Elsi terus bergumam dan menggerutu secara bergantian sejak semalam. Ia tampak sibuk dengan pikirannya sendiri bahkan hingga pagi ini.
"Obat penawar racun kalian tidak tertinggal?" Elsi yang sedari tadi masih sibuk sendiri sembari menali sepatu kulit yang setinggi betis, tiba-tiba menoleh ke arah Aalisha.
Aalisha mengangguk mantap, "Aman! Zeeb juga sudah membawanya."
Ya, netra tembaga Aalisha tadi sempat menangkap sekelebat bayangan Zeeb tengah memasukkan obat yang dibagikan Elsi semalam ke dalam tas yang dia ikatkan di pinggang.
Aalisha mendongak, menatap Zeeb yang berdiri di sampingnya, meminta persetujuan. Tanpa menunggu lama, perempuan itu mengangguk membenarkan.
"Kaori dan Alka sudah pergi lebih dulu, mungkin bersama Jaac dan Atreo sudah tiba di lapangan. Apa kamu baik-baik saja tanpa sarapan?" tanya Aalisha.
Elsi bangun kesiangan di hari penting ini. Aalisha dan Zeeb sampai kesulitan membangunkannya, karena itu mereka berdua memilih pergi ke kantin lebih dulu dan kembali ke asrama menyusupkan beberapa potong roti untuk Elsi. Tapi saat mereka kembali, Elsi masih terlelap di atas kasur seperti saat mereka tinggalkan sebelumnya.
"Tidak masalah. Aku bisa mencari buah di hutan jika sempat." Elsi mengikatkan sepatunya yang lain.
Entah hingga pukul berapa Elsi terjaga semalam. Setelah makan malam, dia mencoret-coret kertas dan membuka buku-buku yang dipinjam dari perpustakaan ketika pulang dari kantin. Aalisha tidak sempat bertanya apa yang sedang ia cari dan pelajari karena Elsi tampak sangat serius tenggelam dalam pikirannya sendiri.
"Baiklah." Aalisha mengangguk.
Elsi bukanlah sosok yang pantas untuk dikhawatirkan. Elsi adalah sosok yang pantas untuk diberi kepercayaan, karena itu Aalisha percaya Elsi pasti akan baik-baik saja sesuai apa katanya.
Selesai dengan urusan tali-menali sepatu, Elsi menyambar tas-tas yang sudah dia siapkan, kemudian mengikatkannya di pinggang dan paha. Tak lupa ia meraih pedangnya. Ketika semuanya sudah siap, ia meraih perban gulung dari atas nakas dan melangkah menuju pintu sembari membungkus lengan hingga telapak tangannya dengan cekatan menggunakan perban gulung.
"Ayo," ajak Elsi.
Aalisha melompat turun dari ranjangnya, mengangguk dan mengikuti Elsi. Zeeb membukakan pintu, kemudian setelah Elsi dan Aalisha keluar, perempuan itu segera mengikuti.
Belum jauh mereka melangkah, suara terompet terdengar dari kejauhan.
"Itu suara penanda ujian dimulai," pekik Aalisha. Gatal sekali rasanya dia ingin segera berlari, tetapi ia menahan diri dan hanya terus berjalan cepat mengikuti langkah lebar Elsi.
Sementara Elsi, perempuan itu tampak masih tidak tenang. Setelah lengan kanannya sempurna terlilit perban, gantian ia memerban tangan kirinya.
"Apa yang kamu cari, Elsi?" Aalisha akhirnya tak sabar, bertanya juga.
Apa yang membuat Elsi terhambat begini? Sangat tidak Elsi sekali.
"Aku sedang mencari si kelelawar," jawab Elsi.
Kelelawar? Kelelawar yang itu?
"Kelelawar yang ada di petunjuk? Bukankah kamu bilang bisa jadi itu adalah pengecoh?" tanya Aalisha.
"Ya, bisa jadi itu adalah pengecoh. Tapi bisa jadi juga itu adalah petunjuk. Aku sedang berpikir karena kemungkinan besar itu adalah petunjuk," jawab Elsi. "Kita tidak bisa sembrono masuk ke area ujian tanpa tahu apa yang akan kita hadapi di sana."
Ini pertama kalinya Aalisha melihat Elsi tampak tegang dan ragu-ragu. Apa yang membuat Elsi jadi kepikiran tentang petunjuk itu?
Jujur, Aalisha sebenarnya juga penasaran. Tetapi ketika dia menemukan jalan buntu, Aalisha memilih untuk menyerah dan pasrah saja pada apapun yang akan dia temui di ujian yang sudah di depan mata.

KAMU SEDANG MEMBACA
[Kami] Tentara Langit
FantasíaAlka mendadak merindukan Harp di tengah kesibukannya di akademi. Elsi mendadak menikmati setiap detiknya di tengah kebisingan 'teman-teman'nya. Kaori mendadak lupa tidak lagi hidup bersama Otoo-san dan Okaa-sannya. Jaac bahkan mulai terbiasa hidup t...