76. Ulah Mirah

158 15 1
                                    

Billy menyelinap keluar dari kamar Wina setelah memberi perempuan itu pelayanan privat untuk membebaskannya dari pengaruh kegelapan. Ia merasakan benar, apa yang dialami Wina bukanlah kehendaknya. Sebuah kekuatan hitam menguasai perempuan itu. Ia sempat melihat sosoknya sekilas, yaitu perempuan bertanduk kecil sebesar ibu jari yang memiliki mata merah menyala. Makhluk itu hendak memperalat Wina untuk menyiksa Jata dan istrinya dengan cara membuat Wina mengejar mantan cinta pertamanya itu mati-matian. Mereka mengirimi Wina rasa kasmaran yang luar biasa. Bahkan kekuatan buluh perindu pun bukan tandingan hasil kerja makhluk – makhluk titisan iblis itu.

Perempuan anak buah iblis itu murka karena Billy menginterupsi pekerjaannya. Seharusnya hari ini Wina yang bergairah akan dibawa untuk menemui Jata dan membuat lelaki itu melanggar janji pernikahannya lalu menggauli Wina. Beruntung dirinya cepat datang. Setelah diperciki air yang diberi mantra, Wina berhasil ditenangkan. Biarpun perempuan itu menjerit dan mendesah memanggil Jata, ia tidak ke mana-mana, tetap tergolek di kasur.

Billy duduk bersila di ruang tengah. Ia sangat tertarik dengan makhluk yang mengaku bernama Mirah itu. Energinya unik, namun sangat kuat. Sudah lama ia mendengar kabar tentang kekuatan makhluk-makhluk Matang Kaladan. Sayang, mereka sangat tertutup dan baru kali ini bisa ditemui secara langsung. Bila berhasil mendapatkan secuil saja kesaktian mereka, ia akan menjadi paranormal terkuat di daerah ini. Dipanggilnya sekali lagi makhluk itu.

Mirah datang dengan murka. "Mau apa kau?"

Billy rupanya cukup sakti untuk mengunci makhluk itu agar tidak melarikan diri. "Aku mau tahu apa inti kekuatan kalian."

"Untuk apa?"

"Aku ingin dibagi secuil saja kekuatanmu. Kamu mau membantu, kan?"

Mirah, makhluk tingkat menengah itu meronta, namun tak kuasa melawan. "Baiklah. Bawa aku ke Riam Kanan. Akan kuberikan apa yang kamu mau."

"Kamu pikir aku bodoh? Kamu mau menjebakku, heh? Berikan di sini!"

Mirah menjerit. Tangannya telah ditusuk dengan jarum yang dimantrai. "Baiklah. Baiklah! Pejamkan matamu."

Dengan satu lengan masih mencengkeram Mirah, Billy memejamkan mata. Sejenak kemudian, ia merasakan kenikmatan. Penglihatan batinnya terbuka. Makhluk-makhluk itu ternyata terbuat dari penderitaan! Oh, nikmat itu bisa datang dari penderitaan. Ia baru tahu!

"Hebat kamu, Mirah. Teruskan!" desahnya.

Billy tidak tahu bahwa sebenarnya Mirah telah pergi. Kanaya datang menggantikan anak buahnya secara diam-diam. Kenikmatan yang tadi sempat dirasakan, berubah menjadi sedotan kuat yang menarik seluruh daya hidupnya.

Rasa nyeri yang hebat mendera tubuh Billy. Seluruh tulangnya meleleh. Otaknya bagai mencair. Kepalanya serasa hendak pecah. Bola matanya juga ikut tersedot sehingga menonjol keluar. Pembuluh - pembuluh darah di sekitar bola mata pecah dan menimbulkan perdarahan.

Billy berusaha melawan. Seluruh kekuatan gaib yang dimiliki, hasil berguru ke berbagai daerah di tanah air, dikerahkan. Terlambat. Kanaya bukan tandingannya. Tubuhnya ditarik hingga melayang ke udara. Kanaya lalu memuntahkan tubuh yang telah lunglai itu di jurang dekat Desa Aranio.

"Aku tidak akan mengambil kekuatanmu hingga mati, hai lelaki bodoh! Aku biarkan kamu hidup untuk belajar menghargai istri yang kau sia-siakan!"

Billy ditemukan warga desa setelah sehari semalam tergeletak di dasar jurang, dikerubungi ribuan semut merah. Ia hidup. Otaknya masih berfungsi normal, tapi mulutnya tak dapat berkata-kata dan seluruh tubuhnya lumpuh. Mulai saat itu, ia harus hidup dari belas kasihan sang istri. Jangan tanyakan soal kemaluan. Alat itu menyusut hingga sebesar kelingking.

Percobaan 44Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang