Bab 42 - Terbelenggu Ancaman

18 4 0
                                    

Kedua mata Kaysen yang berkabut menatap Celosia yang memejam.

Perasaan ini ...

Lelaki itu tersenyum dalam hati. Perempuan itu sekarang telah terbiasa dengan sentuhan-sentuhannya. Menerimanya, bahkan menikmati kedekatan mereka saat ini. Saat ini, ia tinggal membereskan ancaman dari orang-orang Nichlas yang belum bisa ia baca dan ketahui siapa-siapa saja.

Sebentar lagi. Setelah semuanya selesai, maka ia bisa memikirkan dengan tenang tentang pernikahannya.

Perlahan, lelaki itu melepaskan ciuman mereka. Dengan berat hati ia masih menatap bibir Celosia yang tampak lembap, seolah tak rela menjauhkan dirinya dari kenikmatan bibir itu.

Celosia membuka mata dan langsung bersitatap dengan mata tajam milik Kaysen. Dengan napas yang masih belum teratur, perempuan itu seketika mengangkat alis dan teringat untuk melontarkan pertanyaan yang tadi sempat mengganggunya.

Dengan spontan Celosia melabuhkan mata beningnya ke pucuk kepala Kaysen hingga ke seluruh tubuhnya yang tertutup jas hitam. Belum cukup, perempuan itu lalu meraba pundak dan tatapannya beralih lagi ke arah Kaysen yang saat itu memilih diam, menikmati wajah panik Celosia.

“Lukamu ... sudah membaik, bukan?” tanya Celosia pada akhirnya.

Kaysen mengangkat alisnya lalu turut melihat ke arah tangan perempuan itu sedang berada. Kekehan kecil tampak keluar dari bibirnya seiring tatapannya yang kembali memandangi wajah perempuan itu, sebelah tangannya mengelus pipi Celosia dengan lembut. “Aku bahkan sudah lupa jika memiliki luka disitu,” ujarnya.

Celosia mengerutkan kening. “Kau tak memeriksakan lukamu? Kenapa kau ceroboh sekali,” celanya, tetapi dengan nada khawatir yang tak ditutup-tutupi.

Senyum lebar terkembang di bibir Kaysen. “Aku senang mendengarnya, Celosia. Aku senang kau mengkhawatirkanku. Tapi, luka seperti ini sudah sering kudapatkan ketika adu tembak.” Kaysen berdeham. “Mungkin nanti ketika kita sudah menikah, kau bisa melihat dengan lebih jelas lagi,” seringainya dengan nada menggoda.

Celosia membuang muka dengan wajah merah padam. Perempuan itu menatap lagi tubuh jenjang lelaki di hadapannya dan keningnya kembali berkerut. “Kau sungguh tak apa-apa? Tadi itu ... apa yang terjadi sehingga ... sehingga ....” Celosia menelan ludah, kesulitan berkata-kata, seolah peristiwa yang tadi begitu mengagetkannya itu terjadi lagi sehingga membuat tubuhnya terkejut dan kesulitan berkata-kata.

Dari pipi, tangan Kaysen berlabuh kembali ke bibir Celosia. Keningnya berkerut dalam ketika sentuhan tangannya merasakan betapa bergetarnya bibir perempuan itu. Dirinya yang sudah terbiasa dengan revolver, suara tembakan, dan segala hal yang berhubungan dengan persenjataan, hal itu adalah hiburan tersendiri baginya. Namun, bagi Celosia yang sama sekali tak pernah bersentuhan dengan senjata, tentu saja mendengar suara ledakan adalah hal yang mengerikan.

“Hanya tembakan kecil, Losia. Bukan apa-apa. Apakah kau takut?” Lelaki itu menyingkap rambut Celosia yang beriap-riap menutupi tepi wajah.

“Aku ... aku takut kau terluka lagi,” ujarnya jujur dengan menatap ke kedua mata Kaysen dengan ekspresi wajah sendu.

Kaysen mengetatkan gerahamnya. Dadanya terasa seperti diremas oleh tangan tak kasatmata yang membuat hatinya terasa perih. Dirinya adalah lelaki nomor satu yang membawa nama besar perusahaan teknologi raksasa terkemuka di dunia dengan senjata mutakhir dan  perlindungan diri yang canggih. Sementara Celosia ... perempuan itu bahkan tidak tahu jika ada bahaya dari jauh yang tengah mengancamnya, tak bisa memegang senjata, dan sekarang ... dengan hatinya yang begitu tulus serta tubuh kecilnya yang ringkih, justru teramat mengkhawatirkannya.

THE HEART (The Perfect Feeling) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang