30. Hati Perempuan

457 24 5
                                    


Sejenak mereka terdiam. Bagi Puput, aksi diam itu sungguh menyeramkan. Saat menoleh, ia hanya mendapati wajah yang semakin kelam karena tersamarkan oleh keremangan kabin.

"Aku minta maaf, Kak Jata," ulangnya dengan perlahan.

Jata tetap tidak merespon. Kini Puput benar-benar merinding. Pikiran Puput segera mencari penyebab kemarahan. Pasti salah satu dari perkataannya tadi.

Malam yang kelam semakin membuat suasana mencekam. Berbagai pikiran bermunculan dalam benak Puput. Dari semua perkataan yang diingat, justru tanggapan Jata tentang keperawanan yang mencuat ke permukaan.

Ah, Jata memang berkali-kali mengatakan bisa menerima andaipun dirinya telah kehilangan keperawanan. Di saat orang lain bersusah payah menjahit selaput dara sebelum menikah, suaminya itu mau menerima apa adanya.

Sekali lagi Puput menoleh. Lekuk wajah dan sorot mata itu terasa berbeda. Setelah berbulan-bulan terus membuat dirinya susah bernapas saat berada di kasur, kini ia menemukan kembali wajah yang membuatnya bergetar karena cinta. Tanpa sadar, air mata Puput meleleh. Semakin lama semakin deras hingga isakannya mengagetkan Jata.

"Loh, kenapa menangis? Aku salah ngomong lagi?"

Puput mengusap kedua mata dengan tangan. Ia tidak tahu kenapa tiba-tiba menangis.

Jata meminggirkan mobil. Diraihnya tangan mungil Puput. "Put?"

"Kamu beneran sempat mengira aku sudah nggak perawan?" Dengan terbata, Puput bertanya.

Jata paling tidak tahan melihat perempuan menangis. "Put, aku minta maaf. Aku salah banget."

"Kamu juga sempat merasa jijik?"

"Jijik bagaimana? Aku sayang kamu, Puput!" Jata bersiap menghadapi ledakan emosi dan nyinyiran. Biar aja, kalau beneran bikin kesal, nggak akan kuajak ngomong lagi kamu!

Tanpa terduga, Puput merapat dan melingkarkan lengan ke leher suaminya dengan air mata berderai. "Aku juga sayang kamu, Kak! Makasih udah sabar sama aku. Biar mengira aku sudah nggak perawan, kamu nggak jijik dan tetap sayang."

Dengan terbengong, Jata membalas pelukan istrinya. belum lama perempuan itu dengan sengit mendebat, sekarang terisak dan menyatakan cinta? 

Oh, hati perempuan! batin Jata. Betapa rumitnya untuk dipahami!

☆☆☆

Kedamaian dan getar cinta yang tercipta saat berpelukan di mobil tadi tetap bertahan hingga Puput dan Jata tiba di rumah. Bagi Jata, getar cinta di dada itu berlanjut ke bawah, ke sang adik yang mulai berdenyut. Udara dingin yang menyambut mereka saat turun dari mobil membuat Jata ingin menggenggam tangan Puput terus-menerus. Tangan mungil nan lembut milik Puput membuat ibu jarinya tak berhenti mengelus lembut.

Bagi Puput, getar cinta itu tetap bertahan di dada. Ia hanya ingin bermanja dan menenggelamkan diri dalam kehangatan tubuh Jata di mana hatinya tersandar dan merasa dilindungi. Getaran itu tidak serta merta mengalir ke bawah, ke organ kewanitaannya.

Jata tetap menggandeng tangan Puput saat mereka memasuki rumah. Tangan itu tetap di sana saat ia mengunci pintu. Puput yang hendak membebaskan diri, ditarik kembali. Kedua tangannya berpindah ke pinggang gadis itu, menariknya mendekat dan merapat. Tubuh Puput yang jauh lebih pendek dan kecil terhuyung menubruk perutnya. Ah, tubrukan kecil yang menggetarkan!

Mata mereka beradu. Sesaat hanya debaran jantung yang terasa memburu. Selanjutnya, dada Jata pun naik turun dengan cepat. Dengan sekali tarikan napas, tubuh Puput dipepetkan ke dinding dengan suara berdebum yang menggetarkan dinding-dinding kayu. Tangan gadis itu diangkat ke kepala dan ditahan di sana.

Percobaan 44Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang