23. Atreo dan Perasaan Barunya

119 44 7
                                    

Atreo merebahkan diri ke kasur di kamarnya. Rasanya sudah selamanya sejak ia terakhir kali bisa merilekskan punggung senyaman ini. Misi tingkat A kemarin benar-benar menguras jiwa raga. Atreo tidak akan mengambil misi apapun lagi bahkan meski Hiroki—kakak asuhnya yang kurang kerjaan—mendaftarkan Atreo ke sebuah misi lain tanpa sepengetahuannya, seperti yang sudah-sudah.

Tetapi, Hiroki memang kurang ajar terakhir kali. Tidak masalah mendaftarkan Atreo secara paksa ke misi berbagai tingkat, asalkan bukan misi tingkat A. Di misi lain, Atreo bisa menyerahkan masalah ke teman-temannya yang ambisius ingin meningkatkan kemampuan mereka baik secara fisik maupun spiritual. Atreo juga bisa mempercayakan masalah pada kakak-kakak seniornya jika keadaan memburuk. Atreo dengan senang hati kebagian tugas menjaga tas.

Tapi, misi tingkat A? Dengan anggota tim yang isinya anak angkatan termuda tanpa senior satu pun? Okelah, ada Kak Asa, perwakilan dari pasukan yang membantu mengawasi di misi-misi tingkat A. Tapi, tetap saja, betapa berbahayanya. Kalau saja Kak Asa tidak berdaya setelah setengah tubuhnya terbakar, Kaori mungkin sudah mati sekarang.

Atreo tidak akan pernah lagi mengambil misi tingkat A. Taruhannya adalah nyawa dan nyawa adalah satu-satunya hal yang tersisa untuk Atreo jaga.

Pemuda itu memiringkan tubuh, menatap dinding yang kosong. Teman sekamarnya adalah kakak senior yang lebih tua tiga angkatan. Dia hampir tidak pernah kembali ke kamar, makanya Atreo sampai-sampai merasa kamar ini adalah kamar pribadinya. Hening di kamar membuat Atreo menerawang, menatap kosong ke dinding yang dingin.

Sebenarnya, apa yang ada di dalam kepala teman-temannya, ya?

Atreo tidak habis pikir. Bagaimana mungkin seorang Kaori yang lemah dan paling terakhir mendapatkan berkat, melemparkan diri ke api untuk melindungi Atreo yang menjadi penerima berkat pertama? Apa yang dia pikirkan padahal dia tahu benar tindakannya mungkin akan membuatnya mati? Apa Kaori sudah tidak ingin hidup lagi?

Bukankah hidup di dunia ini menyenangkan? Udara yang bebas dihirup. Lingkungan yang hidup. Daging yang bisa dimakan. Susu yang bisa diminum. Semuanya adalah nikmat yang tidak bisa Atreo rasakan di dunianya. Saban hari hanya memakan sayur-sayuran dan berbagai protein nabati yang tak banyak macamnya.

Apa yang kurang dari dunia ini sampai-sampai Kaori rela mati hanya demi seorang Atreo?

Pemuda itu tanpa sadar menyentuh pipinya. Teringat percikan darah Kaori saat itu. Kaori yang tanpa berpikir langsung memasang badan untuk melindungi Atreo. Tidak bisa dipercaya, padahal tubuh Kaori lebih kecil dari tubuhnya.

Atreo mengacak-acak rambut kesal. Sudah berapa lama sejak terakhir kali Atreo overthinking begini? Atreo benci overthinking. Overthinking adalah kegiatan yang tidak berguna. Ini salah teman sekamarnya yang tidak pernah hadir dan membuat suasana jadi sangat pas untuk overthinking!

Suara riuh yang samar mengusik pendengaran Atreo. Pemuda itu bangkit dari ranjang, mendekat ke jendela dan mencari tahu asal keriuhan yang ia dengar. Di depan gedung asrama di lantai satu sana, tampak orang-orang ramai menyambut Liam. Si pirang menyebalkan itu berjalan dengan angkuhnya membelah lautan orang-orang. Lea yang ada di belakangnya tertawa bahagia sembari melambaikan tangan dan merespon orang-orang yang menyapanya.

"Liam dan gengnya baru saja menyelamatkan sebuah kerajaan."

Atreo nyaris terlonjak. Ia yakin tidak ada orang di ruangannya, tapi saat ia berbalik, tiba-tiba saja sudah ada Hiroki yang bergerak duduk di atas ranjang Atreo. Oknum menyebalkan nomor dua ini hobi sekali bergerak tanpa suara. Nyaris seperti Aalisha.

"Kamu tidak mau memberi selamat? Kudengar kalian dulu berhubungan baik," kata Hiroki. Meski ia mengatakannya dengan nada suara yang biasa saja, tetapi Atreo tahu pasti isi sindiran yang dilontarkannya.

[Kami] Tentara LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang