Bab 44 - Mendesak Mundur

17 4 4
                                    

Aula besar itu penuh dengan pasukan dewan keamanan berbaju hitam serta robot-robot tempur yang begitu mencolok karena kontras sekali dengan cat ruangan yang berwarna putih. Mereka semua serempak tengah memasang senjata pada tubuh mereka.

Pemimpin dewan keamanan dan beberapa staf memimpin di depan dalam senyap, melihat satu persatu anggota mereka dengan kelengkapan peralatannya melalui layar kecil yang menyala di depan wajah. Memastikan bahwa semua hal yang akan mereka lakukan berjalan sesuai rencana.

Kaysen berdiri bersedekap dengan satu tangan mengelus dagu. Mengamati dengan mata robotnya dari balik ruang pengendali. Ekspresinya tampak serius, mengawasi bagaimana pasukannya itu sedang mempersiapkan amunisi untuk terjun ke lapangan sebentar lagi.

“Bagaimana keadaan kota?” Kaysen bertanya kemudian.

Reiga dan profesor Efron yang tengah sibuk berkutat dengan pekerjaannya lalu saling pandang dan menatap punggung Kaysen yang kini terbalut baju kulit hitam khas yang biasa ia gunakan untuk bertarung.

Profesor Efron menelan ludah. “Kami bisa memastikan bahwa nanti tidak akan ada satu warga kota pun yang terbangun karena aksi kita malam ini. Kami sudah menemukan jejak orang-orang Nichlas, Tuan. Dan semua alat pengendali bom itu telah berhasil kita retas tanpa ketahuan. Jadi, Anda bisa melakukan semua hal sesuai yang Anda mau.”

Di luar dugaan, profesor Efron dan Reiga yang biasanya melihat seringaian kejam dari wajah Kaysen setelah puas dengan segala rencana, kali ini, dua lelaki itu mendapati wajah tuannya yang teramat murung. Terlihat dari pantulan wajahnya di kaca jendela besar yang ada di hadapannya. Lelaki itu bahkan mengembuskan napas panjang, seolah sedang menahan sesuatu yang tak mampu ia katakan.

Benak Kaysen terus saja terpusat pada Celosia, padahal baru beberapa waktu lalu mereka berpisah. Di waktu hampir menunjukkan tengah malam seperti ini, Celosia pastilah telah terlelap. Kaysen menahan diri sekuat tenaga untuk tak membuka alat komunikasinya dan menghubungi gadis itu lalu memastikan bahwa Celosia baik-baik saja. Gadis itu tentu saja tidak tahu, bahwa apartemen tempat perempuan itu tinggal dijaga oleh sepasukan tim keamanan yang lebih ketat dari pengamanan di gedung pusat tempat Kaysen sekarang berdiri. Meski begitu, lelaki itu sama sekali tidak berpuas hati jika tak memastikan dengan kedua matanya sendiri kalau perempuannya berada dalam posisi aman.

Kaysen membalikkan badan, menghapus semua pikiran negatif dari dua lelaki bawahannya itu, karena saat ini, wajah Kaysen tampak kaku dengan sorot mata tajamnya seperti biasa yang siap membuat musuh-musuhnya menciut.

“Alat komunikasi Celosia kuhubungkan denganmu jika ia membutuhkan bantuan, Reiga. Tapi kuharap, Celosia tak pernah sekalipun menghubungimu saat ini hingga waktu-waktu ke depan.” Kaysen melipat bibir dengan mengedutkan gerahamnya, berharap bahwa pertarungan ini segera selesai dan ia tak perlu mengalihkan komunikasi mereka hanya demi tak membuat Kaysen lengah. Sebab, sekali saja suara Celosia sampai di telinganya, sungguh begitu sulit mengalihkan konsentrasi dari perempuan itu. Seolah Celosia memiliki medan magnet yang begitu kuat, Kaysen pasti akan memilih untuk berada di dekat gadis itu saja dan memeluk untuk melindunginya dengan lengan-lengannya yang kuat.

Reiga memahami betul apa yang dirasakan oleh Kaysen saat ini. Lelaki itu melempar senyum penuh menyemangati alih-alih takut dengan ekspresi wajah membunuh Kaysen. “Baik, Tuan. Saya akan terus memastikan bahwa nona Celosia selalu berada dalam posisi aman. Nona adalah prioritas nomor satu saya setelah Anda, Tuan,” jawabnya dengan penuh kesungguhan.

“Bagus.” Kaysen menyahuti sembari menyatukan jari jemari dan merenggangkannya seolah memberi pemanasan pada tubuhnya sebelum berangkat ke medan pertarungan. “Aku pergi sekarang juga, sepertinya para pasukan telah siap,” ujarnya lalu melangkah menuju pintu.

THE HEART (The Perfect Feeling) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang