu berjalan hingga berada di sisi pintu lift. Bersiap untuk mengantar kepergiannya.

Fokus Kaysen kembali kepada Hector yang saat itu sedang menyeringai ke arahnya. “Jika kau bisa,” ucapnya dengan ringan. “Lakukan apapun untuk memuaskan nafsu pendendammu itu. Tapi jangan bermimpi jika ancamanmu itu bisa sampai kepadaku, karena sebelum kau bisa melakukannya, kau mungkin telah mati dengan nasib sama seperti Nichlas.”

Mata Kaysen yang awas melihat jika saat itu Hector telah menarik pelatuknya. Dengan cepat Kaysen mengaktifkan pelindung super yang menyelubungi tubuhnya untuk menghalau peluru yang datang.

Suara kelontang terdengar kemudian. Ekspresi Hector nampak gelap dan dada lelaki itu naik turun karena emosi yang mulai menguasai diri.

Kaysen menyeringai dan mengangkat tangannya ke depan. Mengacungkan revolver ke arah Hector. “Kau tahu apa ini, hm? Revolverku ini bisa menembak lebih cepat dari saat aku menekan pelatuknya. Dan apakah kau belum tahu? Revolverku ini bisa menghancurkan tubuh dan mobil terbangmu hingga hancur berkeping-keping dan melayang tanpa bekas seperti debu dalam satu kali tembakan.” Lelaki itu menjelaskan dengan ekspresi kejam berselimut senyum membunuhnya yang mengerikan.

THE HEART (The Perfect Feeling) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang