65. Ikatan Leluhur

182 18 7
                                    

Puput dan Maria keluar karena pekikan-pekikan kedua lelaki itu serta bunyi denting mandau. Saat tahu bahwa kedua lelaki yang mereka cintai saling serang, mereka berteriak-teriak dengan histeris meminta keduanya berhenti. Matias tidak memedulikan teriakan-teriakan itu.

"Put, cepat ambil air satu ember. Taburi garam!" kata Maria.

Berdua mereka pergi ke kamar mandi mengambil air, lalu memasukkan garam ke kedua ember itu. Tangan mereka gemetar saat mengaduk garam di air. Setelah selesai, mereka berlari ke halaman dengan ember di tangan. Dengan gerakan cepat, mereka menyiramkan air itu ke suami masing-masing.

Tindakan itu hanya membuat Matias kaget, namun tidak mengeluarkan makhluk itu dari tubuhnya. Matias justru semakin mengamuk dan menerjang Maria. Di saat yang genting itu, Jata sempat teringat kalung bergigi buaya. Dengan memegang kalung itu ia berteriak dan menyerang Matias untuk melindungi ibunya.

Saat itulah ia menyadari bahwa teriakannya bagai melepaskan sesuatu. Dari arah belakang tubuh bermunculan buaya-buaya berukuran 5 meter. Jumlahnya dua, diikuti seekor yang berukuran 7 m. Mereka berlari dan berloncatan menyergap dan Matias. Dengan sangat ajaib, Matias bisa meloncat-loncat dan menyerang buaya-buaya itu. Gerakannya sangat gesit.

Satu melawan tiga, segesit apa pun, Matias kalah jumlah. Di suatu saat yang tepat, ia lengah. Buaya paling besar menerjang tubuhnya hingga terpelanting menabrak pagar halaman. Sebuah sosok perempuan tinggi bertanduk keluar dari tubuh Matias. Sosok itu melesat cepat lalu menghilang dalam kabur hutan.

Jata segera memeriksa ayahnya. Lelaki itu tetap sadar, namun kepalanya memar-memar. Dibantu Maria, ia memapah sang ayah masuk ke rumah.

"Papa, sih, ngapain coba-coba melawan makhluk halus. Kayak ngerti dunia gaib aja. Untung Papa nggak menebas anak sendiri!" Maria mengomel panjang sambil membantu suaminya mengganti baju.

Matias tidak menjawab. Ia menoleh ke Jata dan tersenyum bangga. "Ternyata kamu bisa menggerakkan para buaya sekarang."

Jata tidak menanggapi perkataan itu. "Papa bikin aku panik. Lain kali jangan nyelonong begitu saja, Pa!"

Matias termangu. "Waktu kamu teriak tadi, apa yang kamu rasakan?" tanyanya.

Jata termenung sejenak, berusaha mengingat kembali kejadian yang berlangsung sangat cepat tadi. "Aku seperti melepaskan sesuatu, lalu mereka muncul."

"Nah, itu salah satu kemampuan yang kamu bawa sejak lahir. Itu yang disebut ikatan dengan mereka."

Jata hanya diam. Satu sisi hati mengatakan ingin membuang saja kemampuan aneh itu karena merasa ada yang tidak pas. Di sisi lain, ia mulai menikmati memiliki kelebihan seperti itu.

"Aku bisa mendatangkan mereka kapan saja?"

Matias menatap tajam putranya. "Ilmu jangan dipakai main-main. Kalau tidak ada apa-apa masa mau dipanggil?" tegur ayah tiga anak tersebut.

Jata meringis. "Kayaknya seru juga. Impotensiku sudah ada kemajuan. Apa karena ilmu itu?"

"Mungkin saja. Itu belum seberapa. Tunggu saja Dehen datang, dia akan mengajarkan banyak hal."

"Terus terang, aku masih ragu. Apa bahaya mempunyai ilmu ini?"

Matias mendesah. "Semua hal dari dunia gaib tentu ada risikonya. Kakekmu dulu sulit meninggal, sampai tersiksa sekali. Itulah mengapa sebenarnya Papa tidak ingin kamu memilikinya. Sejak kamu lahir Papa sudah menjaga agar terhindar dari hal-hal gaib. Tapi rupanya suratan takdirmu tidak bisa diubah. Kamu harus menjalaninya."

"Kalau aku menolak gimana, Pa?"

"Belum ada yang pernah melepaskan ikatan itu. Belum pernah ada yang bisa. Kalau sudah dipilih, kamu seperti diceburkan ke air. Mau tidak mau akan basah. Biarpun kamu menolak sekarang, dan kamu lihat Papa sudah mencobanya, tetap saja kamu harus menjalani. Kasus ini contohnya. Jadi selesaikan saja sampai tuntas."

"Apa yang harus aku tuntaskan?"

"Itu yang kita tunggu dari Dehen. Dia kan mengajarkan kamu untuk berkomunikasi dengan mereka. Kita juga perlu mendengar dari teman Asrul. Siapa tahu dia punya informasi lebih lengkap." Matias kembali menepuk bahu anaknya. "Ayo jangan menyiakan waktu. Kita harus menjemput Asrul secepatnya."


///////////////

Masih ingin lanjut? Beri emot api-api yang banyak dulu donk ...

Percobaan 44Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang