Kaysen menutup pintu ruang server dengan kasar. Langkahnya terlihat berang hingga menimbulkan suara gema yang begitu keras berkat entakan sepatu besarnya dengan lantai serta jangkahnya yang lebar, hingga hanya dalam beberapa langkah saja, Kaysen sudah tiba di lift dan dengan segera memberi perintah kepada layar kecil di depannya untuk mengantarnya menuju ruang laboratorium.
Lift canggih yang bisa bergerak vertikal dan horisontal itu tak perlu waktu lama untuk bisa tiba di tempat tujuan. Penggunanya tinggal memilih ruangan apa di lantai berapa yang akan dikunjungi dan dengan cepat, lift akan bergerak. Tidak perlu berganti-ganti lift, cukup satu pintu saja dan ketika pintu lift terbuka, ruangan yang dituju telah ada di depan mata.
Lelaki itu menyandarkan tubuh pada dinding lift yang dingin, mengantongkan kedua tangan pada saku celana dengan kepala menunduk. Tak habis pikir akan kejutan yang baru saja diterimanya. Melihat dengan utuh kehidupan Celosia di masa lampau lengkap dengan lokasi tempat tinggal yang tidak disangka-sangkanya. Kaysen berjanji dalam hati, ia akan menemukan tempat itu segera.
Saat ini, segala hal yang tersembunyi menjadi misteri di dalam dirinya akan terungkap. Dia akan membuka chip yang tertanam pada tubuhnya dan mengetahui semuanya. Ya. Mungkin memang sekaranglah waktunya. Apapun yang susah payah untuk dipendam pasti akan terbuka juga. Cepat atau lambat.
Kaysen menengadah. Menatap pantulan dirinya pada dinding kaca sembari menikmati perjalanan singkatnya melalui lift yang seperti tengah berada di lorong waktu tersebut. Ada guratan kesedihan yang terpancar di sana. Ada kekecewaan yang sungguh sedang terus menerus ia sanggah. Hatinya memendam rasa sakit, tetapi, alam pikirannya lupa. Apa yang sebenarnya telah Calisto lakukan padanya di masa lampau? Apa yang kakaknya itu lakukan untuk menyembuhkannya dari rasa sakit yang pada masa dahulu dialaminya? Tidak ada jalan lain. Ia harus melihatnya sendiri di ruang laboratorium.
Rasa tidak sabar atas lift yang terasa lama itu membuat Kaysen mengepalkan tangan, seiring bunyi beep pada pintu lift yang berbunyi seketika itu juga. Lelaki itu mengembuskan napas. Pintu ruang laboratorium terbentang di depannya. Dengan akses istimewa, tanpa menunggu, pintu segera terbuka seolah mempersilakan dengan anggun tuannya yang hendak memasuki ruangan.
Lelaki itu lantas menuju sebuah meja dengan alat pemindai berbentuk persegi panjang transparan seperti pintu pemindai berukuran lima belas kali lima belas sentimeter. Tangan kanan Kaysen menggantung di sana, membuat alat itu menyala. Pergelangan tangan yang terlewati oleh cahaya itu lalu menampilkan citra chip kecil yang tertanam di dalamnya. Kemudian, alat penyimpan mini itu keluar dari pergelangan tangannya dan masuk ke dalam alat pemindai.
Rasa nyeri seperti tersuntik jarum yang menusuk di sekitar pergelangan tangan membuat Kaysen memejamkan mata. Tak berapa lama, layar besar di hadapannya itu menampilkan dengan lengkap citra dirinya beserta data diri terperinci mulai dari kondisi aliran darah, keadaan mata, dan semua yang ingin diketahui bisa terbaca di sana, kecuali satu tanda seru berwarna merah pada batang otak yang langsung mengusik perhatian lelaki itu. Setelah mengetikkan sejumlah perintah dengan keyboard, muncullah sebuah dialog box dengan kata sandi.
Kaysen mengerutkan kening dalam, detak jantungnya berpacu semakin cepat, ekspresinya tampak gelap dengan gerahamnya berkedut menahan amarah. Oh, mengapa tidak dari dulu ia lakukan ini? Sungguh ia sangatlah percaya pada sang kakak, hingga mempercayai pula kebohongan yang disimpan oleh kakaknya. Bodoh. Sungguh bodoh.
Lelaki itu memejamkan mata, mencoba menenangkan diri, lantas secepat kilat menarikan jemarinya kembali di atas keyboard, hingga beberapa detik setelahnya, warna merah menyala mendadak terbuka, membentang di sepanjang mata memandang, memenuhi layar besar di depan Kaysen yang turut menciptakan gambaran merah pada mata lelaki itu, seolah mewakili kemarahannya saat itu. Memori lama. Memori yang selama ini ditutup aksesnya bahkan oleh dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HEART (The Perfect Feeling) [COMPLETE]
Romance"Kaysen, kau sedang apa?" Dari balik layar tipis itu, Kaysen tampak mengalihkan pandangan kepada Celosia yang datang membawa tanya, memasuki ruangan dan melangkah perlahan mendekatinya. Lelaki itu tersenyum hangat lalu bertopang dagu dengan kedua ta...