Bau Belerang

680 51 1
                                    

Sejenak mata Wina dan Jata terpaku satu sama lain. Masa lalu yang menyenangkan saat bersama di SMA terbayang kembali. Masa remaja penuh cinta yang tanpa terbeban tanggung jawab besar. Jata masih ingat rasa bibir seksi itu, pun kehangatan tubuh Wina. Bedanya, dulu Wina masih kerempeng, tidak berisi dan padat seperti sekarang. Hubungan mereka memang hanya sebatas permukaan, namun cinta pertama selalu menyematkan memori yang dalam, bukan? Beberapa detik itu terasa lama.

Derap langkah pegawai lain yang tiba di depan gedung menyadarkan keduanya. Wina tersipu. Jata kebingungan dengan apa yang baru dialami.

"Mmm, kunci mobilmu ketinggalan," kata Wina. Sebelah tangannya mengangkat kunci dengan gantungan dompet STNK berwarna merah.

"Makasih," jawab Jata. Diambilnya kunci itu lalu bergegas pergi. Entah mengapa, perasaannya kacau sekali. Dada padat membusung dan aroma harum tadi tak mau pergi dari otaknya. Bahkan napasnya semakin memburu. Apa yang terjadi dengan dirinya? Apakah ia telah salah memakan sesuatu? Atau memang begini, lelaki yang hasratnya tak kesampaian hingga dua puluh kali? Jata meraba selangkangan. Adiknya bangkit tanpa diminta.

Duh, Ranying Hatala Langit[1]! Ampunilah hamba-Mu ini!

Dengan segunung perasaan bersalah, Jata melarikan mobil, mencari toilet terdekat, dan mengeksekusi diri diam-diam.

☆☆☆

Pada suatu malam, Jata terbangun dari tidur ketika malam telah terlepas dari puncaknya. Panggilan alam mendesak untuk dipenuhi. Sambil setengah terpejam, ia berjalan ke kamar mandi. Betapa mengherankan, saat ia melewati ruang tengah, tercium bau asing. Hidungnya mengendus dengan saksama. Ia mengenal jenis yang satu ini. Bau itu mengingatkannya pada kawah Gunung Bromo. Jelas sekali itu adalah bau belerang. Otaknya mulai berputar. Kalimantan tidak memiliki gunung berapi atau kawah vulkanik. PLTA pun tidak memiliki proyek yang menggunakan belerang. Siapa yang membakar belerang di tengah malam seperti ini?

Setelah menuntaskan pembuangan air seni, Jata mengambil kunci rumah lalu pergi keluar. Diperiksanya halaman sekeliling. Sungguh aneh, bau belerang tidak tercium di luar rumah. Jata masuk kembali ke ruang tengah. Ia menjadi yakin bahwa bau itu berasal dari ruang tengah. Segera ia berkeliling rumah untuk memeriksa dan mencari sumber bau. Setelah bermenit-menit mencari, tak ditemukan apa pun. Akhirnya Jata kembali ke kamar, lalu duduk termenung di samping pembaringan. Kejadian tadi membuat kantuknya lenyap.

Puput tengah tidur meringkuk dengan sangat nyaman. Jata mulai merenungkan kehidupan pernikahan mereka yang aneh. Tiga bulan sudah usia pernikahan itu, namun kebahagiaan sebagai pasangan suami istri masih jauh di ujung langit. Betapa banyak catatan kegagalan yang diketik di notes ponsel. Bunyi catatan terakhir adalah,

Percobaan ke-31 gagal karena kegelian.

Jata mengembuskan napas. Segala upaya yang dilakukan dalam tiga bulan ternyata tidak membawa mereka ke mana pun, masih saja jalan di tempat. Lihatlah penyebab-penyebab kegagalan itu. Semuanya masih yang itu-itu saja. Mulai dari beralasan lelah, kegelian, takut karena dirinya menyeramkan, dan Jata yang menjadi malas karena melihat ketakutan sang istri.

Berkali-kali pula ia berusaha mengorek penyebab ketakutan Puput. Jawaban yang didapat tidak jauh-jauh dari ngeri, takut sakit, dan barangnya terlalu besar sehingga takut menusuk. Jata mengelus dada. Orang lain merasa bangga dengan 'barang' yang besar, dirinya justru mendapat kendala karena itu.

Ada yang berubah dalam dirinya. Ia merasa kepribadiannya menjadi berbeda selama tiga bulan terakhir. Kemarahannya mudah sekali terpancing. Tidak hanya di rumah terhadap Puput, namun juga di pekerjaan. Jangan lupakan juga bahwa si adik menjadi mudah horny setiap melihat Wina yang seksi. Jelas sekali itu bukan dirinya yang dikenal selama ini.

Percobaan 44Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang