“Ayah.”
Alterio tampak menarik panas panjang ketika mengucapkan kata pertamanya. Lucas Neron menoleh mendengar kata sapaan yang tak disangka masihlah mau diucapkan oleh anak lelakinya tersebut.
Dua lelaki, ayah dan anak itu kini sedang berdiri di balkon rumah yang menghadap ke pantai. Bangunan itu adalah kediaman tersembunyi Alterio yang tak diketahui oleh siapa pun, kecuali pelayan-pelayan yang ia pekerjakan di rumah tersebut. Tempat itu benar-benar sebuah rumah, sebuah tempat di mana Alterio biasa menghabiskan waktu untuk bersantai di sela-sela kesibukannya bekerja, tanpa seorang saja yang bisa mengganggu.
“Mengapa kau mengajakku kemari? Bukankah ini adalah rumah rahasiamu yang tak ingin diketahui oleh siapapun?” Lucas Neron bertanya dengan pandangan menerawang.
“Ini adalah pertemuan kita setelah sekian lama, Ayah. Tidakkah kauingin menanyakan bagaimana kabarku?” Alterio mengangkat sebelah bibir. “Mengenai rumah ini, rumah ini bukan rumah rahasiaku lagi, karena nyatanya, kau sendiri mengetahuinya,” sambungnya dengan nada mencela.
Candaan yang dilontarkan oleh lelaki itu menularkan senyum di bibir Lucas. Lelaki tua itu terkekeh lantas berkata, “Apa kabar anak lelakiku yang makin sibuk? Tak kusangka kau berani bermain-main dengan Nichlas dan menyandera seorang perempuan pula.”
“Ayah. Apa kau datang kemari hanya untuk terus menerus mencelaku? Ada hal yang harus kita bicarakan dan itu lebih penting,” sanggahnya.
“Bicaralah,” jawab Lucas cepat.
“Celosia.” Alterio berkata kemudian, memberi jeda pada kalimatnya, berharap Lucas akan tertarik mendengar topik pembicaraan yang ia ajukan. Namun setelah sekian detik, tak ada reaksi apa-apa dari ayahnya itu. Lucas tetap bergeming, seolah mempersilakan Alterio untuk melanjutkan perkataannya.
“Mengapa ayah tak memberitahuku jika aku ternyata memiliki seorang saudara? Apakah hal itu sebegitu tak pentingnya sehingga aku tak perlu tahu?” tanya lelaki itu dengan nada menuntut.
Lucas menipiskan bibir. Tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Hanya suara semilir angin yang terdengar semakin kuat seiring waktu yang semakin senja. Hal itu membuat Alterio tak sabar. Lelaki itu bertanya kembali dengan nada gusar.
“Ayah?”
“Kenapa kau mau memanggilku ayah lagi, Alterio? Apa karena kau akhirnya merasa bersalah karena tak memperhatikanku padahal aku ternyata selama ini memperhatikanmu?” Lucas menghela napas.
Kata-kata balasan hampir terlontar dari mulut Alterio, tetapi dengan cepat Lucas menyanggah.
“Kupikir jika aku memberitahukan hal itu kepadamu, kau tak akan peduli. Dan hal itu membuatku lebih sakit ketimbang kenyataan sebelum ini bahwa kau tak mengetahuinya.”
Alterio tertegun, kedua alisnya mengerucut mendengar perkataan ayahnya yang tentu saja benar adanya itu. Selama ini, selama ia memiliki perusahaan dan bisa mengandalkan dirinya sendiri dalam bertahan hidup, ia sama sekali tak mau memedulikan ayahnya. Ia berpikir bahwa sang ayah sesungguhnya tak peduli padanya dan hanya mengandalkan uang untuk mencukupinya, tanpa pernah memperhatikan bahwa sesungguhnya Alterio lebih membutuhkan kehadiran Lucas, tanpa Alterio mencari tahu dan merasa tak perlu untuk mengorek lebih lanjut, apa sebenarnya yang terjadi dan bagaimana keadaan ayahnya itu.
“Sebagai seorang lelaki, aku selalu merasa gagal menjadi suami, aku tak bisa membahagiakan mereka, istriku, ibumu dan ibu Celosia. Aku bahkan terus menerus membuat mereka berkorban demi diriku, mengumpankan nyawa mereka kepada kematian demi hidupku dan anak-anakku.” Lucas berhenti sejenak. “Dan sebagai seorang ayah, aku pun sama. Tak bisa memberikan kasih sayangku secara utuh kepada mereka karena tuntutan yang harus kupenuhi. Kau ... dan Celosia, adalah korban dari keegoisanku. Aku terlalu sibuk dengan pikiran dan urusanku sendiri, sementara hidup kalian terasingkan dariku. Seharusnya aku mensyukuri saja hidupku dan membersamai kalian dalam waktu-waktu yang berharga.” Tubuh Lucas terlihat gemetar menahan rasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HEART (The Perfect Feeling) [COMPLETE]
Romance"Kaysen, kau sedang apa?" Dari balik layar tipis itu, Kaysen tampak mengalihkan pandangan kepada Celosia yang datang membawa tanya, memasuki ruangan dan melangkah perlahan mendekatinya. Lelaki itu tersenyum hangat lalu bertopang dagu dengan kedua ta...