Bab 16 - Menghapus Rasa

26 5 3
                                    

Hewan bionik sebesar semut itu merambat cepat ke tubuh si perempuan, bersembunyi di balik lengan bajunya yang panjang hingga pergelangan tangan. Menunggu perintah.

Joseph mengembuskan napas lega, karena saat ini, jika benar hewan pengintai itu telah bersarang di sana, maka tugas pertamanya usai sudah. Alterio sendiri yang akan mengontrol gerak-gerik hewan itu, Joseph hanyalah sebagai perpanjangan tangan untuk memudahkannya menjangkau area dalam.

"Aku harus kembali ke ruanganku terlebih dulu, nanti aku kembali lagi." Wanita tadi berkata dengan wajah masih bersemu merah malu-malu lalu berdiri begitu saja hendak melangkah, tetapi lagi-lagi, Joseph memegangi tangannya.

"Tidak usah, Frona." Joseph berusaha untuk duduk dengan sebelah tangan memijit pelipisnya, berpura-pura sedang mengenyahkan rasa tak nyaman hanya untuk menepis rasa curiga dari rekannya itu.

"Kurasa, aku sudah baik-baik saja." Lelaki itu pada akhirnya duduk dengan tegak. "Kau tak lihat, aku telah kembali segar,” ujarnya sembari menggerakkan bahu, menunjukkan bagaimana sekarang ia telah membaik.

Frona mengangkat kedua alis hingga tanpa terasa ia  memandangi laki-laki di depannya itu selama beberapa lama dengan terpaku. Seolah-olah sedang menelaah benar-benar, kesesuaian perkataan Joseph dengan kondisi fisiknya yang kini nyata di depan matanya, begitu dekat.

Hati lelaki itu tengah bersorak dengan segala tawa. Oh, begitu mudahnya ia melakukan ini semua. Sebelumnya, ia sempat berpikir keras dan memikirkan dengan rumit kemungkinan-kemungkinan yang nanti akan ia hadapi jika memaksa diri untuk masuk ke area lantai kesehatan ini, lupa bahwa ia memiliki teman kerja yang memungkinkan baginya sebagai tempat hinggap mata kecil milik Alterio.

Sebenarnya bisa saja hewan itu ia tempatkan di mana saja, tapi sayangnya, Alterio tidak bisa meretas peta gedung Win Thousand dengan mudah, sehingga ia harus memerintahkan Joseph agar bisa masuk ke lantai ruang kesehatan demi langkah yang lebih singkat.

Wajah Joseph mengembang oleh senyuman, membuat Frona menunduk kembali, salah tingkah karena seolah baru saja ketahuan menatap laki-laki itu, sementara dirinya memanglah tengah bersitatap dengan Joseph.

Perempuan itu lalu mengalihkan pandangan ke tangannya yang kini sedang digenggam oleh lelaki itu, kemudian sebelah tangannya mengusap pungggung tangan Joseph dengan mengulas senyum yang sama.

"Baiklah. Kuharap kau memang telah baik," ucapnya dengan menghela napas. "Saat ini ... dan seterusnya. Aku ingin kau terus baik-baik saja, Joseph," imbuhnya lagi penuh arti dengan memberanikan diri memandang kedua bola mata lelaki yang saat ini telah menatapnya jua tanpa jeda.

Joseph menggertakkan gigi, menahan keinginan untuk mendekatkan wajahnya dengan wajah Frona yang begitu tulus itu lalu menyentuhkan bibirnya di sana.

Di dalam usaha yang menyesakkan itu, tanpa diduga, wanita itu justru menyentuhkan tangannya pada pipi Joseph hingga membuat laki-laki itu terkesiap, merasakan sesuatu bergejolak di dalam dadanya. Frona melebarkan senyum. “Kau benar. Suhu tubuhmu sudah membaik.”

Saat perempuan itu hendak menurunkan tangannya, kembali sebelah tangan lelaki itu menggenggam pergelangan tangannya, lalu tanpa menunggu lagi, Joseph mencium sudut bibir Frona hingga mata perempuan yang bening itu melebar.

Hanya sekian detik Joseph menempelkan bibirnya di sana, kemudian dengan pelan menjauhkan diri, hanya untuk berkata dengan suara serak, “Terima kasih.”

***

Kaysen berdiri dari tempat duduknya lalu melangkah perlahan menyeberangi ruangan begitu melihat kakaknya lah yang mendatangi tempatnya. Lelaki itu mengepalkan tangan, geram, tahu pasti apa yang kakaknya ingin bicarakan dengannya saat ini.

THE HEART (The Perfect Feeling) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang