79. Pesan Kanaya

108 16 2
                                    

Deka akhirnya dapat melihat segel itu dengan jelas. Segel yang melemah itu hanya separuh, sedangkan sisanya masih kokoh, hitam pekat seperti semula. "Coba bilang sayang lebih kuat lagi, Put," pintanya.

Puput menurut. Kali ini Deka benar – benar kaget. Dari dada Puput memancar cahaya putih yang indah. Ternyata sinar itulah yang melemahkan segel. Pemuda itu ingin tahu lebih banyak. "Hmm, apa momen paling berkesan bagi kalian?"

Puput berpikir sejenak. Mereka pacaran jarak jauh sehingga momen berkasih – kasihan sebagian besar adalah perbincangan via video call. Mereka juga tidak memiliki bulan madu yang berkesan. Apa yang bisa diingat bila selalu gagal melakukan penetrasi? Kehidupan berumah tangga pun baru berjalan beberapa bulan, sehingga hal yang paling merasuk ke hati adalah, "Waktu mengucapkan janji nikah."

"Yak! Ucapkan sekarang!"

Puput mengulangi janji itu sebisanya. Benar dugaan Deka, cahaya itu sangat berkilau sekarang. Deka semakin terpesona. "Oooh! Indah sekali! Cinta kalian indah banget, Put! Aku nggak menyangka ternyata seperti itu kasih suami istri."

"Ap-apa?" Puput tergagap tak mengerti.

Deka menggeleng. "Susah untuk menjelaskannya. Tapi kita butuh suamimu agar segel itu terlepas."

"Itulah susahnya, Deka. Dia terus latihan dan tidak boleh menyentuh perempuan. Lagipula, sejak buaya-buaya itu datang, dia berubah."

Deka memahami. Ilmu dari dimensi para jata itu akan menjauhkan Jata dari cinta istrinya.

"Ada nggak cara lain untuk menghancurkan makhluk ini?" tanya Puput.

"Buaya-buaya itu?"

"Iya."

Deka menggeleng. "Aku ragu. Sebab mereka diciptakan bersamaan dengan dunia fisik yang kita lihat dan kita huni ini. Analoginya seperti ingin memusnahkan ras manusia. Nggak mungkin, kan, kalau bukan yang menciptakan sendiri?"

"Kalau makhluk yang menyegelku itu, apa mereka nggak bisa dimusnahkan?"

Kening Deka berkerut. "Kalau makhluk yang menyegelmu ... oh, kamu cerdas, Put!"

"Apa?"

"Mereka makhluk bentukan baru. Kalau kita bisa mencari tahu bagaimana mereka dibentuk dan asal usulnya, siapa tahu kita menemukan kelemahan mereka."

Tiba-tiba Deka mengerut dan membungkuk sambil merintih kesakitan.

"Deka, kamu kenapa?" Puput menghampiri dengan cemas.

"Kanaya mendengar omongan kita dan dia nggak suka."

"Kanaya? Siapa Kanaya?"

"Makhluk yang membuat segelmu." Belum sempat Deka menyelesaikan kalimat, sebuah kekuatan menghantam. "Aaakkh!" Deka mengerang dan terbanting ke lantai.

"Deka, Deka!" pekik Puput dan Urai bersamaan.

Di saat genting itu, seekor buaya putih tiba-tiba muncul, melingkar di sekeliling Deka. Buaya itu mendesis dengan moncong terbuka ke arah tertentu. Deka ikut menoleh dan menemukan sosok perempuan berbaju hitam, bermata menyala, dan bertanduk yang melayang di sudut ruang.

Kanaya menyeringai, lalu meniup udara ke arah Puput. Gadis itu terdorong ke belakang, namun tidak keras. Agaknya Kanaya memang tidak ingin menyakitinya. Sesudah itu ia menghilang.

Deka berusaha bangkit dibantu Urai. Dadanya serasa remuk karena hantaman tadi.

"Suamimu dan temannya mengirim bantuan," kata Deka. Baru kali ini ia merasakan benturan dua kekuatan yang demikian besar. Itu tadi baru salam perkenalan, alias bentrokan basa-basi. Bagaimana dengan perang yang sebenarnya?

Percobaan 44Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang