Kaysen memiringkan kepala. Menatap sebal kepada gadis yang entah bagaimana bisa tiba di pucuk gedung itu. Tidak ada nama. Tidak ada identitas apapun selain angka 0906 yang muncul pada lensa pemindai canggih yang terpasang pada mata Kaysen. Dan itu menambah rasa kesal karena Celosia menatapnya dengan penuh penilaian.
Celosia teringat nama itu. Nama yang terucap beberapa detik sebelum kesadarannya terenggut.
Alterio.
Dia tidak salah bukan? Perempuan itu juga masih menyimpan ingatan di kepala, sosok lelaki itu tingginya hanya lebih sepuluh senti dari dirinya. Mengapa sekarang laki-laki ini tinggi sekali dan menatapnya dengan beringas? Celosia sampai harus sedikit mendongak untuk bisa memindai wajahnya.
Ah, wajah? Dia tidak ingat benar. Lagipula, malam itu terlalu singkat baginya untuk dapat merekam dengan jelas seperti apa raut mukanya. Celosia merambatkan pandangannya mulai dari ujung kepala hingga sepatu Kaysen.
Pria di depannya ini tampak basah. Sama seperti dirinya yang juga mulai lembap tersiram gerimis.
Tadi, saat Celosia terbangun, dia kebingungan bukan main karena berada di ruangan aneh yang dipenuhi cahaya biru dengan layar monitor menyala di mana-mana. Tidak ada siapa-siapa. Lalu, berjalanlah perlahan ia dari pintu ke pintu yang menyala hijau, pertanda Celosia memiliki akses terhadap ruangan. Maka, naluri untuk bisa sampai di tempat terbuka membawanya ke sini. Ke pucuk gedung antah berantah yang terasa menyenangkan untuknya. Menyepi di bawah sapuan hujan.
Sekali lagi Celosia tidak tahu, mengapa pula dirinya menyukai hal itu. Hatinya mengatakan bahwa dirinya nyaman berada di suasana demikian. Dan ia tidak bisa menolak.
Dua orang perempuan berjas putih yang berlari lintang pukang dari arah pintu lantai puncak terhenyak seketika. Menyaksikan gadis yang hilang dari ruang observasi itu ternyata sedang berdua dengan Kaysen di pucuk gedung. Tadinya mereka hendak memberitahu Kaysen tentang keadaan genting yang sudah pasti akan membuat atasannya itu murka. Namun ternyata, dia sedang berada bersama Kaysen? Apakah lelaki itu yang mengajaknya kemari?
Kaysen mengalihkan pandangan dari gadis di hadapannya dan melirik dua orang pegawai yang sedang ketakutan di ambang pintu. Celosia mengikuti arah pandang lelaki itu dan terkejut ketika dua perempuan menyergap tangannya, sementara Kaysen tanpa berkata lagi membalikkan badan.
Meninggalkan tiga perempuan yang sekarang turut berhujan-hujan seperti dirinya. Melangkah jauh menuju pintu dan menghilang di balik tembok.
"Mari ikut kami, Nona. Tidak seharusnya Anda berada di sini," perintahnya dengan tidak menerima penolakan, meskipun Celosia meronta. Berusaha melepaskan tangan dari cengkeraman dua perempuan yang sungguh, membuat Celosia bertanya-tanya dalam hati, apakah orang-orang itu benar manusia ataukah robot, sebab kekuatan tangannya sangat besar. Mungkin saja lengannya kini lebam.
Dua pegawai itu menyeret paksa tanpa memedulikan Celosia yang masih kebingungan. Membawanya kembali menuju ruang observasi.
"Kalian ini siapa? Hei, lepaskan! Kalian menyakitiku!" Wanita itu terus menggerakkan tangan, menyikut, dan berusaha melepaskan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HEART (The Perfect Feeling) [COMPLETE]
Romansa"Kaysen, kau sedang apa?" Dari balik layar tipis itu, Kaysen tampak mengalihkan pandangan kepada Celosia yang datang membawa tanya, memasuki ruangan dan melangkah perlahan mendekatinya. Lelaki itu tersenyum hangat lalu bertopang dagu dengan kedua ta...