02. Aalisha

331 78 14
                                    

Aalisha berjalan lunglai di lorong lantai dua gedung akademi yang sebesar kastil. Letih terasa terserap hingga ke setiap sum-sum tulang di tubuhnya. Dia merasa tidak ada tenaga.

Dua bulan tidak mencium asin lautan tampaknya memberi banyak pengaruh bagi fisik bocah laut ini. Bukan lelah secara raga yang benar-benar Aalisha rasakan. Tetapi entahlah, jiwanya terasa penuh dengan sebuah ganjalan besar yang membebani. Acacio Academy benar-benar di tengah benua, sama sekali tidak ada celah bagi Aalisha untuk bisa mencuri waktu berkunjung ke habitat ia tinggal dan dibesarkan.

Aalisha mendorong pintu perpustakaan dengan punggungnya, kemudian segera menyelonong ketika tercipta celah, meninggalkan debuman sopan yang terdengar di balik badan. Aura hangat dan cahaya keemasan lilin menyambut ramah bersama dengan bau buku-buku dan perkamen-perkamen yang khas. Perpustakaan tampak lengang di pagi hari akhir pekan seperti hari ini. Meja-meja panjang bersih dan kursi-kursi yang mengapit tertata rapi.

Aalisha mengerjap, kemudian berjalan menuju sesosok manusia yang mendengkur halus di salah satu meja kayu. Tumpukan beberapa buku di tangannya ia sengaja letakkan dengan keras, membuat sosok itu spontan menegakkan punggung dengan kening mengernyit.

"Astaga! Bisa tidak jangan datang tiba-tiba layaknya hantu." Gadis itu menggerutu sembari menyingkirkan anak rambut yang menempel di muka. Dia menguap lebar hingga ujung matanya basah.

"Ha! Kamu tidur lagi di perpusakaan. Lea, bisa-bisa poinmu minus kalau Miss Bertha tau kamu tidur sampai ngiler di perpustakaan akademi." Aalisha mendudukkan diri di seberang Lea, duduk berhadapan dengan perempuan itu.

Lea tiba-tiba memelototkan matanya. "Aku tidak tidur, tuh!"

"Apaan! Kamu mau kubawakan cermin?! Lihat garis-garis di pipi bekas tidur nyenyakmu itu!"

Lea mengerucutkan bibir, menggerutu.

"Omong-omong, kenapa kamu bertahan di sini akhir pekan begini?" Lea menyisir rambut singanya dengan jemari.

"Aku terlalu lelah untuk keluar," balas Aalisha sembari meraih buku yang ada di hadapan Lea. Buku tentang sejarah kontinen. "Ujian tertulismu ada pelajaran sejarah juga?" tanyanya.

Lea menggaruk kepalanya, "Ya, itu pengetahuan umum. Terutama sebagai ksatria, kami harus menghargai sejarah. Kau tau pernyataan ini, bahwa 'bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya'? Pahlawan adalah bagian dari sejarah. Bagi Ksatria, sejarah adalah pengetahuan dasar. Omong-omong, apa kamu punya banyak poin tersisa pekan ini?"

Aalisha mengangguk sembari membuka-buka buku sejarah.

"Demi matahari," keluh Lea. "Bisa tidak sih, poin ditransfer? Daripada kamu sia-siakan dengan tinggal di akademi, lebih baik poinmu kupakai untuk keluar." Lea kembali menggerutu.

"Tidak, terima kasih. Semua poin yang kupunya sama sekali tidak sia-sia meski aku tidak keluar di akhir pekan," jawab Aalisha. Ia mengabaikan Lea dan gerutuannya yang semakin menjadi-jadi.

Di akademi dengan sistem asrama ini, memang benar diterapkan sistem poin. Sistemnya mudah. Semua poin akan diriset setiap pekan baru dimulai. Setiap anak memiliki sepuluh poin bawaan. Mereka bisa mendapat poin tambahan melalui apapun. Menyenangkan guru dengan menjadi pintar, membantu mereka membawakan barang, menyenangkan koki kantin dengan melakukan pekerjaan sukarela, dan lain-lain.

Mendapat poin tambahan adalah hal yang mudah dan susah di waktu bersamaan karena, tidak semua orang mudah disenangkan hingga membuat mereka mampu memberi poin tambahan, terutama karena mereka pun mempunyai limit dalam memberikan poin. Misalnya saja, guru kesehatan hanya mampu memberi 20 poin dalam seminggu.

Di akhir pekan, poin ini adalah jumlah jam yang dapat murid-murid habiskan untuk pergi ke luar akademi. Maksimal poin yang bisa didapatkan oleh satu orang adalah 48 jam. Dan minimalnya adalah, minus tidak terhingga. Poin minus berarti mendapat penalti. Penaltinya dapat berupa apapun, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penjaga asrama.

[Kami] Tentara LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang